"Zoe, kau menempatkan barangnya terlalu ke kiri," Serena menggelengkan kepala.
Aku mengangkat tong yang penuh dengan tomat sedikit ke kanan. Sekarang sekitar pukul 6 pagi dan kita berdua memutuskan lebih pagi kami berangkat ke pasar, lebih baik. Serena dan aku memutuskan untuk mengambil jadwal sore untuk bersekolah.
Kami membuka lapak kami yang lumayan luas. kami berusaha menjaga lapak kami sebersih mungkin meski sampah tambang dan sampah organik lainnya bertebaran di sekitar pasar.
Belum sempat kita bersiap-siap, seorang pemuda berambut hitam dan berkulit putih pucat datang bersama kedua temannya--perempuan dengan rambut hitam pekat yang bergelombang indah dan satu pemuda lain berambut pirang sebahu yang agak ikal--mendatangi lapak kita. Si pemuda berambut gelap mundur selangkah seolah mempersilakan si perempuan untuk maju.
Si perempuan memandangku dan Serena secara bergantian.
Aku menahan napas.
Mereka bertiga mengenakan pakaian serba hitam. Kedua lelaki tersebut memakai jaket hitam berbeda motif dan celana jins kebiruan. Sedangkan si perempuan memakai mantel panjang yang hampir mencapai betisnya, kaos hitam tipis dan celana pendek ketat sepaha sedangkan kulit kakinya yang tidak tertutup celana, dibungkus benda bernama stocking atau begitulah namanya. Mereka bertiga terlalu tertutup dan...mewah.
"Aku ingin membeli wortel," katanya. Aku segera mengambil bungkus berisi wortel oranye yang segar. "...dan daging."
Aku menatapnya. "Kami tidak berjualan daging,"
"Oh, ya? Kukira pekerjaanmu berburu," kata perempuan itu datar.
"Jocelyn," si lelaki pirang memperingatkan tanpa melirik si perempuan yang sudah punya nama itu. Ia menatap tanah.
Aku kehabisan kata. Aku tidak penasaran identitas mereka. Aku penasaran bagaimana mereka tahu identitasku. Mungkin berburu hanya identitas kecil yang umum diketahui orang. Masalahnya, aku tidak pernah melihat mereka ketika aku sedang berburu.
Kuputuskan untuk mengabaikan mereka dan membungkus wortel. Serena bergeming. "Tukang daging ada di seberang lapak kami. Tepat di belakangmu," katanya. Aku ingin membekap mulutnya.
Jocelyn menyeringai. "Kami tidak tertarik pada lapak itu,"
Laki-laki dengan rambut gelap hanya menatap Serena tanpa ekspresi.
"Ini," kataku menyerahkan wortelnya. Ia membayarku.
"Terkadang lebih baik kau melihat melalui jendelamu yang berembun daripada membukanya. Kau tidak tahu apa yang sebenarnya terlihat," adalah nasihat dari Jocelyn si ramah itu.
Takut. Takut.
Aku merasa diawasi. Aku merasa diintai. Apa dia memperhatikan Serena juga?
Mereka itu apa?
"Terima kasih," aku mengucapkan dengan mulut terkatup.
Saat mereka bertiga berjalan berbalik, aku nelihat si lelaki pirang menatap tidak setuju pada Jocelyn.
Apapun itu, aku akan segera membeli tirai hitam untuk jendelaku.
Serena menatapku. "Kau kenal mereka dan tidak bercerita padaku?"
"Demi Tuhan," aku berjanji, "mereka tidak pernah bercerita padaku bahwa mereka mengenalku."
Ia berusaha untuk tidak tersenyum. Kami menjajakan dagangan lagi pada pembeli-pembeli yang lebih waras meski pikiranku kemana-mana.
Mereka tak mungkin melihatku ketika sedang mandi, kan?
Tidak.
Siangnya, aku dan Serena me utup lapak dan menyempatkan diri untuk mampir ke toko tekstil kecil yang pemiliknya adalah sahabat ibu kami. Kami biasanya memanggilnya Ibu Teresa.
Setelah selesai membeli barang yang dibutuhkan, kami berjalan ke rumah. Pikiranku masih membayang dan seketika aku juga memikirkan Randell. Aku mencengkram kain renda hitam yang tadi ku beli kuat-kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Creatures
FantasyZoeanne Javelyn gadis tiga belas tahun yang hidup di abad yang mengerikan berusaha bertahan dalam kekacaubalauan dunia. Mencoba bertahan hidup bersama kembarannya, Serena, serta ibunya dengan caranya sendiri. Sebelum ramalan aneh terucap dari seseor...