“Doyoung-ah!” mendengar panggilan itu Doyoung segera berbalik ke arah suara. Dia kini sedang ada di taman luar Rumah Sakit tempat Jaehyun dirawat. Dia tersenyum saat melihat orang yang memanggilnya kini sedang menuju ke arahnya dengan setengah berlari.
“Taeyong-ah?” panggil Doyoung, “sedang apa di sini?” tanyanya.
“Oh.. Aku ingin menjenguk Jaehyun. Apa boleh? Hm.. Dia tidak membenciku, kan?” tanya Taeyong. Doyoung tersenyum sedikit.
“Kalau kau tidak mencoba menemuinya, kau tidak akan tau, kan?” Taeyong mengangguk sambil melempar senyumannya, menunjukkan lesung pipi yang membuatnya terlihat sangat tampan. Mau tidak mau, Doyoung membalas senyuman itu. Yah, senyuman Taeyong itu menular.
Sejak kejadian di rumah Jaejoong waktu itu, Taeyong sepenuhnya telah menyerah atas Doyoung. Dari kejadian itu, dia bisa melihat betapa Jaehyun menyesali semua perbuatannya terhadap Doyoung, dan betapa Doyoung juga masih sangat mencintai Jaehyun.
Apalagi Taeyong selalu mendapati Doyoung di Rumah Sakit, dia merawat Jaehyun. Bahkan saat Jaehyun belum sadar, dia selalu menemani Jaehyun, mengajaknya bicara, atau sekedar menangis sambil memegangi tangan Jaehyun.
Mereka berjalan berdua ke kamar Jaehyun sambil bercanda dan sesekali tertawa.
Tanpa mereka ketahui, seseorang sedang duduk di kursi roda sambil memperhatikan mereka berdua. Orang itu, Jung Jaehyun, sedang menatap keceriaan mereka dari lantai dua, dari jendela kamarnya yang berhadapan langsung dengan taman itu.
Jaehyun memejamkan matanya. Perlahan, tangannya bergerak ke dada kirinya dan meremas pakaian yang dia pakai tepat di atas jantungnya.
“Rasa sakit ini.. aneh sekali..” gumamnya dengan mata masih terpejam. Jaehyun lalu membuka matanya, dan seiring dengan itu setetes airmata jatuh dari mata kirinya.
“Lee Taeyong? Bukankah dia mencintai Doyoung-ku?” Jaehyun bertanya. Entah pada siapa. “Doyoung-ku?” dia tertawa miris. Apa dia masih berhak bicara begitu? Bagaimanapun, kondisinya sekarang tidaklah sama sengan kondisinya dulu.
Jung Jaehyun yang sekarang bukanlah Jung Jaehyun yang sempurna seperti dulu, namun kini dia hanyalah orang cacat yang hanya akan menyusahkan orang-orang di sekelilingnya. Bukankah Doyoung sudah cukup menderita karenanya? Apa dia tega untuk menyusahkan Doyoung lagi? Oh, tidak. Jangan lagi.
Jaehyun menghapus pipinya yang sudah basah. Tidak lama kemudian, datanglah Doyoung dan di belakangnya diikuti oleh Taeyong.
“Pagi, Jae..” Doyoung segera berjalan ke arah Jaehyun yang sedang duduk di kursi rodanya. Doyoung merasa aneh saat dia akan mencium Jaehyun seperti biasa, dia malah menghindar.
“Wae?” tanya Doyoung heran. Tidak biasanya Jaehyun begitu. Selama di Rumah Sakit dia selalu bersikap baik pada Doyoung. Ya, bersikap seperti apa yang diinginkan Doyoung, baik dan mencintainya.
“Taeyong-ssi, kau ke sini juga?” tanya Jaehyun dingin. Mendengar itu, Taeyong hanya tersenyum kikuk. Yah, mungkin Jaehyun masih marah padanya. Taeyong hanya berpikiran positif saja.
“Bagaimana keadaanmu?” tanya Taeyong. Jaehyun tersenyum miris.
“Keadaanya sudah membaik, beberapa hari lagi mungkin sudah diizinkan pulang oleh dokter. Jaehyun belakangan ini sudah menunjukkan banyak per~”
“Aku lumpuh.”
Doyoung terhenyak. Jaehyun memotong kalimatnya dengan sebuah pernyataan yang menyakitkan hati Doyoung. Dia tidak menyangka Jaehyun akan mengatakan kondisinya segamblang itu.
“A-apa? Lumpuh?” tanya Taeyong tidak percaya.
Keadaan Doyoung tidak jauh berbeda dengan Taeyong. Taeyong juga kaget, ditambah lagi dengan wajah Jaehyun yang kini memasang senyum yang benar-benar sulit diartikan. Senyuman yang menunjukkan bahwa dia terluka, bahwa dia.. menyerah?