Menunggu. Aku tidak suka kata itu, sama sekali tidak. Kata yang berasal dari kata dasar tunggu ditambah dengan imbuhan awalan men, lalu terbentuklah kata 'menunggu' yang telah mengalami proses afiksasi.
Menunggu. Dalam kamus besar bahasa Indonesia menunggu memiliki arti 'tinggal beberapa saat di suatu tempat dan mengharap sesuatu akan terjadi (datang)'. Dari artinya saja sudah terdengar sangat menyedihkan apalagi proses dari menunggunya.
Aku seperti mengkhianati diriku sendiri, kini aku tidak lagi benci menunggu sebab kini menunggu sudah menjadi teman baikku. Menunggu sudah menjadi bagian dari hariku. Menunggu dan menunggu. Ya, aku menunggu seseorang dari masa lalu datang kembali kepadaku dengan cintanya yang masih utuh seperti dulu.
Hari ini, aku datang kembali ke tempat dimana dia pergi meninggalkan kota kelahirannya untuk menuntut ilmu di UGM, yogjakarta. Seperti enam bulan yang lalu, aku datang dengan ditemani novel yang tebalnya hanya 250 halaman. Novel selalu menjadi teman setiaku, ketika aku duduk menunggu kereta yang datang membawanya untukku.
Bara. Lelaki yang sedang ku tunggu kedatangannya ini pernah menjadi kekasihku selama tiga tahun. Lelaki yang telah berhasil mencuri hatiku sejak kami masih sama-sama duduk di bangku sekolah menengah atas kelas dua. Bara, adalah alasan rindu dan sayangku. Dia telah menempatkan dirinya dalam relung hatiku yang paling dalam, sehingga semua hal yang tidak menyenangkan akan menjadi menyenangkan ketika semua hal itu berhubungan dengannya. Seperti yang sedang ku lakukan sekarang ini, menunggu.
Aku duduk di kursi panjang yang tidak terlalu dipenuhi orang-orang. Suasana stasiun kereta api siang ini tidak terlalu sibuk, aku bisa melihat tempat pembelian tiket yang tidak dipenuhi dengan antrean panjang. Orang-orang pun bisa berjalan dengan santai, tanpa harus berdesakan dengan sesamanya. Di samping dan belakangku terlihat beberapa kelompok orang yang sedang mengobrol ringan. Aku tidak tahu apakah para kelompok itu sedang menunggu kereta yang akan membawa seseorang untuk mereka, ataukah justru menunggu kereta yang akan membawa mereka.
Aku tidak bisa memastikan apakah orang yang aku tunggu akan benar-benar datang. Bahkan sebenarnya aku tidak tahu apakah saat ini Bara benar-benar sedang berada dalam kereta yang akan tiba satu jam mendatang. Sungguh, aku benar-benar tidak tahu. Semenjak satu tahun yang lalu, setelah kejadian itu terjadi, aku tidak pernah lagi mengetahui kabarnya. Dia memutuskan semua hubungan denganku, akun sosail mediaku pun semua dia blok.
Kedatanganku kesini menunggunya, hanya bermodalkan pengetahuan saat aku masih menjadi kekasihnya. Bara akan pulang menggunakan transfortasi publik kereta api, setelah stau minggu kampusnya mengumumkan jadwal libur akhir semester. Aku percaya, Bara adalah orang yang konsisten, dia tidak akan mudah mengganti kebiasaannya. Meskipun sebenarnya, aku sudah mulai ragu karena enam bulan yang lalu aku berada di sini dengan tujuan yang sama, namun dia tak kunjung datang.
Berdasarkan pegalaman saat menjadi kekasihnya juga aku menunggu kereta api yang jadwal kedatangannya pukul dua siang. Seperti yang pernah Bara katakan, dia tidak suka dengan jadwal kedatangan kereta pagi atau pun malam. Dia lebih suka jadwal kedatangan kereta siang, karena katanya agar aku bisa selalu menjemputnya. Ah, Bara.
Aku menatap jam yang melingkar di pergelangan tanganku, masih tiga puluh menit lagi. Ku arahkan pandanganku kepada rel yang menjadi jalan pribadi untuk kendaraan yang memiliki banyak gerbong itu. Masih terlihat jelas, bagaimana aku memeluk sosoknya dengan penuh rindu, saat Bara baru saja menuruni kereta. Di tempat inilah untuk pertama kalinya kami bertemu setelah enam bulan lamanya dibentengi oleh jarak sekitar 573 km.
Menunggu tidaklah sulit ketika orang yang ditunggu dipastikan akan datang. Namun kasusku berbeda, aku sudah mencoba untuk tidak selalu menunggu kedatangannya namun rinduku terus saja memaksaku untuk menunggunya. Rindu dan menunggu, dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Aku dan kamu, dua hal yang tidak bisa dipertemukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TERDALAM
Kurzgeschichten"Kumpulan cerita pendek tentang cinta yang biasa, namun memiliki banyak rasa di dalamnya."