Kisah kedua dari tema "beda" ini ketika saya mengontrak di Tanggerang dan bertetangga sama seseorang yang sekarang saya manggilnya mantan, namanya Lina. Waktu itu saya bekerja di pabrik kopi dan Lina bekerja di pabrik handphone. Kita pacaran sampai 6 tahun tapi baru kali ini kita bertetangga, biasanya kita LDR. Penginnya sih hubungan kita sampai menikah biar gak tetanggaan kayak gini melainkan satu atap satu rumah. Cuma gagal. Tapi disini saya lagi gak bahas kenapa gagal atau kenapa kita putus, yang akan saya tulis disini tentang perasaan yang beda ketika saya pergi dan kembali lagi ke kontrakan ini.
Kalau di kisah "beda" sebelumnya saya membahas momen bareng temen nonton film. Disini, momen yang paling membekas ya saat bareng sama mantan tiap hari.
°°°°°
November, 2017
Enaknya punya pacar 10 langkah tuh gini, gak perlu buang pulsa buat telfon, gak perlu buang kuota untuk Vidio call, gak perlu mengingatkan jangan lupa makan, dan gak perlu bilang kangen karena kalau pengin ketemu tinggal nyamperin. Tiap hari juga selalu punya jam makan bareng, jam jalan bareng, dan paling bikin kangen itu jam ngobrol bareng. Karena biasanya kalau kita sudah ngobrol pasti gak keinget waktu. Pernah waktu itu kita ngobrol sampai jam 3 dini hari di tempat favorit kita yaitu di tempat jemuran. Kenapa tempat favoritnya di tempat jemuran? karena tempatnya sepi. Lagian mana ada tempat jemuran buat nongkrong selain kita. Terus banyak baju yang dijemur sehingga bikin kita terhalang dari orang lain yang lewat. Nyaman banget buat ngobrol. Dan biasanya, kita ngobrolin tentang sepanjang hari ini kita ngapain aja di kerjaan, sampai ngobrolin hal serius kayak masa depan kita selanjutnya.
"Tadi di kerjaan temen aku ada yang ketahuan ngambil memory card" Lina membuka obrolan.
"Terus?"
"Ya terus dibawa ke HRD. Mungkin bisa di pecat, bahkan di laporin ke polisi"
"Masa cuma ngambil memory card sampe ke polisi. Cukup di pecat aku rasa cukup"
"Masalahnya, temen aku ngambil memory card sampe 20 biji. Mungkin juga lebih, karena bukan hari ini aja tapi ada yang liat dari kemarin-kemarin dia ngambil juga"
"Itu sih kriminal banget"
Biasanya makin malam obrolan kita makin serius, seperti ngobrolin apa yang dia gelisahkan tentang kapan saya akan menikahi dia.
Sebenernya itu bukan kegelisahannya Lina aja, karena saya juga mulai gelisah sama hubungan ini. Bukan karena gak nyaman, justru kita merasa nyaman banget, cuma kegelisahan yang saya dan Lina rasakan ini tentang desakan orangtuanya Lina agar kita segera menikah. Masalahnya tabungan saya masih belum cukup dan penghasilan saya juga yang masih pas-pasan. Dan karena itu juga menjadikan alasan saya untuk pindah kerjaan di daerah Cengkareng, Jakbar (tempat kerja yang sekarang) demi mendapatkan penghasilan yang lebih. Lina pun mendukung.
Setelah beberapa minggu saya bekerja di Cengkareng, awalnya saya masih mengontrak di Tanggerang karena masih males buat pindah kontrakan apalagi disitu ada Lina. Namun karena berat di ongkos akhirnya saya memutuskan juga untuk pindah ke kontrakan yang dekat dengan tempat kerja.
Satu tahun kemudian, hubungan saya dan Lina berakhir. Namun kita mengakhirinya dengan baik meskipun air mata tetap keluar. Setelah itu saya sedang ada jam kerja tambahan tiba-tiba mendapatkan telfon dari teman kontrakan yang dulu kerja bareng di pabrik kopi, namanya Budi. Dia menyuruh saya untuk main ke Tanggerang dan menengok kontrakan kita dulu. Sedangkan kabar mantan saya sudah 4 bulan habis masa kerja di pabrik handphone dan sekarang sedang di Tegal karena akan ada acara pertunangannya dia dengan orang Pemalang.
"Iya Bud besok Minggu gua main"
Begitu hari Minggu telah datang, saya pun menempati janji untuk kembali ke kontrakan lama. Sesampainya di Tanggerang, secara tidak langsung otak saya kayak menangkap sebuah kenangan. Apalagi tiap kali mengamati sekelilingnya, kayak ada yang mengingatkan kalau dulu di sini, di situ, dan di sana kita berdua duduk, kita berdua makan, dan kita berdua ngobrol. Semua tempat yang pernah berdua tempati kembali hadir di kepala saya. Tapi sayang banget hubungan kita mesti berakhir.
"Mau minum apa lu?" Tanya teman.
"Gue mau pulang aja"
Mungkin terdengar aneh sama temen saya, cuma mau gimana lagi. Buat ngobrol pun saya tidak fokus. Selain tempat ini sudah tidak seindah dulu, saya juga jadi kepikiran mantan kalau masih terus-terusan disitu.
"Ya ampun Ki belum ada sejam lu mau pulang"
Temen saya awalnya belum tau alasan saya mendadak pengin pulang. Tapi setelah saya ceritakan, Budi jadi ngerti kalau saya masih disitu terus, maka saya makin kangen, makin pengin ketemu sama Lina yang pernah berlabuh 6 tahun di hati saya. Karena menurut saya salah satu langkah untuk move on itu dengan tidak mendatangi tempat yang dulu pernah di datangi berdua bareng kekasih.
"Sampai sekarang gua masih belum percaya kalau lu putus sama Lina padahal dulu gua liat kalian serasi banget" lanjut Budi.
"Udah lah gak usah bahas, Minggu depan Lina mau tunangan"
Membuang kenangan memang susah, meskipun tempatnya sedikit berubah bahkan ada yang berubah total di warung makan yang dulu saya dan Lina sering makan bareng. Saya pun pulang dengan meninggalkan sedikit kekecewaan pada teman saya, tapi saya yakin rasa kecewanya Budi gak bakal lama karena temen saya ini tau semua kisah cinta saya, dan Budi pasti akan memakluminya. Saya juga berpesan ke temen saya ini jika ingin ketemu mendingan ketemu di kontrakan saya yang sekarang. Temen saya pun menyetujuinya.
_______________________________
Mungkin sampai disini ceritanya. Semoga bisa menghibur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Anak Kontrakan
Short StoryTidak semua orang yang ngekost/ngontrak punya pengalaman sama. Namun dari pengalaman itu bikin kita punya segudang cerita yang menarik untuk dibagikan ke istri/anak/orang lain. Maka dari itu saya bikin tulisan ini untuk berbagi pengalaman pahit-mani...