Sebuah Akhir

187 19 4
                                    

"Penyesalan memang selalu berada di belakang, karena kalau di depan namanya pendaftaran."

***

Bagaimana kabarmu?

Apa disana kamu masih punya perasaan yang sama untuk ku?

Bagaimana dengan surat - surat yang aku kirim sebelumnya?

Aku tidak sabar untuk bertemu lagi dengan mu di masa berikutnya.

Kau tahu?

Sekarang aku dan lainnya telah sukses di jalan masing-masing.

Aku sudah mengambil alih perusahaan ayah, sedangkan Khaesa dan Adam bergabung dalam proyek besar yang ada di bandung.

Aku, sudah tidak pernah merayakan ulang tahunku ataupun sekedar mendapat ucapan dari yang lain semenjak saat itu, aku tidak ingin semua teringat lagi ,kejadian buruk itu...

Satu tetes air mata berhasil lolos turun membasahi buku yang di genggamnya, kepalanya ia tenggelamkan agar bisa menahan isak tangis.

Sudah beberapa tahun berlalu sejak kepergian sang kekasih, tapi rasa rindu akan senyum manisnya masih saja menghantui sampai detik ini.

Ia memandang bintang di langit, dengan mata sembab yang ia dapatkan di setiap malamnya.

Angin malam perlahan menembus kaos hitam polosnya, air mata yang tadi mengalir seketika mengering.

Ia menutup buku yang selalu menjadi tempat ia melepas kerinduan, terdapat nama Aurina di depan sampul lusuh itu.

Ia berbaring, menatap kosong ke arah jendela. Ia masih tidak percaya betapa besarnya pengaruh Aurin untuk masa depannya,

***

Pagi itu, dirinya terlihat tampan dengan jas hitam yang sudah di tata rapi, dengan rambut tebalnya membuat ia menjadi incaran para gadis sama seperti dulu.

Ia melajukan mobilnya menuju kantor, di tengah perjalanan, ponselnya terus saja berdering. Zidan mengangkat panggilan yang sedari tadi terus mengganggunya.

Alisnya sempurna menyatu saat berbicara dengan seseorang di telfon, lalu ia menarik nafas kasar dan segera membanting setirnya.

Ia segera menuju ke lokasi yang diberikan oleh sekretarisnya, di perempatan jalan, matanya berhasil menangkap sosok gadis yang sedang berdiri di depan mobilnya sambil menunduk memainkan sepatunya.

"Naik!" tegas Zidan saat kaca mobil baru saja diturunkan.

Gadis itupun menurut dan masuk duduk di bangku depan.

"Nanti, ada sopir yang kesini." kata Zidan seakan sudah tahu apa yang akan di katakan gadis itu.

"Lain kali, kalau mau berangkat, periksa mesinnya dulu. Jangan nyusahin." ucap Zidan tanpa mengalihkan pandanganya.

"Baik, pak. " ucap Disa seraya melihat keluar kaca mobil.

Sekretaris beruntung yang di pilih sendiri oleh CEO-nya. Banyak yang sulit percaya saat itu, kantor hampir penuh saat Megajaya Group membuka lowongan untuk menjadi sekretarisnya, namun tidak ada satu pun yang Zidan pilih.

Besoknya, tiba-tiba saja datang Disa yang berpakaian rapi dan di umumkan secara resmi menjadi sekretasinya. Vanya yang merekrutnya, dan dengan keterpaksaan Zidan menerimanya.

Disa yang turun dari mobil Zidan selalu saja menjadi sorotan dari mata para karyawan lain, setiap hari ia hanya menjadi bahas gosip di kantor.

Ia berjalan di balik punggung Zidan sambil menunduk.

"Aduh!!"

Disa tersandung dan menabrak punggung besar Zidan, saat Zidan berbalik ia melihat gadis itu hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Persis seperti Aurin, lagi - lagi gadis itu muncul di fikirannya.

"Ngapain? " tanya Zidan datar.

"Maaf pak, saya tidak sengaja."

Tidak ada respon yang Zidan berikan, ia hanya acuh dam berjalan masuk ke dalam ruangan. Baru saja ingin duduk, ia malah di kejutkan dengan benturan di kepalanya.

"Astaga!!"

Zidan menghela nafas kasar, sudah pasti itu adalah perbuatan Vanya.

"Kalau kakak masih suka bersikap dingin, nggak bakalan ada sekretaris yang bakalan betah kerja sama kakak." ujar Vanya.

Jika ingin tahu, sudah lama Disa tahan menghadapi dinginnya sikap Zidan padanya. Selama tiga tahun, Disa mulai menyimpan rasa padanya.

Zidan tahu betul apa yang terjadi dan lebih memilih untuk diam, ia hanya ingim Disa fokus bekerja tanpa membahas soal perasaan.


"Sekarang, kalian berdua bisa keluar, saya masih banyak pekerjaan." ucap Zidan mempersilahkan Vanya dan Disa keluar dari ruangannya.

Vanya memandang kakaknya malas, lalu menarik tangan Disa keluar dari ruangan kakaknya.

"Sabar yah, kakak gue emang gitu."

"Iya, udah biasa kok, santai aja."

"Ikut gue ke satu tempat, yuk."

"Kemana?"

"Udah ikut aja, tempatnya cantik kok." ucap Vanya lalu menarik paksa kembali tangan sahabatnya.

Saat sampai di tempat yang Vanya maksud, Disa menatap sahabatnya heran. Di hadapannya saat ini adalah makam yang sangat cantik, terawat dan bunga segar yang di ganti setiap harinya. Di atasnya terdapat tulisan "Aurina Salsabila".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AURINA [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang