21. Diam

45 2 0
                                    


Senyum tulus
Mata berbinar
Dan
Keluguan
Selalu ditampakkan
Namun Hatiku selalu menangis keluh
Karena setiap kebisuan
Yang terdengar dimana-mana
Oleh mereka yang melolong
Bagaikan anjing
Bersiul bagaikan burung perkutuk

Adakah hati kalian merasa
Bagaimana kesakitan senyum Itu melebar
Kepedihan mata itu berkaca-kaca
Keluguan itu teriris-iris
Oleh mulut yang bagaikan pisau yang selalu siap melukai

Jika engkau tahu
Tidak setiap manusia itu mampu menahan sakit karena pedang yang lebih tajam daripada semua pedang di dunia
Pedang yang tak melukai raga
Tapi melukai jiwa
Daging yang tak bertulang yang dilindungi oleh tulang dan kulit
Namun masih bisa melukai

Lidahmu...

Rasa itu membuat
Tangisan
Jeritan
Amarah
Yang dibentengi kesabaran
Innalaha ma'a shobirin

Tak pernah ku tunjukkan keburukan
Selalu membuat kebaikan
Agar kalian membalasnya dengan kebaikan
Tapi
Apa yang hati ini dapat
Sebuah kesalahan
Kesalahan...
Kesalahan...
Yang selalu kalian anggap atas apa kebaikan itu berlaku

Jika kebaikan dianggap salah
Apakah harus keburukan dianggap benar
Jika hinaan dianggap mulia
Apa harus mulia dengan kemaksiatan

Apakah kalian tak pernah merasa
Sakit karena dihina
Jika pernah
Hentikan!
Semua kemaksiatan yang dibungkus kemuliaan yang kalian buat

Jika tak pernah
Coba rasakan sakitnya
Dan jika tak ingin
Akan ku ucapkan
Bahwa sabar itu tak ada batasnya tapi ada puncaknya

Aku tak ingin
Candaan ini terus kalian sebarkan
Jangan menari diatas tangisan kami
Hingga kesabaran itu mulai bersyair...

Diam adalah sebuah kebijakan
Tapi jika
Ia diinjak
Maka ia tak segan-segan
Menggema agar semua yang bersuara membisu...

***

Nurdianti
10 November 2018

Syair Dalam Balutan InspirasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang