"Reva tunggu" panggil seorang laki-laki setengah berteriak pada Reva yang hendak pulang dari tempat les.
"Kenapa Fes?" Reva membalikkan badannya dan mendapati Nafes di depannya.
"Emm, minggu jadi ikut jalan?" tanya Nafes.
"Tergantung yang lo ajak siapa? Kalau Fauzan gue nggak mau" jawab Reva enteng.
"Nggak lah, gue nggak bakal ngajak Fauzan. Ngapain juga gue ajak anak itu? Yang ada nanti nambah ribet. Gue juga tahu sekarang lo berusaha ngehindar dari Fauzan. Emm.." Nafes menggantung ucapannya. "Kalau gue ajak Veno gimana?" sambungnya lagi.
Reva terdiam beberapa saat, "Hah? Veno? Gue nggak salah dengar?" tanya Reva kaget.
Kini Nafes mengerutkan dahinya heran, "Emang kenapa? Lo nggak mau?"
Reva menggeleng. "Bukan gitu, tapi nggak salah lo ajak Veno? Emangnya dia mau?"
"Ya mau lah, dia kan suka ngetrip"
"Oke. Buat mastiin tempat tujuannya chat gue aja Fes, gue buru-buru soalnya udah mau magrib. Kasian juga nih si Tania dikacangin" ucap Reva sambil melirik sahabatnya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan perbincangan Reva dan Nafes.
"Apaan sih Rev. Mau lo ngobrol satu jam juga nggak masalah" ucapnya ketus.
"Yakin nih? Bukan karena lo males sama Nafes?" goda Reva. Reva tahu dulu Tania sempat menyukai Nafes, tapi apa daya cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Nafes menganggap Tania hanya sebagai teman.
"Revaaa!" Tania menyenggol lengan Reva geram. "Au ah" Lalu dia meninggalkan Reva hanya berdua dengan Nafes.
"Eh tunggu Taniaaa!!" teriak Reva. "Yaudah Fes, gue duluan. Si Petani udah ngamuk tuh. Bye." Reva berbalik arah dan berlari mengejar Tania.
Nafes terdiam, dia menggelengkan kepala. Ada-ada saja kelakuan dua sahabat itu. Nafes pun berbalik menuju tiga sahabatnya yang sedari tadi menunggunya mengobrol dengan Reva.
Reva berhenti sejenak, nafasnya terengah-engah. Ia lelah mengejar Tania yang berjalan dengan langkahnya yang lebar.
Dasar Tania! Gitu aja ngambek. Kayak anak kecil.
Reva pun melanjutkan larinya menyusul Tania. "Taniaaa!!" teriaknya. "Woyy, lo budeg ya dipanggilin nggak nyahut-nyahut" ucap Reva sedikit kesal.
Tania tak bersuara. Ia pun melanjutkan langkahnya tanpa memedulikan Reva yang sedang mengejarnya dari belakang.
Butuh beberapa detik untuk Reva menyeimbangkan langkahnya dengan Tania. Akhirnya, langkahnya bisa sejajar dengan cewek itu.
"Tan, maaf ya gue keceplosan" ujar Reva memohon. "Ah lo kebiasaan, ngambek mulu kayak anak kecil" lanjutnya. "Tania kan cantik, baik, imut. Maafkanlah sahabatmu yang gemes ini" pintanya lagi dengan mata berbinar bak anak kecil yang meminta permen.
"Hmm" Tania hanya berdehem. Reva tahu jawaban sahabatnya itu berarti "iya" walaupun belum ikhlas memafkannya.
"Gitu dong, sayang Tania deh" Reva pun merangkul tangannya ke leher Tania.
"Lepas Rev, malu diliatin orang. Ntar dikira homo" Tania melepaskan tangan Reva yang menggantung di lehernya.
Reva terkekeh pelan, "Gue balik duluan ya Tan, udah sampe nih. Lo hati-hati ya" ucap Reva lalu melambaikan tangannya.
Reva membuka pagar rumahnya. Dilihatnya dari bawah hingga atas rumah itu, terlihat sepi seperti biasa. Entah kapan rumah itu akan ramai? Mungkin hanya saat lebaran saja, atau saat teman-teman Reva bermain.
KAMU SEDANG MEMBACA
My BeLoved Enemy
Teen FictionRevalia Selvie Aeleasha, gadis yang tidak begitu peduli soal cinta karena cerita masa lalunya. David Mahendra Ardhani, cowok yang selalu mengganggu Reva dimanapun Reva berada. Bisa dibilang dia adalah musuh Reva. Alveno Nalendra Aryasatya, cowok mi...