Ep 2. part 1

22 2 0
                                    

Entah bagaimana ceritanya, aku tak begitu faham. Pagi itu aku melihat Hana berjalan sejajar Bersama Aksa. Kau tahu apa yang kurasakan saat itu? Aku tak bisa mengatakan bahwa aku tengah cemburu karena aku juga tidak terlalu mengetahui kenapa aku merasa tidak senang apabila aku melihat Aksa dengan siswa lain. Harus kalian ketahui bahwa Aksa, sejak dari kami SMP dia selalu bersamaku. Maksudku, selalu menjahiliku dan membuatku merasa bahwa aku orang special untuknya. Apa mungkin itu hanya perasaanku saja.
“Kamu cemburu ris?” tanya Maria saat menghampiriku usai memarkir motornya di samping motor Gugun.
“Apa? Cemburu? Bercanda kamu mar”
“Sudah jujur saja. Kamu suka Aksa dari dulu kan”
“Kalo ngomong itu lho… sembrono banget”
Aku hanya heran, mengapa bisa dia berangkat dengan Aksa, mengapa tidak berangkat Bersama Anggit. Lalu bagaimana dia bisa sekolah? Siapa yang berkenan membiayainya?
Pagi itu mendung, hampir hujan dan sepertinya ada beberapa titik yang sudah hujan, terbukti dari adanya beberapa guru yang sudah mengenakan jas hujan mereka saat memasuki gerbang sekolah.
Sebelum akhirnya benar-benar hujan, aku ingin memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Aksa itu susah sekali ditebak. Terkadang dia mengacuhkanku, tak jarang pula Ia memperhatikanku seolah hanya aku orang yang perlu Ia perhatikan. Pernah dulu ketika kami masuk di kelas yang sama saat kami berada di sekolah menengah pertama.
“Maria ya?”
“Ngarang”
“Oh Namanya ngarang”
“Gemblung”
“Oh Ngarang gemblung. Namanya unik”
“Siapa sih”
“Aku Aksa. Sepertinya kita akan sekelas. Oh iya, rambut kamu rontok tu”
Dia lantas pergi menjauh setelah mengatakan bahwa rambutku rontok. Oh iya, dia tadi memanggilku Maria jika tidak salah. Sungguh rasanya ingin kucakar mukanya saat dia mengatakanya. Dia itu kan bisa baca, jelas-jelas sudah terpampang bahwa aku adalah Riris.
“Dasar minus”
Batinku saat itu, aku yakin itu adalah cara mendekatiku. Demi apapun ya, saat itu kita baru saja masuk SMP, sebegitu salah asuhkah dia sampai dia menjadi dewasa sebelum waktunya? Tidak ada sejenakpun dalam fikiranku kala itu untuk menjalin hubungan dengan anak laki-laki dengan judul” Pacaran” itu terlalu dini.
Namun lambat laun aku mengenal Aksa, ia menjadi semakin aneh. Kelas satu aku sekelas denganya, tapi kelas dua aku tidak sekelas dengannya dan ketika kelas tiga aku kembali sekelas dengannya. Entah ini perasaanku atau tidak. Yang jelas, kurasa Ia memiliki kepribadian ganda.
Dalam kurun waktu yang berbeda terkadang Ia bisa menjadi makluk yang dingin dan ambisius untuk mendapatkan sesuatu yang disebut dengan “Ranking” atau prestasi sekolah. Sedangkan dikondisi yang lain, dia bisa terlihat sangat acuh terhadap sesuatu yang berbau Pendidikan.
Dulu ketika masih SMP, aku memang selalu bersamanya karena memang dia dan aku adalah salah satu anggota OSIS. Sebenarnya cuman asal ikut-ikutan saja biar tidak cepat pulang kerumah.
Aku senang dan nyaman ketika Bersama Aksa, tapi dia itu sangat usil dan aneh. Terkadang saja saat kepribadianya berubah, Ia bisa lupa dengan apa yang dia lakukan hari-hari sebelumnya. Aku pernah menanyakan hal itu pada neneknya tapi aku tau neneknya itu pasti sedang berbohong.
Aku mencoba bertanya pada nenek dan kakeknya sendiri saat aku kelas dua, mereka cukup asyik untuk ukuran seorang yang sudah bisa di bilang sepuh. Sekarang mereka telah wafat dan dimakamkan di makam pahlawan semarang, hehe. Aku bercanda tentang hal itu. Mereka bukanlah pahlawan untuk apa dimakaman disana. Yang jelas mereka adalah pahlawan untuk Aksa dan sudah dimakamkan di salah satu makam yang ada di semarang. Terimakasih nenek dan kakeknya Aksa Aku tak ingin menyebutkanya nanti kalian datang menemuinya, serem lho.
“Nek, aku kawannya Aksa nek”
“Oh iya nduk. Ada perlu apa ya?”
“Oh tidak ada nek. Aksanya dirumah?”
“Tidak ada nduk. Kamu kawan sekelasnya?”
“Bukan nek, hanya kawan seorganisasi”
“Lalu?”
“Aksa itu kenapa nek?”
“Kenapa, pripun nduk?”
“Dia kalau di sekolah aneh nek”
“Aneh?”
Belum sampai pertanyaanku dijawab, Aksapun datang dan memotong pembicaraanku dengan neneknya. Orang ini benar-benar seperti amoeba, apa dia bisa membelah diri? Jelas-jelas tadi aku melihatnya di ruang musik.
“Nenek aku lapar”
“Nenek ambilkan ya sayang”
“Nenek aku suka sambalnya, yang banyak”
“Nanti kamu diabetes lho”
‘Mencret nek bukan diabetes”
“Nah itu tau”
Sungguh aku mau ketawa saat neneknya berkata” diabetes” sepertinya dia itu penuh dengan kasih sayang. Tapi aku tidak melihat orang tua mereka disana. Hanya ada kakek dan neneknya, kakek sedang menonton acara tv kala itu.
“Tebakanku benar”
“Apa?”
“Kamu itu menyukaiku”
“Percaya diri sekali”
“Alasanya apa kemari?”
“Ada titipan dari OSIS”
“Bohong”
“Untuk apa bohong?”
“Supaya bisa datang kemari. Boleh aku menebak”
“Apa?”
“Kamu kesini untuk mencari tau tentangku kan?”
“Aku mau ke kamar mandi”
Aku lari kebelakang mencari kamar mandi yang memang sebelumnya sudah pernah kudatangi. Nenek yang menunjukanya tadi sebelum Aksa pulang.
“Sakit perut nduk?”
“Mboten mbah”
Neneknya itu baik sekali. Aku disuguhi makanan yang enak-enak disana. Kurasa memang Aksa itu lahir dari keluarga yang cukup. Ooh bukan hanya sekedar cukup tapi berada. Ketika aku melihat foto mereka bertiga aku hanya bertanya” Kemana orangtuanya?”
Oke, mari kembali ke Hana lagi. Aku masih memiliki banyak pertanyaan mengapa Dia bisa berada di sekolahku. Lalu, bagaimana dia bisa berada disamping Aksa sekarang? Dengan akrabnya. Kalian harus tahu, Aku tidak lantas percaya kepada apa yang dikatakan Maria dan Anggitya saat mereka mengatakan bahwa Hana mengaku sebagai anakku. Apa lagi dengan apa yang dikatakan oleh Hana secara langsung padaku. Jangan-jangan Hana hanya ingin mendekati Aksa saja.
Akhirnya akupun menanyakanya pada Anggit perihal keberangkatan Hana.
“Kenapa bisa?”
“Bapakku sayang”
“Bapakmu itu genit nggit”
“Ibukku juga sayang kok”
“Cinta?”
“Bukan, kalo cinta hanya untuk aku, anak semata wayang”
“Biayanya juga ditanggung?”
“Akhirnya, iya”.
Ternyata Anggit dan Maria tidak mengatakan kepada keluarga mereka bahwa Hana itu hadir dari masa depan. Jelas sajalah, mereka pasti mengerjaiku saja. Tapi ketika ku bahas soal itu. Mereka benar-benar kekeuh mempertahankan bahwa apa yang diucapkan Hana itu benar adanya. Mulai dari saat itu, praktis ada yang ditutupi oleh mereka berdua.

Aksara JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang