Ep 2. Part 2

15 2 0
                                    

Oke, mari kembali ke Hana lagi. Aku masih memiliki banyak pertanyaan mengapa Dia bisa berada di sekolahku. Lalu, bagaimana dia bisa berada disamping Aksa sekarang? Dengan akrabnya. Kalian harus tahu, Aku tidak lantas percaya kepada apa yang dikatakan Maria dan Anggitya saat mereka mengatakan bahwa Hana mengaku sebagai anakku. Apa lagi dengan apa yang dikatakan oleh Hana secara langsung padaku. Jangan-jangan Hana hanya ingin mendekati Aksa saja.
Akhirnya akupun menanyakanya pada Anggit perihal keberangkatan Hana.
“Kenapa bisa?”
“Bapakku sayang”
“Bapakmu itu genit nggit”
“Ibukku juga sayang kok”
“Cinta?”
“Bukan, kalo cinta hanya untuk aku, anak semata wayang”
“Biayanya juga ditanggung?”
“Akhirnya, iya”.
Ternyata Anggit dan Maria tidak mengatakan kepada keluarga mereka bahwa Hana itu hadir dari masa depan. Jelas sajalah, mereka pasti mengerjaiku saja. Tapi ketika ku bahas soal itu. Mereka benar-benar kekeuh mempertahankan bahwa apa yang diucapkan Hana itu benar adanya. Mulai dari saat itu, praktis ada yang ditutupi oleh mereka berdua.
“Sudah hampir seminggu lho mar”
“Kenapa?”
“Dia tidak kembali ke keluarganya?”
“Sudah, tapi ditolak. Tidak dipercayai dia”
“Kenapa bisa?”
Obrolanku terhenti ketika Aksa menghampiriku. Tidak seperti biasanya, Dia terlihat begitu serius dan sangat angkuh. Jelas kepribadianya berubah lagi.
“Aku tidak mau ikut”
“Ikut apa?”
“Lomba?”
“Kamu saja yang ikut”
“Aku saja terpaksa”
“Piye to, kamu jangan mundur. Aku saja”
“Emoh, enggak mau”
Ternyata Aksa mendatangiku karena Ia ingin mundur dari perlombaan. Dia fikir Dia saja yang malas aku pun sama. Sejatinya kukatakan pada kalian, sungguh ada orang yang lebih kompeten dan lebih mampu mengikuti perlombaan ketimbang aku. Tapi aku juga tak mengerti mengapa Pak Haryo memilih kami berdua. Aku itu pandai hanya sekedar bisa tapi tidak cerdas, terkadang aku merasa tidak nyaman dengan Ratna. Harusnya dia yang dipilih, bukan aku. Kalian harus tau, aku sering tidak ikut latihan jika Aksa tidak berangkat. Aku ingin menjadi siswi biasa saja karena memang aku bukanlah siswi yang special justru cenderung ndableg atau nakal. Tapi nilai ku tidak pernah dibawah rata-rata pasti selalu ada di lima besar. Namun walaupun begitu, sebenarnya aku juga tidak terlalu menyukai yang Namanya kompetisi, untuk apa sih kompetisi. Manusia itu punya cara masing-masing untuk menjadi seorang pemenang. Dan aku ingin menjadi pemenang untuk diriku sendiri.
“Yasudah, tidak perlu berlomba saja”
“Maksudnya”
“Aku tadi bilang ke pak Haryo”
“Bilang apa?”
“Kamu dilarang ikut lomba”
“Dilarang siapa?”
“Aku”
“Kok bisa begitu?”
“Ya bisa”
“Memangnya kamu bapakku?”
Aksa itu benar-benar aneh. Sungguh, kalian harus tau. Pernah waktu itu aku belajar bersamanya dengan subjek Matematika. Hanya satu soal yang begitu mudah dia tak mampu mengerjakannya. Tapi di satu kondisi yang lain, Diapun mampu mengerjakanya hanya dalam hitunngan menit. Maka banyak yang mengatakan bahwa Aksa memiliki kepribadian ganda. Tapi jangan salah, ketika kepribadianya berubah dan kepandaianya hilang, bukan berarti dia benar-benar bodoh dan idiot. Sekali lagi, setiap siswa memiliki kemampuan masing-masing dan tidak bisa disamaratakan. Yang tidak pandai Kimia bukan berarti bodoh, tapi memang bakatnya bukan disana, itu saja.
Dia itu paling pandai dalam pelajaran yang berbau seni. Entah itu seni lukis, fotografi, music dan yang lainya. Pernah aku melihat beberapa karyanya yang Ia kumpulkan saat pelajaranya Pak Narto, Milikknya pasti selalu jadi andalan dan selalu mendapat nilai yang bagus. Aku kalah jika diadu hal macam itu denganya dan aku juga tidak ingin diadu denganya.

