Binar rasa

36 3 1
                                    

Lima motor KLX memasuki gerbang kampus. Semua mata tertuju pada pengguna motor tersebut karena suara motor itu menggema di seluruh penjuru kampus.

Mereka adalah Ulna, dkk. Ulna baru saja membeli motor baru yang sama dengan keempat temannya. Ia bosan setiap hari naik mobil. Jadilah ia meminta ibu untuk membelikannya motor yang sudah diimpi-impikannya sejak SMA.

"Gimana, Ul, motor baru lu?"
"Enak banget makenya. Sumpahh, ini motor impian gue dari dulu, guys!"
Ulna menepuk-nepuk motornya.

"Nah, coba dari dulu lu beli ini motor, 'kan udah touring kemana-mana kita" ucap Levi yang memang gila touring.

"Ibu gue aja baru ini ngizinin gue naik motor sendiri"

"Eh, ide bagus tuh. Ayo touring! Minggu ini 'kan kita kosong" ajak Tony.

"Boleh juga. Kebetulan gue pengen banget ngenalin motor gue sama alam"

"Ayo! Gue tau dimana tempat bagus untuk touring" jawab Sena.

"Serius lu tau, Sen??" tanya Ulna tak percaya.
"Wah, lu jangan meremehkan gue, Ul. Gue paling sering ikut papi gue touring"
"Wow, ternyata laki juga lu hahahhaa" Levi mengolok Sena.
"Iiihh, apaan sih lu" Sena menarik rambut Levi dan dibalas toyoran pada kepala Levi.

"Udah, udah. Ayo masuk kelas. Lambat nih" ucap Ulna sambil melihat jam ditangannya.

*****

Mereka berjalan melewati lorong kampus. Lorong kampus sudah terlihat sepi sekali. Hanya ada beberapa anak yang berada disitu - itupun bukan anak teknik sipil. Padahal, biasanya anak teknik sipil lah yang memenuhi lorong kampus. Ulna, dkk semakin laju melangkahkan kaki. Ini pertanda buruk. Kelas pasti sudah dimulai dan parahnya ini mata kuliah pak Dirga, dosen baik hati yang tak pernah marah pada mahasiswanya, yang selalu mengatakan, "Saya percaya kalian tidak akan mengecewakan saya."

Buruk. Ini buruk. Ulna, dkk sudah buat kesepakatan bahwa mereka tidak akan mengecewakan dosen baik hati itu. Jika mereka terlambat, bukankah itu mengecewakan pak Dirga? Yang membuat seseorang kecewa itu adalah perkataan dan perlakuan dan terlambat adalah perlakuan tercela. Ah!

Mereka berlari sekencang-kencangnya hingga sampai didepan kelas. Dilihatnya pak Dirga tengah menjelaskan materi. Diam-diam Ulna masuk kelas ketika pak Dirga lengah, diikuti Alif, Levi, Tony dan Seno. Ulna mengisyaratkan kepada teman-teman didalam kelas untuk diam.

"Ehm."

Ulna, dkk menoleh ke sumber suara. Pak Dirga tengah berdiri memperhatikan mereka dengan tangan terlipat didepan dada. Seketika itu pula mereka berlima langsung berlutut dihadapan pak Dirga sambil menyatukan kedua telapak tangan, memohon. Pak Dirga sedikit terkejut dengan reaksi mereka yang tiba-tiba itu.

"Pak, ampun, pak, maafkan kami." Tony membuka pembicaraan.

"Pak, kami janji tidak akan terlambat lagi." timpal Alif.

"Iya, pak, maaf." ucap mereka berlima.

"Kalian ini kenapa?" tanya pak Dirga.

"Kami terlambat, pak. Bapak pasti kecewa." Ulna menunduk.

"Sudah, sudah, berdiri. Saya nggak marah kok."

"Serius, pak?" mereka semua langsung tegap, tak lagi menunduk.

"Iya. Lagi pula saya juga baru masuk." pak dirga menatap jam yang melingkar ditangannya. "Sekitar 5 menit yang lalu." sambungnya.

"Sudah, ayo berdiri." pak Dirga memegang bahu Ulna, membantunya berdiri.

Ulna membeku. Lidahnya terasa kelu. Ia menatap dinding dengan tatapan terkejut. Levi menyenggol tubuh Ulna untuk menyadarkannya.

Pak Dirga yang melihat Ulna dengan ekspresi seperti itu, melambai-lambaikan tangannya kedepan wajah Ulna. Tapi Ulna masih saja terdiam. Merasa usahanya sia-sia, pak Dirga menjentikkan jemarinya dan Ulna langsung tersadar dengan wajah yang salah tingkah.

HASTA & ULNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang