Painful # 38

2.4K 204 21
                                    

"Nanti malam Rafa nikah. Lo mau enggak ikut gue pulang? Ikut hadir acara pernikahan Rafa?"

Semilir angin di siang hari. Niken dan Elang tengah duduk di sebuah kedai kopi di pinggir jalan tak jauh dekat gang sempit, tempat mereka bertemu tadi. Niken menoleh ke samping, menengok sejenak Elang yang khidmat menyeruput chocolate drink. Manik matanya berkedip, lalu beralih kembali ke depan.

"Rafa menikah? Dengan siapa?" tanya Niken.

"Mbak Vicky. Kakak angkat gue," jawab Elang. "Gimana? Lo mau enggak ikut gue?"

Niken menunduk. Hatinya bimbang, di sisi lain ia sangat senang sekali Elang mengajak ke rumahnya, tapi di sisi lain jika bertemu Rafa ... Rafa pastilah akan menjauhkannya dengan Elang. Secara, masih teringat jelas tragedi pingsannya Elang. Rafa menuduhnya tanpa sebab, mengira kalau dirinyalah yang membuat Elang tak sadarkan diri. Niken benar-benar dilema parah, takut hal itu akan terjadi. Namun, jika ia menolak ajakan Elang, tentunya bisa saja membuat lelaki berponi di sampingnya ini marah. Pun Niken akan sangat rugi sekali, moment ini tidak boleh dilewatkan.

Elang sudah tahu perasaannya. Niken bisa mengerti walau perasaannya itu belum terjamahkan. Sadar, karena Elang adalah lelaki penuh teka-teki, terkadang tak sesuai dengan ekspetasinya. Lamban peka, juga meragukan. Tapi Niken yakin cepat atau lambat Elang pasti merasakan hal sama dengannya. Menyambutnya penuh cinta tanpa hambatan.

"Jawab, dong. Diam aja, sih." Elang bersuara kembali. Sedikit kesal ucapannya belum dijawab oleh gadis itu.

"I-iya, gue mau ikut, lo."

"Gitu dong. Daritadi, kek, jawabnya. Gue jadinya enggak kesal."

"Lang ... gue mau ngomong sesuatu sama lo," ucap Niken.

"Gue juga mau ngomong sesuatu ke lo. Tapi nanti, entar malam aja," ucap Elang seraya mengembangkan senyum tipis.

Niken beralih menatap Elang. "Kenapa enggak sekarang aja?"

"Gue maunya entar malam aja."

Elang mengambil dompetnya di saku celana belakang. Kemudian mengeluarkan dua lembar uang ratusan ribu, ia letakan di atas meja. Setelah itu ia bangkit dari duduk sambil menarik tangan Niken.

"Kita ke Mall."

"Mau ngapain?"

"Beli baju buat lo," jawab Elang.

Niken ikut beranjak. Pasrah tangannya ditarik oleh Elang, mengikuti arah lelaki itu membawanya pergi.

"Beli baju? Enggak usah. Entar lo belikan baju yang aneh lagi buat gue."

"Lo nurut aja apa kata gue, bego!"

"Tapi entar telat. Lo enggak ikut bantu Rafa menyiapkan pernikahannya?"

"Ada keluarga gue yang lain ngebantuinnya."

Niken mendesis. Percuma kalau berdebat dengan Elang, ia pasti kalah. Lelaki itu begitu keras kepala, apa yang diinginkannya mau tidak mau harus diikuti. Walau dalam hati Niken sangat dongkol.

"Terserah lo, deh."

--- Painful ---

Tidak pernah terpikirkan Niken. Berjalan berduaan bersama Elang bagaikan mimpi. Seumur hidup tinggal di Jakarta, Niken tidak pernah menemukan sosok lelaki yang sifatnya jauh berbeda yang ia perkirakan. Meskipun banyak teman Niken semua laki-laki, tapi Elang berhasil mengulik hati juga pikirannya. Bersama Elang, Niken menemukan kenyamanan. Apabila satu hari saja tidak bertemu, rasa rindu pun mulai mengganggu dirinya.

Elang menggenggam tangan Niken. Matanya menelisik setiap toko pakaian, mencari pakaian yang sesuai dengan bentuk tubuh Niken. Niken menggerutu, kesal daritadi berjalan mengitari Mall dan mendatangi toko-toko. Namun, belum juga menemukan pakaian pas untuknya. Awalnya Niken meminta pada Elang untuk tidak usah membelikan baju, tapi Elang bersikeras akan membelikan baju buatnya.

"Lang, udah dong. Gue capek, kaki gue pegel tahu," ujar Niken memelas. Berhenti berjalan sambil menggoyangkan kakinya yang terasa kram.

"Sabar dulu." Elang menjawab. Namun matanya terpokus pada toko di depan tak jauh jarak mereka berdiri. "Nah, di sana."

Tanpa bersalah. Elang menarik tangan Niken lagi, sehingga gadis itu terpaksa ikut berjalan. Mendekati toko, langkah mereka melambat. Elang menyuruh Niken memilih gaun untuk dipakai nanti malam.

"Lo aja deh, yang pilih."

"Kok, gue? Lo yang pake."

"Iya, deh. Tapi gue enggak biasa pake gaun, Lang."

"Harus terbiasa. Lo itu cewek, bukan cowok," cetus Elang seraya mendorong tubuh Niken masuk ke dalam toko tersebut. "Sana, kalo udah bilang ke gue, biar gue yang bayar."

Niken menurut, dengan pelan ia memangkas jarak. Matanya memitar satu per satu pakaian gaun yang tersampir rapi di gantungan. Banyak bentuk gaun juga warna begitu menyilaukan matanya, sehingga ingin sekali Niken membeli semua gaun-gaun yang ada di toko ini. Bibirnya mengerucut lucu, hal tidak mungkin ia bisa membelinya.

Bosan menelisik pada gantungan gaun, Niken beralih ke sebelah. Menelisik kembali, lalu matanya jatuh pada satu gaun berwarna biru dengan corak kembang yang tersampir di dekat jendela kaca. Senyum mereka, gaun tersebut ia ambil. Mengoyang-goyang gaun itu, tidak sengaja Niken melihat harga yang tertempel. Betapa terkejutnya, harga gaun itu begitu fantastik. Dengan harga tersebut, Niken tidak akan mampu membelinya. Apalagi melihat uang sejumlah harga gaun tersebut, Niken belum pernah memegangnya. Maklum, Niken hanya anak seorang buruh yang bekerja di kebun orang.

"Mahal banget harganya," gumam Niken.

"Lo suka, ambil aja."

Niken terkejut. Berbalik badan ke belakang, menyadari Elang sudah di dekatnya. Sebab, dari luar kaca toko Elang terus mengamati Niken yang asyik memilih gaun. Lelaki itu tersenyum, melihat Niken begitu antusias dan bahagia saat memilah gaun-gaun di toko ini.

"Lo ... sejak kapan di belakang gue?"

"Sejak tadi," jawab Elang seadanya.

"Oh ... gaunnya cantik." Niken menunduk. Gaun yang masih ia pegang dipeluknya erat.

"Ya udah, lo ambil aja."

"Tapi harganya mahal, Lang."

Elang mendecak. "Lo remehin gue enggak bisa bayar?"

"Bu-bukan itu maksud gue," ucap Niken seraya menggelengkan kepalanya.

"Kalo gitu sini gaunnya, gue bayar." Elang mengambil alih gaun di tangan Niken. Lantas ia melangkah menuju kasir, meninggalkan Niken cuma terbengong dalam diam.

__________________________

Selamat berbuka puasa, guys. Owh iya, beberapa part lagi Painful akan ending. Jadi, di tunggu, ya.

26.04.20

Re-publish (15.06.2021)

PAINFUL ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang