"Udah mandi berapa kali hari ini bang?" Tanya temen kontrakan sebelah. Dan saya jawab "Wah gak kehitung"
Panas menjadi problematika tiap kali libur kerja yang dihabiskan hanya di kontrakan. Alih-alih pengin tidur seharian tapi yang ada malah bolak-balik ke kamar mandi buat mandi. Saking panasnya, duduk bersebelahan dengan kipas saja keringat bisa seenak jidat keluar dengan sendirinya. Untuk menggambarkan panasnya, saya pernah iseng jemur baju didalam kontrakan di pagi hari sebelum berangkat kerja, dan setelah pulang kerja saya liat baju yang tadi dijemur sudah kering. Luar biasa. Kemudian saya mikir kayaknya ada peluang bisnis buat buka jasa penjemuran baju didalam kontrakan.
Dan yang paling gila, air galon di kontrakan saya cepat habis. Awalnya mengira kalau galonnya bocor, tapi setelah dicek tidak ada genangan air dibawahnya. Dan kenapa air galonnya cepat habis? Dugaan paling kuat adalah airnya menguap. Kayak semacam siklus air yang kita kenal. Namun kalau di alam kan dari air yang menguap itu akan menghasilkan hujan, sedangkan dari dalam kontrakan saya itu akan menghasilkan duit kita cepat habis karena makin rutin beli air galon.
Suhu panas di kontrakan saya harus berakhir. Gumam saya.
Berbagai ide telah saya lakukan, 1) Saya membeli kipas lagi sehingga didalam kontrakan saya ada DUA kipas. Namun masih terasa panas. 2) Saya membeli es batu yang kemudian saya dekatkan pada kipas, sehingga angin yang dihasilkan lebih dingin. Cukup berhasil. Namun saking panasnya didalam kontrakan dan terkena angin terus-menerus yang ada es batunya malah makin cepat mencair. Dan ide yang terakhir ini ide yang aneh, karena saya tiduran sambil mengkhayal Jakarta turun salju. Entah kenapa tubuh saya secara spontan menjadi tidak kepanasan sampai akhirnya saya tertidur. Ide ini sangat berhasil, walaupun pas bangun badan saya sudah kayak habis mandi keringat yang penting saya bisa tidur.
Luar biasa. Saya baru tau kalau mengkhayal punya magicnya.
"Kok, bisa sepanas itu?" Kata temen kerja sewaktu saya cerita masalah panasnya didalam kontrakan.
Jadi, bentuk kontrakan yang saya tempati bukan berjejer kesamping tiap kamar membentuk deretan. Akan tetapi berada didalam satu ruangan besar dan didalamnya berbagai kamar berjejer dan saling berhadapan. Sedangkan letak kamar yang saya tempati ada di paling pojok, sehingga kalau ada angin masuk, nyampe ke kamar saya cuma sisa-sisanya doang, karena tidak ada lubang ventilasi buat masuknya angin, apalagi angin di Jakarta sangatlah minim. Terus, lantainya terbuat dari lempengan kayu (bukan keramik ataupun ubin) yang disusun dan ditutup menggunakan alas yang berbahan dasar plastik. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya saya kalau libur kerja dan seharian di kontrakan.
Bang Udin. Teman satu kontrakan pernah bilang "Jadikan ini semua sebagai pembelajaran"
Katanya, baru sepanas ini saja kita sudah tidak sanggup menahannya, apalagi jika nanti kita masuk ke dalam Neraka yang panasnya sebegitu dahsyatnya. Dan dari situ saya menyimpulkan panasnya didalam kontrakan saya adalah bagian kecil (Mungkin sepersekian persen) dari panasnya didalam Neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Anak Kontrakan
Short StoryTidak semua orang yang ngekost/ngontrak punya pengalaman sama. Namun dari pengalaman itu bikin kita punya segudang cerita yang menarik untuk dibagikan ke istri/anak/orang lain. Maka dari itu saya bikin tulisan ini untuk berbagi pengalaman pahit-mani...