Painful # 12

6.1K 601 40
                                    


Part 12

Pagi menjelang memancarkan sinar mentari dari ufuk barat. Menyinari isi bumi dengan angkuh seolah menerjang isi bumi yang ada dengan brutal. Ini terlalu pagi tak hayal semua manusia penghuni bumi akan bersiap-siap untuk beraktivitas pada umumnya yang sering mereka kerjakan. Mereka saling berlomba-lomba mengejar dan menyusuri setiap jalanan untuk sampai tepat waktu ke tempat tujuan, agar dapat menghindari dari segala kemacetan yang sebentar lagi mulai beraksi.

Jakarta terkenal hiruk pikuk keramaian lautan manusia nan riuh. Pagi-pagi buta begini mereka sudah keluar rumah. Melakukan berbagai kegiatan sebagaimana mestinya. Mencari sesuap nasi bagi mereka yang bekerja, atau mencari sebidang ilmu pendidikan bagi mereka yang masih sekolah dan kuliah. Kendaraan roda empat dan roda dua sudah bertaburan ke mana-mana bagaikan hewan melata yang baru saja dibebaskan dari kandangnya. Para pejalan kaki pun telah ramai sampai mereka harus berlarian dengan langkah kaki seribu untuk mengejar jam aktivitas supaya tidak terlambat.

Elang melangkahkan tungkainya dengan cepat. Berjalan di pinggir hingga ia harus menerobos orang-orang yang searah jalan dengannya. Saling berdesakan dan berhimpitan satu hal paling benci dalam hidup Elang. Apalagi ia merutuki mereka yang jalanya lambat seperti siput kehabisan napas. Dari pada lama, lebih baik ia singkap langsung tak peduli mereka yang mengumpat kesal padanya. 'Masa bodohlah, emang gue pikirin,' cercanya dalam hati. Asalkan Elang cepat sampai ke rumah kost dan tidur seharian penuh, itu yang ada di benaknya sekarang. Sekaligus ia ingin menghindari dari Vicky atau Rafa yang sebentar lagi akan mencarinya dan menatapnya dengan lapar, karena Elang telah berhasil kabur dari rumah sakit.

Elang tak tahan berdiam diri di rumah sakit. Meringkuk di atas kasur jika bosan keluar kamar karena kebisingan penghuni rumah sakit dengan huru hara tak jelas, ingin muntah karena mencium bau obat-obatan dengan aroma aneh menyengat di hidungnya, serta jarum suntik yang selalu mencubit bokong dan tangannya tiap jam membuat Elang harus meringis karena terasa sedikit perih. Elang membayangkan, rasa disuntik itu seperti digigit serangga merah yang sering Elang temui, yang merayap di atas pohon jambu monyet yang ada di belakang rumah Ibu Tuty.

Hampir satu jam berjalan dari simpang jalan arah gang masuk rumah kost. Akhirnya sampai juga Elang di depan rumah kost. Belum sempat ia membuka pagar besi itu, tiba-tiba Galih muncul keluar dari dalam dengan pakaian yang ia kenakan sangat rapi. Sontak saja mereka sama-sama terkejut seperti melihat ada hantu Sadako yang mendadak muncul dan menakuti mereka.

"KAMPRET LO!" seru Galih dan Elang bersamaan.

Elang dan Galih menatap horor seakan ingin menerkam satu sama lain. Bagaikan macan siap menerjang sang lawan untuk mendapatkan mangsa.

"Lo kalo datang, ngomong dong. Maen nyerobot aja!" seru Galih dengan muka datar dibuat-buatnya.

"Kenapa gue yang salah? Seharusnya lo yang ngomong duluan, keluar nggak bilang-bilang," ujar Elang tak mau kalah dan tak mau merasa salah.

"Kenapa mesti gue? Emangnya gue mau keluar harus ngomong dulu sama tembok? Dikira gue ini sudah gila gitu maksud, lo!" seru Galih dengan menaiki nada suaranya setengah oktaf.

"Terus, emang ada gue mau masuk ngomong sama nih pintu pagar?" Elang berseru lantang sambil tangannya berkacak pada pinggang kurusnya, membalas setiap ujaran Galih yang terus nyerocos kayak emak-emak sedang bergosip ria di warung sayur. "Ya lo emang gila! Sama gilanya dengan guk guk punya Mak Erot si tukang sayur!"

"Apa lo bilang? LO KIRA GUE ANJING?"

"Emangnya tadi gue bilang lo anjing ya? Gue cuman bilang lo itu sama gilannya dengan guk guk," ujar Elang sok polos. Dengan kepolosan Elang bikin Galih naik darah.

PAINFUL ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang