1.a

83 8 3
                                    

"Aku hanya ingin keluar sebentar, sebentar saja," ujar anak perempuan peri itu memohon. "Hanya di bawah jendela,  di dahan itu. Aku tidak akan terbang dan aku tidak akan memberi tahu siapa-siapa. Aku janji"

"Oh, Bryony, kau kan tahu kenapa kau tidak boleh begitu". Suara Wink datang dari sisi lain meja jahit, terdam teredam oleh semulut penuh peniti. Rambut merahnya telah terlepas dari simpulnya, jatuh dalam ikal-ikal yanh basah kuyup. Pipinya berwarna merah muda akibat kehangatan ruangan itu yang sulit ditahan. "Tidak ada yang boleh keluar. Tidak aman."

"Tapi para Pengumpul pergi keluar sepanjang waktu," kata Bryony. "Begitu pula Thorn."

"Thorn adalah pemburu bagi Sang Ratu," kata Wink dengan ketegasan yang tidak biasa, "tanpanya para Pengumpul, kita semua akan kelaparan. Tapi mereka hanya keluar ketika harus keluar. Mereka tidak berada di luar lebih lama daripada yang mereka harus, dan kau dan aku tidak Harus, maka begitulah."

Bryony melompat dan menyeret sebuah kursi tanpa sandaran ke jendela, berjinjit dari dudukan itu supaya bisa melihat dengan baik. Kalau ia melihat lurus ke luar, hanya ada daun dan dahan pohon. Tapi kalau ia menjuluran lehernya dan memandang dengan tajam ke bawah, ia bisa melihat--

"Oh Bryony, duduklah," kata Wink jemu. "kau menghalangi udara segar."

Bryony cemberut dan melompat ke kursinya, sebuah kontruksi gemetaran dari ranting pohon dan rumput kering yang terasa seolah bisa hancur kapan saja. "Tapi panas disini," katanya menggerutu. "Dan sangat jelek." Seperti sebagian besar ruangan lain di dalam Oak, apartemen yang ia tinggali bersama Wink berdinding polos,  berperabotan kaku, dan sesak. Tidak seperti kebun yang ia intip melalui jendela terbuka. Bentangan ladang rumput seperti belendu yang di bingkai oleh semak-semak dan di bintik-bintiki dengan bunga-bunga terang. Itu cantik.

"Kenapa kau tidak turun ke dapur?" kata Wink yang merasa terganggu matanya terpaku pada keliman yang sedang ia jahit. "Aku dengar para Pemburu menemukan sebuah sarang lebah pagi ini. Kalau kau mengelap piring atau lantai sedikit, mungkin mereka akan membiarkanmu mendapatkan sedikit madu".

"Aku tidak lapar". Disamping itu, Mallow ada di dapur. Tidak seorang pun berani menawari Bryony tawaran manis seperti itu ketika kepala Koki berani ada di sekitar sana. Kacuali mungkin Sorrel, yang sudah tua, baik hati, dan agak linglung. Bryony belum melihat Sorrel selama berhari-hari.

"Poles cermin, kalau begitu", kata Wink.

Bryony menjadi cerah. Cermin panjang pada tatakan berukirnya merupakan benda cantik di ruangan itu, sebuah tanda mata dari Hari-hari Sihir. Dulu itu milik Penjahit sebelumnya, yang merupakan ibu telur Bryony sendiri. Mereka pun mempunyai nama yang sama. Bryony telah menghabiskan banyak waktu di depan benda itu, membisikan rahasia pada pantulan dirinya sendiri. Tidak ada anak  lain di Oak, maka gadis berambut putih dalam cermin itu adalah benda terdekat yang menjadi kawan bermain bagi Bryony.

Bryony berdiri dengan melangkah kearah kaca itu, tetapi bahkan ketika ia bergerak, jendela menangkap matanya lagi. Dahan-dahan Oak besar memancarkan cahaya bagaikan baru permata yang mempesona dari langit yang biru. Dedaunan membisikan janji janji tentang angin sepoi-sepoi yang ia dambakan untuk dirasakan. Seekor burung robin bertengger diatas sebuah ranting yang dekat, memiringkan kepalanya kepada gadis itu. Bryony merasakan sebuah dorongan mendadak untuk menyelam menembus jendela dan melompat ke punggung burung itu. Bersama-sama mereka akan melayang tinggi jauh dari Oak, ke tempat ia juga bisa terbang dengan bebas--

Dengan satu sentilan sayap-sayapnya, burung robin itu menghilang. "Tidak adil", sembur Bryony. "Kenapa kita tidak bisa pergi keluar? Hanya karena sang Ratu bilang itu tidak aman. Bagaimana ia bisa tahu? Ia juga tidak pernah meninggalkan Oak!"

Knife : Pemburu MantraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang