"Hinata, ayo!" Sakura menarik-narik lengan Hinata yang enggan pergi ke kantin padahal bel sudah berbunyi sepuluh menit lalu.
"Kalian saja yang pergi, aku akan tetap di kelas."
"Ehh, benarkah ini Hinata?" Ino menempelkan tangannya di kening Hinata, memeriksa suhu tubuhnya. Takutnya ia terserang demam, sehingga berbicara ngawur.
"Dia takut ditolak."
Sial!
Lagi-lagi Temari dapat menebak isi hati Hinata. Ia sudah seperti paranormal yang selalu jitu meramal orang.
Hinata akhirnya bangkit berdiri, memutuskan untuk tidak memikirkan respon Naruto. Toh belum tentu Naruto akan langsung membacanya, mengingat banyak sekali surat di kotak sepatunya tadi.
"Ayo, pergi!" Hinata hendak melangkah keluar kelas.
"Hinata." Tiba-tiba Kiba memanggilnya.
"Apa?" Hinata melirik Kiba dengan malas.
"Naruto-senpai menunggumu di luar."
"Apa? Yang benar?" Ino berteriak.
Jantung Hinata hampir melompat keluar. Bahkan suaranya agak bergetar saking kagetnya, ia lalu berdehem untuk menutupinya.
"Aku akan ke sana." Hinata melirik ketiga sahabatnya di belakang, "kalian duluan saja." Hinata pergi diikuti Kiba.
***
Di luar, Naruto terlihat bersandar di dinding dengan tangan kiri yang dimasukkan ke dalam saku celana. Ia tak mengenakan kardigan atau jas, hanya kemeja putih seragam dan dasi, memperlihatkan otot tangannya. Hinata meneguk ludah melihat penampilan Naruto yang tiga kali lebih tampan dari biasanya.
"Senpai, ini orangnya." Setelah mempertemukan Hinata pada Naruto, Kiba pun pergi meninggalkan mereka berdua di koridor.
"A-ada apa?" Hinata tergagap. Ia sebenarnya tak siap bertemu Naruto, apalagi mengingat setiap kata pada surat cintanya, ia jadi ingin mengubur diri dan bersembunyi jika bertemu.
"Kau Hyuga Hinata, kan?"
"I-iya."
Naruto tersenyum. "Balasan suratmu. Aku mau."
Hinata hampir pingsan. Apa ia tak salah dengar? Pendengarannya masih normal, kan?
"Tunggu aku latihan, ya? Kita pulang bersama nanti."
Hinata mengangguk kaku, masih kaget dengan jawaban Naruto.
Naruto kembali tersenyum, "baiklah, sampai jumpa nanti."
Akhirnya Hinata bisa bernapas lega, sedari tadi seperti ada yang mencekik lehernya. Sungguh ternyata berada di dekat Naruto tak baik bagi jantung dan pernapasannya.
"Jadi bagaimana?" Kata Temari yang sedari tadi ngintip bersama Ino dan Sakura dari balik pintu kelas.
"Naruto-senpai menolakmu, ya?" Tebak Sakura.
"Dia menerimaku."
"Apa?" Kali ini bukan Ino saja yang berteriak.
"Kalian benar-benar akan membuatku tuli."
"Waw ... ternyata selera Naruto-senpai tidak terlalu tinggi." Kata Ino.
"Jadi kau mau bilang aku ini jelek?" Hinata merasa tersinggung.
Ino hanya tersenyum dengan mengacungkan tanda perdamaian di kedua jarinya.
"Sepertinya surat cinta setengah bercanda itu berhasil." Kata Temari.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Love You, Naruto (END)
FanfictionHyuga Hinata dikenal sebagai berandalan sekolah. Gadis urakan yang menjadi bagian dari sebuah geng berisi empat gadis cantik. Namikaze Naruto adalah ketua osis di sekolah. Sosok sempurna yang menjadi bagian putih dari sisi lain seorang Hinata. Pemud...