hopefully you like it,
cerita ini memang agak serius diawal tapi semua bakal mengalir seiring bertambahnya part. jadi mohon dukungannya ya teman-teman.
thanks udah mengunjungi lapak remah tamah Zee.. ^o^
.
.
.
Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama. Jalan yang sama, kota yang sama dan dia tetap menjadi candu yang memabukkan. Metta mengulurkan tangannya melewati pembatas halte, merasakan dinginnya air hujan yang turun tanpa pemberitahuan. Musim hujam mulai datang menguyur kota padat penduduk ini. Beberapa orang ikut berteduh. Dari jauh beberapa kendaraan ikut menepi melihat genangan air yang mulai naik ke jalanan.
"Alodia?"
Hanya satu orang yang akan memanggilnya dengan nama itu. Benar saja, saat menoleh Metta menemukan laki-laki penemu surat anonim itu disana. Memamerkan senyum manis penyejuk hati.
"ah, bapaknya lagi." Ujar Metta akhirnya, tanpa tahu si lawan bicara sedang menahan tawa. Dia bingung harus mengatakan apa. "kenapa?" tanya Metta lagi karena merasa aneh dipadangi terus-menerus.
"saya kelihatan tua ya?" tanyanya membuat Metta sadar panggilannya sama sekali tidak cocok untuk laki-laki didepannya ini.
Yah, mau panggil mas juga nggak enak. Abang? Dikira abang angkot kali ya..
"maaf." Ujar Metta setelahnya.
Laki-laki itu hanya tersenyum. Keheningan meliputi keduanya, hanya deru kendaraan dan hujan terdengar.
"baru pulang?" tanya laki-laki disampingnya ini, sepertinya dia berusaha memecah keheningan keduanya. Padahal Metta sangat bersyukur saat laki-laki itu diam, artinya dia tidak perlu banyak berpikir untuk menjawab setiap pertanyaan yang akan diajukan.
Metta akhirnya mengangguk. Setelahnya, kembali hening.
Metta baru sadar laki-laki disampingnya ini membawa payung di tangannya, tapi kenapa dia tidak menggunakannya? Apa dia juga sedang menunggu angkot? Setelan jas yang dipakainya membuat Metta ragu dengan pemikirannya barusan.
"rumahnya dimana?" tanya Metta membuat laki-laki disampingnya ini menoleh cepat. Terlihat jelas dia terkejut dengan pertanyaan Metta.
Bodoh. Batin Metta.
"ma.. maksudnya itu..," Metta menunjuk payung laki-laki itu. "bapaknya kan bawa payung, jadi saya pikir kenapa nggak dipakai aja." Jelas Metta. "tapi saya pikir lagi mungkin mau naik angkot tapi rasanya kok nggak mungkin, pakai setelan resmi begitu naik angkot... Ah! Sorry lupain aja."
Metta terdiam sambil menutup mulutnya. Dia malu sekali. Ada apa dengannya hari ini? Kenapa dia harus peduli urusan orang lain. Ini tidak seperti dirinya. Terdengar kekehan dari sampingnya, sudah bisa dipastikan laki-laki itu sedang menertawakan kebodohan Metta.
Metta tidak pernah semalu ini, dia yakin wajahnya sudah memerah. Astaga,
"kamu lucu Alodia." Ujar laki-laki itu membuat Metta menoleh.
Ini orang sehat kan ya? Orang ngomong ngaco dikira lucu.
Sayangnya tatapan keduanya harus diintrupsi oleh tabrakan pelan dari beberapa orang akan naik angkot. Metta berbalik dan melihat angkot yang biasa dia tumpangi sudah ramai penggemar. Buru-buru Metta naik tanpa sempat mengucapkan salam pada laki-laki itu. Angkotnya melaju, Metta menoleh dan mendapati laki-laki itu melambaikan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[S-2] Lookout
ChickLitMengenalmu tidak pernah menjadi keinginanku Menyapamu, menjadi bagian hidupmu bukanlah mauku tapi, Tidak butuh waktu lama untukku menjadikanmu sebagai sebuah kebiasaan Walaupun hadir dalam kebohongan Tangis dan tawamu akan selalu jadi favoritku Buka...