“Aku duluan ya ris, kamu pulang bareng Aksa saja, dia nungguin di gerbang”
“Lho kok gitu”
“Aku ada les, Mbak Rani nunggu lama nanti”
“Yasudahlah”
Aku berjalan pelan menuju gerbang, tidak kudapati Hana ataupun Aksa. Tiba-tiba Anggit menghampiriku dari belakang, kaget betul lho aku.
“Ris”
“Mau bikin aku cepat mati ya?”
“Bukanlah, oh ya, Aksa nungguin kamu tu di gerbang”
“Sudah tau, lagipula aku juga bisa pulang sendiri kok”
“Halah, seneng kan pulang bareng Aksa”
“Dia ada apa sama Hana?”
“Kamu cemburu ya?”
“Nggak!”
Sepertinya aku salah nanya, aku berharap Anggit tidak berfikir macam-macam padaku, walau mungkin Ia sudah tau. Mungkin pipiku merah saat itu. Saat aku berbincang dengan Anggit menuju gerbang, aku akhirnya melihat Hana sambil menelisik
“Ada apaan sih?”
Anggit langsung menoleh ke arah kerumunan siswa yang tentu saja disana ada Hana
“Ooh, anak-anak heran sama Hana”
“Heran kenapa?”
“Lihat saja sendiri”
Langsung Anggit menarik tanganku dan menghampiri kerumunan itu. Tapi sebelum sampai disana Ia memintaku untuk menjaga rahasia bahwa Hana adalah manusia yang berasal dari masa depan.
“Ris, tapi janji ya, jangan bilang-bilang kalau Hana itu berasal dari masa depan. Bahaya…Cukup kamu, aku dan Maria saja yang tau. Oke”
Dalam hati aku ingin sekali berteriak di telinga Anggit “Aku itu tidak percaya pada Hana, lalu untuk apa mengatakan pada orang-orang bahwa dia berasal dari masa depan. Bisa dikira edan nanti aku”
Segera aku mendengar riuhan tawa dari beberapa temanku disana yang juga tengah mengerumuni si Hana. Melihatku sampai disana, wajah Hana langsung berubah semakin berbinar. Sungguh aku takut bahwa dia memiliki kelainan dan menyukaiku. Jangan sampai itu terjadi…
“Riris…” wow, dia sudah tidak memanggilku ibu. Apa ini yang dimaksud Anggit dengan merahasiakanya berempat saja.
“Ris, coba ramal masa depanmu sama Hana. Dia tau banyak lho dan semuanya benar. Dia baru saja bilang pada kami bahwa yang mewakili olimpiade nantinya bukan kamu tapi Ratna. Kata Hana, kamu menyerahkannya pada Ratna karena Ratna lebih berhak maju” ucap Arip
Aku hanya berfikir, kan hanya aku dan Aksa yang tau perihal ini, lalu mengapa Dia bisa menebak begitu. Rasanya aku ingin menggagalkan ramalannya, tapi jika kugagalkan nanti aku disuruh sama Pak Haryo lagi.
“Hfft”
“Kenapa ris?”
“Nggakpapa”
“Ohiya, aku diramal bakal masuk perguruan tinggi incaranku di Jakarta”
“Kalian percaya?”
“Percaya lah”
“Kalian kan punya iman, masak percaya ramalan”
“Bukanya begitu ris. Hana dari tadi menebak sesuatu yang benar-benar kita alami, padahal dia tak pernah kami beritahu sebelumnya lho”
“Kalian itu…”
“Ingat waktu kita diperpus?
“Apa?”
“Aksa mengambil jaket untuk menutupi rok putihmu yang kena…”
Aku langsung memotong perkataan Arip saat Ia berniat melanjutkan ceritanya. Memalukan sekali jika diteruskan. Karena kejadian itu persis ketika aku sedang datang bulan, jika mereka tau aku pasti akan malu sekali.
“Sudahlah…kita semua disini sudah tau, kamu sama Aksa pasti ada sesuatu kan…” ucapnya lagi
“Tapi kok bisa sampe tembus gitu sih ris, untung Aksa nyelametin. Mulia sekali dia”
Langsung kupelototi Hana yang saat itu duduk Bersama Anggit. Dalam hati, ingin rasanya kucakar wajahnya tapi gagal ketika Ia menyampaikan maaf padaku.
“Maaf Riris, mereka nanya jadi aku jawab”
“Halah”
“Setelah ini piye?”
“Setelah ini, Aksa akan nyamperin Riris kesini sama bawa dua es cream”
“Wow….” serempak semua siswa heboh mendengar ucapan Hana.
“Ngawur kamu kalo ngomong” ucapku, Anggit langsung melotot padaku saat itu.
“Benar kok”
“Ngapain dia bawa es cream?”
“Mau di kasih ke kamu”
Sontak seluruh siswa tambah histeris mendengar pernyataan yang diucapkan oleh Hana dan semakin pecah tertawanya ketika Hana mengatakan bahwa es cream itu diberikan tak hanya padaku tapi juga padanya. Aku yakin sekali wajahku memerah karena malu dan juga karena emosi.
Aku diam dan tak mempercayainya, tapi apa yang terjadi. Betulan, dia datang dengan membawa dua es cream ditanganya. Segera dia menyerahkanya pada Hana terlebih dahulu lalu menyerahkanya padaku sambil berkata “Nanti aku tambahin lagi”
Yakin banget aku saat itu tengah menjadi gadis SMA yang sangat bahagia karena diperlakukan seperti itu oleh orang yang cukup aku sayangi. Aku belum bisa bilang kalau aku cinta. Tetap, menurutku itu terlalu dini. Yang lebih kuherankan adalah ketika aku melihat Hana yang terlihat begitu bahagia karena melihat kami berdua. Bukanya dia harusnya marah atau terlihat cemburu padaku?
Sebisa mungkin aku mengondisikan wajahku yang saat itu mungkin seperti kepiting rebus diakibatkan rasa malu karena ucapan Aksa. Segera aku menangkis ucapanya karena aku tau, Dia pasti sedang mengerjaiku saat ini.

Aksara JawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang