Prolog

70 12 22
                                    

"BANGSAT, SINI LO ANJING. MAJU!"

Jesya tidak tau sudah berapa langkah ia maju. Namun lelaki di depannya terus mundur, membuat Jesya kesal dan geram menarik kaos lelaki itu. Si lelaki sempat terjengkit, dan memasang wajah melas pada Jesya yang seratus persen mirip dengan orang kesetanan. Si lelaki tidak bisa bicara apa-apa, hanya menunggu nasib baik mendatanginya segera, mengingat ketiga teman dibelakangnya tidak bisa membantu sama sekali. Malang.

"Kalo mau brengsek, nggak usah pengecut, goblok!" Jesya menarik kerah itu semakin keras. Membuat si lelaki terseret ke depan dan melihat jelas wajah Jesya yang kian memerah karena marah.

"Jes, udah." Dara mencoba menenangkan Jesya. Bagaimanapun, dia tidak mau lelaki yang tengah diambang ketakutan itu trauma karena perlakuan Jesya yang lebih mirip orang kesurupan daripada orang marah.

Di belakang lekaki itu, masih ada sekitar tiga orang yang Jesya tidak tau namanya. Ia yakin, ketiganya juga sama brengseknya dengan lelaki yang tengah pura-pura takut ini.

"Jangan diem aja. Mau gue gampar, hah?" Jesya melepaskan cengkramannya di kerah baju. Tetapi detik berikutnya, tangannya hampir mendarat sempurna di pipi lelaki bernama Yoyo itu.

"G-gue disuruh ngomong apaan, Jes?" Yoyo ambil suara, yang kemudian dapat pelototan maut dari Jesya. "Ya jelasin lah ke Dara. Lo tampang nggak bagus aja sok-sokan mau selingkuh. Ketauan di warnet lagi, nggak elit banget!"

Dara melirik ke arah Yoyo. Semua ini, bermula darinya yang minta ditemani ke warnet untuk nge-print. Jesya menemani, dan sampai disana, Dara melihat pacarnya-yang sekarang ia anggap mantan- sedang duduk berduaan di bilik nomor tiga, si perempuan tertawa sambil mencubit pipi Yoyo. Tentu Dara tidak salah lihat, ia benar-benar jelas melihat Yoyo menggoda gadis berbibir merah cerah. Sampai akhirnya Jesya tau dan jadilah Yoyo diseret ke luar warnet dan berujung di depan rumah Jesya.

Seperti yang kalian lihat, akhirnya seperti ini. Yoyo telak habis-habisan dan Jesya benar-benar marah. Dara tidak terlalu bereaksi, dia memang kaget tetapi menurutnya, menginterogasi peselingkuh adalah hal yang percuma. Sebaliknya Jesya, dia malah beropini bahwa ia setidaknya harus membuat Yoyo trauma mendekati Dara. Membuat babak belur cukup kok.

"Jangan diem aja, punya mulut nggak sih?"
"JES!" Dara jengah, lalu menarik temannya itu masuk ke rumah. Awalnya Jesya memberontak, tetapi melihat airmata Dara yang lebih membutuhkan sandaran daripada penjelasan dari Yoyo, akhirnya dia mengalah. Dia bahkan belum mendaratkan satu pukulan pun. Tapi yasudahlah, daripada dia diamuk warga karena tindak main hakim sendiri, jadi dia nurut ketika Dara menyeretnya masuk.

Dara melihat Yoyo, wajah penyesalan tercetak jelas memang, tapi siapa yang akan percaya pada peselingkuh?

"Aku tau nggak perlu ngomong ini lagi. Tapi Yo, hari ini, Dara dan Yoyo udah bukan apa-apa lagi. Resmi."

Yoyo mendongak kaget. Air mata Dara hanya menggenang, namun cukup membuat Yoyo merasa sangat bersalah. Dia mundur, lalu mengajak ketiga temannya pergi dari sana. Hari ini, seperti yang Dara bilang, dia sudah tidak lagi berhubungan dengan cewek imut bernama Dara.

Dalam hati, dia terus berkata. "Maaf, Dara."
***

HERDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang