Bab 3 - Secangkir Cappucino

27 10 45
                                    

Tok, tok, tok,...

Bisa kudengar suara ketukan pintu dari luar ruangan.

Saat ini aku dan Ludwik sedang berada di ruang rapat untuk membicarakan suatu hal.

Tetapi tentu saja kami berhenti berbincang demi memberi sang pengetuk pintu untuk mengatakan keperluannya.

"Masuk."

Tanggap si Ludwik.

Seorang prajurit dengan tegapnya masuk ke dalam ruangan dan memberi hormat.

"Lapor, coré naga sudah di temukan."

Hm,.. Spontan saja aku melihat ke arah jam tanganku.

Tidak terasa dua jam sudah aku bersama Ludwik di ruangan ini.

"Begitukah? Kalau begitu mari Tuan Talos, kita menuju ke hanggar."

"Baiklah."

Semakin cepat semakin baik juga, aku tidak ingin terlalu berlama-lama di markas ini.

Markas ini memanglah tempat yang nyaman, tetapi di dalam markas ini tidak menutup kemungkinan akan adanya mata-mata dari pemerintah dunia.

Tidaklah bijak orang yang mempunyai kedudukan sebagai tangan kanan Baginda Lios di tempat yang mempunyai kemungkinan semacam itu.

Jadi aku ingin secepatnya mengakhiri keperluanku di markas ini.

***

Sesampainya di hanggar, aku dan Ludwik menuju ke arah pojok ruangan dengan dipandu oleh prajurit tadi.

Disana aku bisa melihat seorang wanita duduk di kursi dengan koper berada di atas meja. Wanita itu mungkin tadinya juga adalah seseorang dari tim pembedah.

"Selamat siang Pak Ludwik dan,... Pak Talos."

Aku dan Ludwik pun menjawab sapaan dia dengan anggukan ringan.

"Disini saya ingatkan lagi bahwa, jika barang ini sudah saya serahkan kepada anda, saya dan tim tidak akan bertanggung jawab lagi atas rusaknya barang ini.

"Tentu."

Setelah itu dia pun mulai proses penceramahan tentang ilmiah dan apalah, pokoknya itu tidak penting.

Ayolah, berikan saja barangnya langsung padaku!!

Mungkin karena wanita ini juga merasakan aura ketidaksabaranku, akhirnya dia menyerahkan koper tersebut kepadaku.

"Saya akan coba cek terlebih dahulu."

Kubuka koper yang ada di depanku secara perlahan, tapi pasti.

Bisa kulihat cahaya merah tua yang memancar dari sebuah benda. Cahaya merah tua yang pekat.

Ya, tidak salah lagi bahwa ini adalah hati naga.

"Iya, benar. Barang sekarang sudah saya terima."

Setelah melakukan jabat tangan kepada wanita tersebut, Aku dan Ludwik kembali berjalan.

Di saat kita berjalan, tidak lupa diriku untuk memberi laporan kepada Baginda Lios tentang hasil yang aku dapatkan sekarang ini.

Namun tentu saja aku tidak akan mengirim pesan kepada Baginda secara langsung. Karena bisa saja saat ini Baginda sedang merancang sebuah rencana untuk sesampainya dia di Sacred Land.

Jadi, aku kirim saja pesannya kepada Neir,...

'Semuanya sudah berada di tangan, aku akan pulang nanti sore.'

Langit di Atas LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang