Charles: The Eternal Star

157 9 7
                                    

Aku berjalan pelan di lorong rumah sakit. Memikirkan masa saat aku dan Rachel masih bersama. Sebenarnya, ia tidak dikategorikan selingkuh, hanya aku saja yang bosan dan mudah menyerah meninggalkannya begitu saja.

Ketika aku meninggalkan dia pun, ia tidak bicara apapun. Ia hanya bilang, "kalau menurutmu itu yang terbaik, lakukanlah. Aku selalu percaya pada jalan pikir lelaki. Kalian biasanya selalu memikirkan ke depan, kan?"

Aku hanya membalas dengan anggukan. Seandainya ia tau, aku bahkan tidak tau apa yang kupikirkan waktu itu. Aku hanya asal memutuskan. Aku terlalu bodoh.

Ia gadis yang diidam-idamkan banyak orang, kenapa aku sia-siakan? Dan seandainya ia tau penyesalanku telah meninggalkannya, mungkin kami sudah kembali bersama dari dulu.

Rasanya aku ingin berteriak pada dunia, memberi tau seberapa tidak bahagianya aku selama berpisah dari Rachel. Tapi, sebelum aku tau kenyataannya, aku bisa apa? Aku tak mungkin menjilat ludahku sendiri.

Tapi sekarang, aku tak peduli apapaun kata orang, aku mencintainya dan aku akan menyatakannya. Masa bodo dengan menjilat ludah atau apapun itu, aku tak bisa kehilangan momen ini dan membiarkan kesempatan hilang begitu saja.

Mungkin ini yang dimaksud dengan 'bertemu dengan orang yang tepat disaat yang tepat'. Aku selalu tau kalau Rachel orang yang tepat untukku.

Ia berbagi senyum denganku seperti matahari berbagi cahayanya pada bulan. Setiap ia tersenyum, maka aku akan tersenyum. Ia sangat tulus padaku, setulus merpati pada pasangannya.

Mengapa aku bisa bosan? Mengapa aku menyerah?

Entah.

Aku menarik napas dalam-dalam. Meyakinkan diri sendiri bahwa inilah yang kumau selama beberapa bulan belakangan. Ialah orang yang kunanti beberapa tahun terakhir. Untung mendampingiku dalam susah dan senang.

Aku membeli 14 tangkai bunga mawar, sesuai dengan tanggal ketika aku pertama kali menjadikannya pacar dan menciumnya. Dan kebetulan, hari ini.

Aku sampai dirumahnya. Aku ingat pertama kali kesini saat ia kehilangan ayahnya. Hari itu, hari pertama aku melihat air keluar dari mata indahnya. Senyumnya hilang terenggut kenyataan. Tapi ia tetap cantik, bagaimanapun kondisinya.

Aku membunyikan bel, dan beberapa menit kemudian pintu terbuka.

Ia berdiri disitu, terpaku. Sebenarnya, kami berdua sama-sama terpaku untuk beberapa saat. Aku tak berkedip melihatnya. Sangat, sangat memukau. Aku lalu sadar dan berdeham, "um, hai, apa kabar?"

Ia masih berdiri disitu beberapa saat lalu akhirnya tersadar, "astaga, maaf. Aku hanya terkejut kau tiba-tiba datang," ia lalu membukakan pagar dan menyuruhku masuk, "jadi, ada apa?"

Aku memberikan bunga yang kupegang, begitu saja. Sungguh bodohnya aku tidak bisa romantis kalau gugup, "ini untukmu."

Ia mengambil bunga itu, menutup mata dan menciumnya. Ketika membuka matanya, aku dapat melihat air bersarang dimatanya. Ia lalu berkata dengan gemetar, "terimakasih. Tapi, ada apa sih?"

Lagi, aku menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengumpulkan seluruh keberanian. "Maafkan aku selama ini memilih untuk menjauh. Tapi semakin aku menjauh, semakin aku yakin kaulah yang aku inginkan.

"Asal kau tau, tak semalampun aku berhenti memikirkanmu. Ini jujur, bukan karangan untuk merayumu. Selalu terpikir betapa bodohnya aku, dan aku sangat menyesal. Mendengar perkataan Grace kau masih, well, sayang dan membutuhkanku, aku langsung memutuskan untuk datang.

"Aku tak ingin kehilangan kau lagi," aku mengambil tangan Rachel dan mengecupnya, "maukah kau memaafkanku dan kembali bersamaku?"

Mata indahnya meneteskan air. Ketulusan yang selama ini kucari, tapi terlalu buta untuk kulihat. Ia kemudian memelukku, dan menjawab, "aku selalu memaafkanmu, dan, tentu! Kaulah satu-satunya orang yang ingin kupeluk pada malam terburukku."

Dan malam ini, atau untuk malam selanjutnya, aku akan terus ada untuknya. Memeluknya untuk semua ketakutannya, dan menciumnya untuk seluruh kekurangan Rachel yang bagiku semua itu adalah kesempurnaan.

Mungkin aku bukan yg terbaik untuknya. Atau untuk siapapun. Tapi, bintang dilangitpun tau, bahwa dia adalah orang yang ingin sekali kuajak untuk menyaksikan mereka bersinar.

The End. :)xx

All AloneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang