A-Ayumi

4.3K 533 37
                                    

Please give me a vote .🌟and  comment 💬

------------------------------------------------

Mata Ayumi yang berusia enam tahun tampak berbinar mengamati seutas benang berwarna merah yang berkilau indah, terikat di jari kelingking Papanya.

"Pa, ini apa?" tanyanya polos sambil melilitkan benang itu ke telunjuknya dan mengangkatnya ke udara.

Papanya terheran melihat gerakan lucu anak perempuannya yang sedang mengangkat jari telunjuknya.

"Itu satu," jawab papanya singkat, mengira anaknya sedang iseng menanyakan angka.

Ayumi pun hanya melongo, mencerna jawaban papanya yang tidak ia mengerti. Kembali, ia mengamati benang itu yang ternyata terkait dengan jari kelingking mamanya yang kini tengah sibuk di dapur.

Ayumi lalu mendekati mamanya yang sedang memotong sayuran. Penasaran, ia pun menarik benang itu namun mamanya tak bereaksi, seolah tidak merasakan apapun.

Anak kecil itupun meninggalkan dapur dengan kebingungan.

Kemudian dilihatnya kakak perempuannya~Keiko, yang sedang duduk di teras dan tampak fokus dengan bacaannya.

Di usianya yang masih sepuluh tahun, Keiko tampak lebih dewasa dari anak-anak seumurannya. Semua terlihat dari pembawaannya yang pendiam dan serius. Ketenangannya, seolah mengisyaratkan bahwa ia mengetahui lebih banyak hal daripada orang lain.

Sejak bayi Keiko diasuh oleh nenek mereka di Bandung, sepeninggal neneknya~barulah ia pindah dan tinggal bersama keluarga Ayumi.

"Kak, kak!" Ayumi mencolek lengan Keiko, matanya melihat ke arah jari kelingking kakaknya yang juga terikat benang merah sangat panjang entah tersambung kemana, namun benang itu tak berkilau seperti milik orangtuanya.

"Ini apa?" kembali Ayumi bertanya.

Tertegun sesaat, Kei melihat ke arah Ayu menunjuk. Mengerti apa yang dimaksud adiknya itu. "Ayu bisa ngelihat benang merah itu?"

Ayumi mengangguki pertanyaannya.

"Ayu lihat, gak, benang ini nyambungnya kemana?" tanya Kei lagi.

Anak kecil itu sedikit berlari ke halaman rumahnya~mengikuti arah benang itu. "Panjang kak, gak kelihatan," jawab Ayumi sambil celingukan dengan mata yang memicing mencari ujung benang. Membuat Kei terkekeh melihat aksi polosnya.

"Itu namanya benang jodoh, Yu," ucapnya kemudian.

"Benang jodoh?" Ayu membeo.

"Benang merah yang terhubung dengan pasangan takdir kita. Ikatan jodoh kita."

"Kayak punya Mama Papa, ya?"

"Iya, bener." Keiko mengusap kepala Ayumi. Adik kecilnya ini selalu cepat tangkap dalam menganggapi sesuatu.

"Kak Kei tahu darimana?"

"Nenek yang cerita."

Ayumi kemudian melihat ke arah jarinya sendiri. "Kok, jari Ayu gak ada benangnya? Berarti Ayu gak punya jodoh, ya?" tanyanya sedih.

Kei melirik jari mungil adiknya dan tersenyum. "Ada. Benang Ayu panjang banget, itu artinya jodoh Ayu masih jauh. Masih lama ketemunya."

"Tapi ini gak ada!" Ayumi ngotot sambil mengacungkan kelingkingnya tepat di muka Kei, membuatnya tertawa.

"Ayu gak bisa lihat benang Ayu sendiri. Sama kayak kakak juga gak bisa lihat benang sendiri."

Entah adiknya itu mengerti atau tidak tentang penjelasannya. Yang pasti, Kei sedang berusaha menenangkannya yang terlihat ingin menangis.

"Suatu saat nanti, Ayu pasti ketemu sama jodoh Ayu."

Hingga usia Ayu menginjak duapuluh tahun~itulah sebaris kalimat yang terekam jelas di ingatan Ayumi kecil, yang sampai sekarang masih diyakini dan dinantikannya.

Dia sudah cukup paham tentang arti dari benang merah yang berseliweran di hadapannya.

Anugerah Tuhan yang diberikan turun-temurun dari Nenek~Ibu dari Papanya yang berdarah Jepang, dan hanya diwariskan untuk para perempuan Keluarga Imamura.

Ayu tidak pernah membicarakan perihal kemampuannya itu pada siapapun. Memang siapa yang akan percaya?

Ayu sudah terbiasa, sangat terbiasa. Bahkan saat ini, ketika ia sampai di Kampus. Ia seperti melihat lautan benang merah memenuhi halaman luas yang terikat di jari masing-masing para mahasiswa yang berlalu-lalang disana.

Ada yang terulur panjang tanpa ujung, melintang, bergulung-gulung, kusut, bahkan ada yang sudah tersambung....meski kalo diperhatikan lagi, kedua orang pemiliknya tampak tidak saling mengenal satu sama lain.

Ayu mencoba mengabaikan keberadaan benang itu, yang tentunya tidak akan membuat tersandung bagi orang yang melewati atau menginjaknya.

Ia juga mengabaikan orang-orang yang berpacaran padahal benang mereka tidak saling terhubung. Biar saja seiring berjalannya waktu, nanti mereka juga akan putus sendiri. Begitulah Batin Ayumi, karena bagaimanapun juga mereka tidak berjodoh.

Kecuali mereka adalah orang-orang terdekat Ayu, mungkin ia akan sedikit mengingatkan tanpa banyak ikut campur lebih dalam---

---itulah nasihat Keiko sebelum memutuskan kembali ke Bandung, memilih bekerja dan menetap disana.

Oh, Ayumi sangat merindukan Keiko. Merindukan obrolan receh tentang gulungan-gulungan benang merah kusut disekitar mereka.




🍁🍁🍁




Ini bukan cerita bersambung. Tiap part akan berbeda kisahnya, namun tetap dengan tokoh yang sama yaitu Ayumi.

Bagi readers yang mengharapkan konflik yang greget dan meledak-ledak, disini bukan tempatnya.

Karena The Red String, hanya mengisahkan hal mainstream dengan konflik ringan.

724~200418

The Red StringTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang