Bagian 3

9.3K 285 0
                                    

"Emang gak boleh pak senyum-senyum."

"Kaya orang gila kamu senyum-senyum sendiri." Kata Arbilla.

"Pfftt.. hahaha..."tawa Rian pecah mendengar Arbilla berkata seperti itu.

Semua yang berada di kantin pun langsung melihat ke bangku yang di tempati Arbilla, Rian dan Braga.

"Pak berhentilah tertawa, semua mahasiswa melihat kesini."

Seketika Rian pun berhenti tertawa dan melihat keselilingnya. Rian pun tersenyum kikuk.

"Maaf Bu... saya...."

"Tidak apa-apa pak."

"Kau!" Sambil menunjuk Arbilla.

"Apa!
Tidak suka?
Tidak ada yang lucu seharusnya kau tidak senyum-senyum sendiri. Dan jangan fikir saya takut dengan kamu si biang onar.
Satu lagi jika kamu seorang mahasiswa jaga sikap kamu kepada dosen. Jangan mentang-mentang kakak kamu ada andil di kampus ini kamu jadi semena-mena."

Arbilla berdiri dan melihat kearah Rian.
"Maaf pak Rian saya duluan ke ruang dosen, saya harus menyelesaikan pekerjaan saya. Dan untuk makanannya terimakasih. Lain kali saya akan mentraktir anda.
Permisi." Lanjut Arbilla.

"Tunggu Miss.
Kita bareng saja."

"Bapak selesaikan dulu saja makannya. Saya bisa sendiri.
Permisi pak."

Arbilla pun langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Wajah Braga sudah memerah menahan amarah. Tak lama dia berdiri langsung mengebrak meja.

"Awas kau!" Sambil menatap tajam Rian.

Rian hanya bisa diam terpaku. Braga pun akhirnya pergi.

Diruang dosen,

"Astaga.... benar-benar gila Gua kaya gini. Tau gini gua kerja sama Vero. Tapi kalau gua kerja sama dia, yang ada Gua gak akan kerja. Kenapa nasib Gua jadi gini, dapet bos yang super super arogant dan dingin, dan dapet mahasiswa yang.... ngeselinnya minta ampun."

"Masih ada waktu 1 jam lagi sebelum mulai kelas. Sebaiknya gua cepet-cepat ngerjain tugas-tugas Gua."

Arbilla pun mulai membuka laptopnya dan mengetikkan tugasnya. Tak lama ruang dosen pun terbuka. Arbilla tak memperdulikan siapa yang masuk. Tapi tunggu, kenapa orang itu mengunci pintu. Astaga... siapa yang masuk? Tanya Arbilla dalam hati. Arbilla masih mencoba fokus dengan pekerjaannya. Ruangan pun menjadi sedikit temaram karena korden pun ikut di tutup.

Tak lama orang itu pun duduk didepan Arbilla. Arbilla pun akhirnya menghentikan aktifitas.

"Ada perlu apa?"  Sambil melihat orang yang sudah duduk didepannya.

Orang tersebut menyeringai.

"Seringai mu sungguh menggelikan. Apa kau mau Konsul. Karena sekarang saya dosen pembimbing akademik mu."

"Konsul?"

"Apa ada yang salah?
Karena untuk apa mahasiswa mendatangi dosen pembimbingnya jika tidak Konsul. Karena jika menanyakan tugas tidak mungkin. Saya kan belum memberikan tugas."

"Benar begitu?" Orang tersebut memajukan wajah dan tubuhnya.

"Apa jangan-jangan kau ingin berbuat mesum?"

"Dengarkan saa ya Braga Adika Sanjaya. Apa kamu merasa terhina,itu sebabnya kamu ingin menakut-nakuti saya?
Jika benar,kelakuan mu tidak akan mempan."

Arbilla berdiri, tapi saat dia akan melangkah pergi tangannya di cekal. Braga menarik tangan Arbilla dan membawanya ke sudut tembok.

Arbilla sedikit memekik, karena punggung dan kepala bagian belakangnya membentur tembok cukup keras. Arbilla yang masih memejamkan matanya tidak tahu jika wajah Braga sudah sangat dekat dengan wajahnya.

Ketika Arbilla membuka matanya dia terkejut dengan Braga yang sedikit lagi akan menciumnya. Reflek Arbilla langsung mendorong Braga hingga Braga mundur beberapa langkah.

"Kenapa?
Kau takut?" Tanya Braga dengan seringainya.

"Kamu ini benar-benar tidak sopan ya! Bisa-bisanya kamu bertingkah seperti ini pada dosen mu. Di mana tata Krama mu. Orang tua mu sudah menyekolahkan mu tinggi-tinggi tapi anakanya kelakuannya seperti tidak berpendidikan. Oh iya... orang seperti mu yang mempunyai akal pendek mana mungkin mengerti nilainya saja banyak yang kurang. 80% mata kuliah harus mengulang. IQ pendek mangkanya sopan santunnya kurang."

"Apa kau bilang!" Seru Braga yang sudah menahan amarahnya.

"Kenapa! Tidak terima!
Jika IQ mu tidak pendek maka seharusnya kamu mempunyai moral yang baik. Buat apa pelajaran tentang sopan santun,tata Krama dan sebagainya kamu pelajari jika sikap kamu seperti orang yang tidak berpendidikan."

Braga langsung mencengkram pundak Arbilla dan mendorongnya ketembok. Arbilla meringis kesakitan. Braga mulai mencumbu Arbilla dengan menciumi lehernya, dan sesekali dia menghisapnya hingga meninggalkan bercak merah.

Arbilla mendorong Braga cukup kuat, tapi tidak membuat braga berhenti. Akhirnya Arbilla menggigit pundak Braga yang membuat Braga mundur.

"Lihat lah kelakuan mu seperti binatang. Masih diarea kampus dan tidak ada hubungan sama sekali dengan saya kamu bisa berbuat mesum seperti ini pada saya. Jika kamu manusia yang memiliki akal tidak akan seperti ini. Melakukan perbuatan yang melanggar aturan. Karena otak mu otak binatang mangkanya tidak perduli dengan lingkungan sekitar dan status."

"Apa kau bilang. Aku binatang!" Seru Braga tidak terima.

"Iya!"

"Kau...!" Sambil menunjuk Arbilla, Braga sudah benar-benar kehilangan kendalinya. Dia benar-benar marah. Sampai-sampai gigi-giginya bergemelutuk menahan amarah.

"Mau apa?
Mau pukul,tampar atau perkosa saya agar saya takut dengan kamu?
Iya!
Jika kamu melakukannya maka kau benar-benar seorang binatang. Jika wanita yang kamu hadapi dia tidak memiliki moral dan bersikap yang tidak seharusnya silahkan kamu melakukan itu. Walau laki-laki seharusnya melindungi seorang wanita. Tapi jika wanita itu bersikap baik dan dia bertindak benar maka kau pantas disebut binatang karena memperlakukan wanita yang berkata benar dengan tidak pantas!"

Braga melepaskan cengkramannya pada pundak Arbilla. Tangannya dia genggam erat hingga buku-buku jarinya memutih.

Braga masih mencoba menahan amarahnya, walau tidak semua perkataan yang Arbilla katakan tidak dicerna dengan baik, tapi dia paham maksud perkataan Arbilla.

Arbilla mendekat,mengambil tangan Braga yang tergenggam kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Arbilla membuka perlahan genggaman tangan Braga. Arbilla pun mengusap lengan Braga lembut. Perlakuan Arbilla membuat Braga lama-lama rilex. Arbilla menyentuh rahang kokoh Braga yang masih sedikit mengeras.

"Braga saya yakin, kamu laki-laki yang baik. Saya tahu pasti ada masalah yang kamu hadapi yag membuat kamu seperti ini. Braga setiap masalah pasti ada solusinya. Jangan melimpahkan kekesalan kamu dengan orang disekitar kamu. Apa kamu tidak ingin membahagiakan orang tua kamu. Orang tua kamu pasti sedih jika melihat kamu seperti ini. Buatlah mereka bahagia disana Braga. Berubahlah untuk kedua orang tua mu yang sudah tenang disana."

Sontak Braga langsung melihat Arbilla.

"Dari mana kau tahu?"

Arbilla tersenyum hangat,
"Kakak mu pemilik saham terbesar di kampus ini. Semua orang tau jika orang tua Pak Bragas sudah meninggal. Dan rang tua Pak Bragas orang tua mu juga kan?"

"Braga... apa kamu tidak ingin memberikan kebahagian kepada orang tua mu. Walau mereka sudah tidak ada disini akan tetapi mereka selalu ada disini." Sambil menunjuk jantung Braga.

"Ini jantung tapi yang aku maksud adalah hati kamu. Walau Oran tua mu sudah tidak ada didekat mu, tapi dihati kamu akan selalu ada orang tua mu. Maka bahagiakan lah hati kamu agar mereka yang tersimpan di hati kamu akan bahagia."

Tiba-tiba saja Braga memeluk Arbilla.

Berambung...

Sexy Lecture My Wife (Di Hapus Sebagian)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang