Orange Sunset!

31 4 16
                                    


maaf beribuuuuu maaf baru update. 
Zee nggak mau banyak alasan deh, (sibuk, uhuk!

selamat membaca readers!

.

.

.

Metta berlari menyusuri jalan komplek. Hal yang tidak biasa dia lakukan, olahraga sore. Entah mendapat wangsit darimana Metta ingin berlari berkeliling taman komplek yang memiliki danau buatan dan banyak dijadikan spot untuk para muda mudi menerbarkan aura pink kasmaran.Yah, harus Metta akui. Taman itu memang indah dan tempat yang asyik untuk sekedar ngobrol.

Dia sudah berlari dua puturan tanpa membuat sesak napasnya kambuh.

Rekor.

Pikiran ruwetnya sepertinya membantu mengalihakan rasa lelah saat dia berlari atau mungkin Metta sedang kelebihan energi akibat perang dingin dengan adiknya. Di rumah, Metta dan Kanna bahkan tidak saling bertegur sapa. Mereka berdua berlomba untuk menjauh dari satu sama lain, meminimalkan komunikasi.

Kalau harus jujur, sebenarnya Metta tidak suka. Dia ingin kembali bercanda dan berbagi cerita layaknya saudara tapi kali ini Metta kekeh dalam pendiriannya. Dia berharap Kanna sadar dan meminta maaf padanya. Hanya itu. Sesulit itukah?

Metta menggelengkan kepalanya, berusaha mengusir bayangan gelap yang selalu menjadi ketakutannya. Tidak ada lagi. Semua sudah berlalu, pikirnya.

Senja memancarkan guratan jingga di langit, dipantulkan dengan sangat indah oleh air danau yang jenih. Metta berdiri, menyandarkan kedua tangannya pada pembatas besi di sekeliling danau. Matanya menerawang cakrawala. Terlalu indah untuk diabadikan dengan kameran.

Click!

Suara jepretan kamera membuat Metta menoleh.

De javu!

Dia kembali menemukan laki-laki itu disana. Mr. Banana yang menyelamatkannya dari perampok. Takdir kah?

"halo." Sapanya sambil mengangkat tangan kanan sedang di tangan kirinya dia memegang kamera.

Metta menatapnya datar. "anda sedang apa disini?" tanyanya to the point membuat laki-laki itu terkekeh.

laki-laki itu menunjukkan kemera di tangannya. "hanya sedang menjalan hobi." Jawabnya.

Metta mengangguk lalu berbalik berniat untuk melanjutkan lari sorenya.

"Alodia,"

Panggilan itu membuat Metta menoleh. "Metta." Ujarnya. Aneh juga rasanya saat nama depannya dijadikan panggilan.

"oke Metta, gue Agam."

Metta mengernyit merasa tidak menanyakan nama laki-laki ini tapi tak urung dalam hati dia berujar mr. Banana lebih cocok untuk orang di hadapannya ini. Benar, sejak insiden itu Metta menamai laki-laki penyelamatnya itu mr. Banana, karena mereka selamat berkat buah kuning penuh vitamin itu.

"saya belum bilang terima kasih untuk kejadian di kafe. Terima kasih." Ujar Metta mengingat dirinya belum mengatakan terima kasih karena orang barnama Agam ini buru-buru pergi setelah mendapat telpon entah dari siapa.

"sama-sama. Bisa kita ngomong lebih santai?" tanyanya. "gue rasa umur kita nggak beda jauh."

Metta mengangguk setuju.

"kalau gitu, gue duluan." Pamit Metta lalu berbalik dan berlari tanpa menunggu balasan dari Agam.

"wah, dia cewek yang cuek." Ujar Agam lebih pada dirinya sendiri. Matanya mengikuti polah tingkah gadis itu. Dalam hati dia berharap bisa mengobrol lama dengan Metta. Jadi dia ikut berlari di belakang gadis itu.

[S-2] LookoutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang