Aku terduduk di halte bus, menanti bus yang kutau tak akan datang. Menanti, dan terus menanti.
Seperti menunggu, kapan dunia akan memberikanku sebuah keberuntungan sekali saja seumur hidup.
Atau menunggu si cupid membuatku jatuh Cinta, mungkin, dan membuat hidupku yang sudah hancur makin hancur.
Mungkin.
Tapi, takdir berkata lain.
Karna disaat hujan ini, aku melihat seorang gadis berjalan dengan santainya, seperti menikmati derasnya air hujan yang membasahi tubuhnya itu.
Aku melihatnya menari dengan kaki telanjang, di taman di seberang halte ini.
Aku tidak tau, ia menari atau bukan, karna gerakannya begitu tidak jelas.
Aku bingung, kenapa ia bisa.. Bisa dengan mudahnya terkena hujan dan malah.. Terlihat senang?
Entah kenapa, aku tidak terlalu menyukai hujan. Menurutku, hujan itu menyusahkan saja. Kemana-mana jalanan becek dan mengakibatkan berbagai macam kesialan lainnya.
Aku melihatnya menari-nari dengan bebas, dibawah derasnya air hujan, dengan kaki telanjang, dan bajunya yang sudah basah kuyup itu.
Rambut raven panjangnya juga sudah basah, dan aku masih saja melihatnya dengan tatapan aneh.
Aku pun akhirnya membuka payungku, dan mulai berjalan pulang.
Aku melewati taman itu, karna memang rumahku kearah sana.
Saat aku lewat, dengan payung kuningku, aku melirik kearahnya yang masih menari-nari, tapi lalu aku sedikit terkejut, saat ia berhenti menari dan menghampiriku.
Aku menatapnya, lalu tiba-tiba ia berkata, "mengapa kamu memakai payung?" tanyanya.
Aku sedikit terkejut mendengar pertanyaannya, "agar tidak terkena hujan, tentu saja" ucapku dengan nada penuh sarkasme, tapi sepertinya ia tidak menangkap hal itu.
Ia memiringkan kepalanya, "kenapa kamu tidak mau terkena hujan?" tanyanya lagi.
"Aku tidak suka hujan, dan aku tidak suka basah-basahan" ucapku sedikit sinis.
"Kenapa? Apa salahnya dengan hujan? Menurutku, hujan membuatku hidup" ucapnya.
Aku menatapnya aneh, "terserahmu saja" ucapku, lalu hendak pergi pulang.
"Namaku irene, siapa namamu gadis payung?" tanyanya sedikit berteriak, karna jarak kami sudah cukup jauh.
"Sebut saja aku gadis payung" ucapku, lalu berjalan kembali pulang, dan kulihat ia memandangku sejenak, lalu kembali menari lagi, seperti melepaskan seluruh keluh-kesahnya dengan menari dibawah rintikan air hujan.
***
Hari ini, aku kembali melihat gadis itu, sedang menari-nari dibawah derasnya air hujan, di taman yang sama, dengan kaki telanjangnya.
Bedanya, kali ini aku memperhatikannya dari ujung taman, sembari berdiri dan menutupi kepalaku dengan payung.
Ia yang sedang menari, menyadari payung kuningku yang memang menyolok ini, mendekatiku hendak menyapaku mungkin.
Ia menghampiriku, dengan senyum yang merekah di bibirnya, dengan rambutnya yang basah, sembari masih menari sedikit.
Saat ia sudah berada di hadapanku, senyumnya makin melebar saat ia melihatku memakai payung lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Kau Bernyanyi,dunia pun Ikut Mendengarkan
Short Storydrabble dari one shoot seulrene, dan mungkin pairing lain