Shelang #4

312 17 2
                                    

Pagi menjelang, sinar Mentari pagi mulai menembus celah-celah jendela kamar Elang. Cowok itu masih Setia meringkuk di bawah selimut tebalnya. Enggan membuka mata.

"Kak Elanggggg!" teriakan cempreng khas Auryn menggema di seluruh ruang tidurnya. Membuat Elang menutup rapat kedua telinganya.

"Kak Elang, bangun udah siang! Woy bangun woy!!" Auryn menarik paksa selimut Elang.

"Apasih lo dek! Pergi sana hus hus! Jangan ganggu tidur ganteng gue!" Elang masih menutup matanya. Tidak berniat membukanya sedikitpun.

Auryn tidak kehabisan akal. Ia mengambil gitar di sofa lalu mulai memetiknya keras-keras.

"Kalo lo nggak bangun juga, gue rusakin nih gitar kesayangan lo. Liat aja." Auryn mengancam Elang.

Mendengar Auryn mengancam seperti itu, Elang langsung membuka matanya dan merebut bodas, gitar kesayangannya dari tangan Auryn.

"Awas aja kalo sampe lo berani sentuh Bodas, gue patahin tangan lo!" ucap Elang sadis. Bukan apa-apa, tapi Elang sudah terlampau sayang pada Bodas. Benda mati yang selalu menemaninya di rumah itu.

"Dih! Sadis banget lo sama adek sendiri." Auryn mencibir.

"Bodo amat. Udah sana keluar. Gue mau mandi, jangan ganggu!" Elang kembali mendorong tubuh Auryn keluar kamar dan menutup pintu kamarnya dengan keras. Tapi tidak sekeras kemarin.

                                ***

Elang kini sudah siap dengan setelan seragam putih abu-abu bersihnya. Duduk di atas motor merahnya, menunggu Auryn yang sedang sibuk memoles diri dalam kamar. Elang memutar bola matanya jengah. Kenapa Auryn harus membangunkannya pagi-pagi kalau Elang masih harus menunggu Auryn bersiap diri selama ini.

Elang pernah berfikir, anak SMA jaman sekarang terlalu memikirkan penampilannya. Hingga memakai make up secara berlebihan yang menurut Elang tidak pantas dipakai oleh anak seumuran anak SMA.

Sedang asik melamun, Auryn tiba-tiba datang mengagetkan Elang.

"Ngelamun aja lo bang! Awas kesambet!" Ucap Auryn sambil tertawa.

"Sekali lagi lo ngagetin gue, gue jahit tuh mulut lo!" ancam Elang.

"Lo mah, abang paling sadis yang pernah gue kenal." Auryn menabok lengan Elang Keras.

Elang tidak menggubris Auryn lagi. Ia memutar motornya dan menyalakan mesin motornya.

"Kalo lo nggak naik, gue tinggal!"

Auryn tidak menjawab, Ia langsung menaiki motor Elang. Ia masih kesal dengan Elang.

Elang menjalankan motornya. dan seperti biasa, ia mengantarkan Auryn dulu ke sekolahnya. SMA Nusa Bakti. Setelah mengantar Adiknya, baru Elang akan berangkat ke sekolahnya.

                                 ***

SMA MUTIARA.

Elang memarkirkan motornya di parkiran depan sekolah. Ia melepas helm lalu menyisir rambutnya dengan tangan kebelakang. Membuat pesona Seorang Elang Mahesa Erlangga semakin terlihat di mata cewek-cewek yang kebetulan lewat di depannya.

"Woy Elang!" seseorang berteriak dari belakang Elang. Cowok itu menoleh. davin dan Tibot tampak berjalan beriringan.

Elang tersenyum. Lalu mereka bertiga berjalan menuju kelas mereka dengan diselingi lelucon garing yang di lontarkan Tibot, cowok dengan nama asli Alexander pierce itu. Alexander mendapat panggilan Tibot karena menurut teman-temannya nama Alexander pierce tidak cocok untuk muka pas-pasannya. Dan entah mendapat Ilham dari mana, nama tibot tiba-tiba terlontar dari mulut Davin dan malah sampai sekarang nama panggilan itu masih setia diucapkan pada Alexander. Dulu Alexander sempat protes, tapi lama-lama ia membiarkan dirinya dipanggil Tibot karena menurutnya lucu.

