Hari Kamis. Kelasku sedang praktek Biologi. Praktek pasal sistem anatomi tubuh hewan baik reptil maupun mamalia. Aku yang satu kelompok dengan Keju, Karamel, dan Almond membedah hewan kadal. Uh, percayalah, aku geli sekali. Sungguh-sungguh geli. Jangankan aku yang perempuan, Almond yang laki-laki saja takut.
Riuh suasana laboratorium terasa manakala guru Biologi keluar kelas. Tapi sebelum pamit keluar yang katanya sebentar, beliau ingin selama kegiatan praktek diabadikan dalam bentuk foto. Coklatlah yang di beri mandat untuk memfoto semua kegiatan teman-teman. Foto dengan kamera milik Pak Guru Biologi.
Kucuri pandang Coklat, dia sedang sibuk membantu Kopi dan teman-teman satu kelompoknya membedah tikus. Penasaran, bagaimana cara dia menangkap tikus? Karena yang bertugas untuk membawa hewannya adalah siswa laki-laki dari tiap kelompok. Kucuri pandangnya lagi, kali ini Coklat sedang memfoto teman-teman. Coklat mengambil foto sambil tersenyum. Sesekali Coklat juga ikut meneliti kelompok lain. Kemudian dia berjalan ke arah kelompokku. Aku langsung terkesiap mengalihkan pandangan ke kadal yang sedang kami kuliti.
"Mond, bawa kadal?" Coklat bertanya pada Almond.
"Iya. Kelompok lu bawa apa?" Almond bertanya pada Coklat tanpa mengarahkan pandangan matanya ke Coklat. Tentu saja, Almond sibuk membuka perut kadal yang sedang di eksekusi dengan hati-hati dan geli.
"Tikus. Kemarin lu nggak ikut, sih."
"Kalian ninggalin, ah."
"Hehe. Sorry. Sini, foto."
Kami berempat lalu menghadap kamera. Seketika wajah kami sumringah sekali padahal kalau lihat kadal jadi takut lagi.
"Satu.. dua.. tiga. Oke" Coklat memandang hasil fotonya tersenyum.
"Mana sini, lihat!" Kata Karamel.
"Nih" Coklat menyodorkan kamera lalu berjalan mendekati Almond.
Aku? Bagaimana aku?
Aku hanya tak bisa terus lepas barang sedetik dari memandangnya. Tentu semua itu kulakukan dengan cara halus agar tak ada satu orang pun di kelas yang tau kalau aku sedang melakukan kejahatan, curi pandang.
"Gila! Udah di bedah jantungnya masih berdetak aja nih, kadal" teriak Coklat takjub.
"Mana? Mana?" Keju dan Karamel ikut nimbrung setelah puas melihat hasil foto.
"Iya, ih. Keren banget nih, kadal" Keju juga takjub. Aku juga takjub melihatnya. Tapi tak berkomentar.
"Mana kameranya?" Tanya Coklat ke Karamel.
"Tuh, di Keju."
Kulihat raut wajah Coklat berubah jadi malas, tau bahwa ia harus mengambil kamera di tangan mantannya.
"Kameranya?" Coklat menadahkan tangan kanannya.
"Kalau mau kamera jawab pertanyaanku dulu" sergah Keju manja.
"Itu kamera guru. Nggak usah aneh-aneh. Cepet sini!"
Keju memberikan kameranya ke tangan kanan Coklat dengan ekspresi kesal. Kedua kakinya bahkan menepuk-nepuk lantai.
"Kenapa nanya gitu, sih? Ada-ada aja" Karamel terlihat geram dengan tingkah temannya.
"Ya, kan, aku masih suka sama dia."
"Harga diri, Ju. Harga diri."
Oh, jadi, Keju masih suka dengan Coklat. Sebenarnya memang terlihat sekali kalau Keju masih suka. Tingkahnya tidak bisa ditutupi. Dan jika kulihat dari kejadian tadi, sepertinya Coklat kurang suka dengan Keju. Apakah aku harus senang setelah tau hal ini? Entah. Aku juga bingung. Ingin senang, tapi takut dosa jika senangnya di atas penderitaan orang.
YOU ARE READING
DONAT DAN COKLAT
Roman pour AdolescentsKuberitahu, bagiku, cinta seperti Donat. Donat, makanan polos yang belum ada rasa. Ia bisa menjadi manis seperti Coklat. Pahit seperti Moka. Asam seperti Stroberi. Atau kecut seperti Keju. Cinta bagai Donat yang bisa jadi berbagai macam varian rasa...