hai.. hai...
update nih, ngga bisa dibilang pagi juga sih sesuai janji tapi yang jelas tetap update kan. thanks buat para reader sekalian yang sudah bersedia menunggu.
.
.
.
Hanya sekali dia menyebut namanya
Dan saat itu juga aku mengingatnya
Mobil Agam terpakir di halaman rumah Metta, diikuti mobil lain yang menyusul di belakang. Metta ingin berdiam diri disini dan membiarkan keduanya masuk tanpa dirinya tapi bukankah itu lebih berbahaya? Jadi dengan berat hati dia membuka pintu mobil Agam dan berjalan pelan diikuti kedua pria yang tengah lomba tatap itu. Ah, lebih tepatnya Rama sedang memancarkan aura permusuhan yang ketara semenjak Metta memilih pulang bersama Agam daripada dirinya.
"Metta pulang." Ujarnya sambil membuka pintu dan ajaibnya sang Mama sudah berdiri di sana dengan senyum lima jari mirip iklan pasta gigi di televisi.
"mana mantunya mama?" tanyanya tanpa berusaha memelankan suaranya.
"disini tante." Ujar sebuah suara yang Metta yakini adalah seorang Rama yang punya tingkat kepedean diatas rata-rata. Sedang Agam hanya mengernyit bingung dengan situasi saat ini.
"mana ada! Ngarang lu." Ujar Metta diikuti delikan kesal.
Cukup sudah harinya rusak karena pertemuannya dengan Agam, tidak juga dengan Rama.
"ayo masuk." Ujar mama Dewita. Beliau sedikit terkejut mendapati ada orang lain yang mengikuti Rama masuk ke dalam rumahnya.
Kedua pria itu duduk berdampingan di sofa yang berbeda. Mama Dewita datang membawa nampan berisi ten dari dapur sedang Metta memilih naik ke lantai dua, ke kamarnya untuk mengganti baju. Tidak sampai lima menit, Metta bergegas turun menggunakan pakaian rumah dan cardigan yang membungkus tubuhnya. Dia benar-benar takut meninggalkan sang Mama bersama dua pria itu. Entah apa yang akan mereka katakan pada mamanya.
"nak Rama, apa kabar?" tanya Dewita basa basi.
Rama tersenyum. "baik tante. Tante sendiri bagaimana? Terakhir dengar kabar kemarin tante sempet masuk rumah sakit." Ujar Rama terlihat khawatir.
Dewita menggeleng sambil tersenyum. "sudah sehat. Biasalah, tante kan tidak muda lagi. Jadi sekali-kali buat papa Metta kalang kabut dikit." Candanya membuat dua pria dihadapan Dewita ikut tersenyum.
Fokus Dewita beralih pada pria yang duduk disamping Rama. Dibanding dengan Rama yang punya kulit putih bersih keturunan orang tuanya yang berasal dari eropa, pria yang dibawa anaknya ini lebih mencerminkan produk lokal unggulan. Kulit tan yang terbakar matahari dan rahang tegas yang membingkai wajahnya membuat Dewita diam-diam kagum.
"nah, kalau yang satu ini siapa? Tante belum pernah lihat sebelumnya. Temen Metta juga?" tanya Dewita.
Agam berpikir sejenak dan akhirnya mengangguk. "saya Agam tante." Ujarnya mengenalkan diri.
Terlalu singkat untuk Dewita, dia ingin tahu lebih banyak.
"temenan sama Metta sejak kapan?" tanya beliau lagi.
Agam menghitung jarinya. "kita ketemu sekitar seminggu yang lalu di kafe." Jawab Agam.
Dewita sedikit mengernyit mendengar jawaban Agam. Benarkah anaknya mau berteman dengan orang asing yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali. Aneh. Metta bukan tipe yang suka beramah-tamah dengan orang asing.
KAMU SEDANG MEMBACA
[S-2] Lookout
ChickLitMengenalmu tidak pernah menjadi keinginanku Menyapamu, menjadi bagian hidupmu bukanlah mauku tapi, Tidak butuh waktu lama untukku menjadikanmu sebagai sebuah kebiasaan Walaupun hadir dalam kebohongan Tangis dan tawamu akan selalu jadi favoritku Buka...