                               ***

Sheihan terlihat sedang sibuk membaca novel ditangannya. Netta pun sama, sibuk bermain handpone.

Elang berjalan mendekati Sheihan. Menyeret bangku milik Intan di disebelah Sheihan lalu mendudukinya.

"Pagi Sheihan." ucap Elang. Sheihan sedikit terlonjak, menyadari Elang kini sudah duduk disampingnya.

"Emm.. Pagi Elang!"

"Lagi baca novel apa Shei?" Elang bertanya sok akrab.

"Novel Tereliye."

Elang bangkit dari tempat duduk itu. Meninggalkan Sheihan tanpa mengucap sepatah kata pun. Sheihan mengerutkan kening. Kenapa anak itu aneh sekali?

"Dia kenapa Shei?" tanya Netta.

"Nggak tau. Aneh."

Kringgg..
Bel tanda masuk berbunyi. Murid-murid bergegas menuju bangku masing-masing.

Guru bermata elang itu memasuki kelas XI-ips-2. Beliau membawa setumpuk kertas putih di tangannya.

"Kita ulangan mendadak hari ini!" Guru itu berkata. Seketika kelas riuh.

"Loh kok mendadak sih bu, kita kan belum belajar bu!" Elang memrotes.

Murid-murid lain mendukung protesan Elang.

"Saya beri kalian waktu 10 menit untuk belajar materi matematika bab 3,4, dan 5 sekarang."

Sadis. 3 bab matematika hanya 10 menit.

"Yahh. Bu.. Sadis banget sih, masa 3 bab cuma 10 menit! Kalo nilai kita jeblok semua gimana bu? Kalo kita nggak naik kelas semua gimana bu? Bu Rumi mau tanggung jawab?" ucap Elang tidak sopan.

Bu Rumi melotot. Matanya serasa mau copot, membuat murid-murid bergidik ngeri.

"Masih mau protes? Saya kurangi waktu kalian jadi 5 menit. Kalian mau?"

Murid-murid serentak menggeleng.

"Ya sudah. Sekarang kalian berdiri, biar saya atur tempat duduk kalian. Supaya kalian tidak bisa contek-contekan. Terutama kamu Elang. Kamu duduk di bangku depan." Bu Rumi menunjuk Elang.

Baru saja Elang akan protes, Bu Rumi sudah menghadiahi pelototan tajamnya untuk Elang, membuat Elang mau tidak mau menuruti perintahnya. Duduk di bangku terdepan, di depan meja guru pula. Kalau begini caranya, bagaimana ia bisa mengerjakan soal matematika yang super rumit itu?

Saat sedang mendumel, Tiba-tiba Sheihan duduk di sebelahnya.

"Sheihan?"

Sheihan tersenyum lalu mengangguk. Elang tidak jadi mendumel. Ia lebih baik mendapat nilai jelek, tetapi duduk bersebelahan dengan Sheihan. Ia tertawa dalam hati.

Waktu ulangan di mulai. Murid-murid terlihat sibuk mengerjakan soal matematika itu.

Elang mengumpat dalam hati. Dari 15 soal yang diberikan, tidak ada satupun soal yang bisa ia kerjakan. Ia melirik jawaban milik Sheihan, tapi tulisannya terlalu kecil untuk bisa dibaca dari posisi Elang saat ini.

"Ekhem" Bu Rumi berdehem. Elang cepat-cepat menoleh lalu berpura-pura membaca soal.

Elang mengacak rambutnya frustasi. Ia benar-benar tidak bisa mengerjakan satu pun soal yang diberikan oleh Bu Rumi.

Ia pun menulis seadanya jawaban di kertas. Ia tidak peduli akan mendapat nilai berapa. Yang penting kertas soalnya terisi.

                                ***

Hufft. Akhirnya update nih gaess😂 maaf garing. Di part ini Kurang greget ya? Tunggu part selanjutnya ya.. Mungkin bakal seru. Jangan lupa vote and comment ya😅
👇

Salam
RizkaAmalia

ShelangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang