"Om bangun! Anterin Reva sekolah" teriak Reva sambil menggedor pintu kamar Om Panji. Om Panji adalah anak dari nenek Reva dan juga adik dari Mama Reva yang tinggal serumah dengannya hanya sekedar penambah suasana agar tidak terasa sepi. Dan juga sebagai pengantar setia Reva ke sekolah.
"Iya, ini udah bangun. Bentar Om mau mandi dulu" balas Om Panji.
Reva menghela napas pelan. Sudah menjadi pekerjaannya setiap pagi harus membangunkan Om Panji untuk mengantarnya ke sekolah.
Sambil menunggu Om Panji selesai mandi, Reva memilih duduk di teras depan rumahnya sambil mendengarkan musik melalui earphone -nya.
Dilihatnya suasana pagi ini, banyak kicauan burung milik tetangga dan juga aroma masakan yang khas dari seberang rumahnya. Sekarang Reva mengamati jalanan sekitar, terlihat beberapa siswa siswi dari tingkatan SD sampai SMA diantar oleh orang tuanya ke sekolah.
Jujur saja, Reva iri dengan anak-anak itu. Mereka bisa diantar oleh orang tuanya ke sekolah, sedangkan Reva tidak pernah diantar ke sekolah oleh Ayah ataupun mamanya. Hanya saat mendaftar menjadi siswa baru di SMA saja dia ditemani oleh sang Mama.
Reva merindukan sosok Mamanya. Sudah dua tahun ini dia tidak bertemu sang Mama lantaran mamanya harus bekerja di luar negeri untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga dan juga sekolah Reva. Tidak bisakah Mama pulang saat liburan sekolah? Sesibuk itukah Mamanya sampai tidak ada waktu luang untuk anak perempuannya? Terakhir Reva melihat wajah Mama adalah saat kelas Sepuluh. Dan sekarang tidak ada lagi wajah yang membangunkannya saat pagi buta, yang selalu mengomelinya jika Reva berbuat salah. Reva tahu, semua ini tidak akan terjadi jika Reva tidak melakukan kesalahan besar yang dilakukannya dua tahun silam.
Tiba-tiba saja setetes air jatuh dari kelopak matanya tanpa Reva sadari.
"Ayo berangkat Rev" sahut Om Panji yang sudah menyelesaikan mandi paginya.
Reva terlonjak kaget mendengar suara Om Panji, buru-buru ia menyeka air matanya, takut jika Om Panji akan melihatnya menangis. Selama ini, Reva memang menyimpan lukanya seorang diri. Tidak ada yang tahu jika Reva sering menangis dalam diam, termasuk keluarganya.
"Ayo om" ucap Reva lalu beranjak dari kursi sambil tersenyum.
Om Panji mengamati mata Reva tampak basah, "Kamu habis nangis Rev?" tanyanya.
"Hah?" kaget Reva. "Eng-enggak kok Om, ini tadi kayaknya ada serangga lewat terus masuk ke mata, jadi perih" Reva tersenyum kecil, meyakinkan Om Panji agar mengira Reva baik-baik saja.
Reva memang sering berbohong seperti ini jika ada seseorang yang memergokinya sedang menangis. Ia tidak mau menyusahkan orang lain hanya karena perasaan pribadinya.
"Yaudah ayo berangkat" ajak Om Panji lalu mengeluarkan motor dari garasi kecil. Reva mengekor Om Panji dan menaiki jok motornya. Mereka berdua pun segera melesat menuju sekolah Reva.
📍📍📍
Sesampainya di sekolah, Reva menyalimi tangan Om Panji "Makasih ya Om, Reva sekolah dulu" pamitnya.
Om Panji hanya mengangguk kecil dan melajukan motornya kembali untuk pergi bekerja.
Reva berjalan menuju kelasnya dengan langkah ringan, seperti tak ada beban apapun yang dirasakannya. Reva adalah sosok yang kuat, ia tetap ceria dan murah senyum walaupun sebenarnya dia sedang membawa beban yang sangat berat di dalamnya. Reva menutupi itu semua dengan senyuman bahagia, seolah terlihat baik-baik saja.
"Woyy, Revo!!" Tiba-tiba saja seorang laki-laki menepuk pundak Reva yang langsung membuat gadis itu kaget bukan main.
"Astaghfirullah" ucapnya kaget seraya mengusap dadanya. Reva melirik ke arah cowok yang yang mengagetkannya tadi "Ck, Ternyata lo. Nama gue Reva bukan Revo bego! Seenaknya aja ganti nama orang, gue ganti juga nama lo jadi Devi" bantahnya pada laki-laki yang kini berjalan beriringan bersama Reva.
KAMU SEDANG MEMBACA
My BeLoved Enemy
Teen FictionRevalia Selvie Aeleasha, gadis yang tidak begitu peduli soal cinta karena cerita masa lalunya. David Mahendra Ardhani, cowok yang selalu mengganggu Reva dimanapun Reva berada. Bisa dibilang dia adalah musuh Reva. Alveno Nalendra Aryasatya, cowok mi...