Bab 08 adaptasi

16.2K 2.3K 101
                                    

Hari ini pindah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini pindah. Aku sebenarnya belum siap. Tapi bagaimanapun seorang istri harus menuruti kemauan suami. Aku belajar dari kedua orang tuaku. Walaupun bunda lebih tua dari ayah tapi beliau sangat patuh dengan ayah.

Apalagi Mas Rasyid jauh lebih tua dariku dan aku memang harus menurut.

"Kuliah mu cuti Kan?"

Aku melirik sekilas ke arah Mas Rasyid yang kini tengah berada di balik kemudi. Aku baru saja berpamitan dengan orang rumah. Sedih rasanya  harus berpisah dengan Fatur dan Rama. Dan terutama bunda dan Ayah.

"Iya."

Aku hanya menjawab sekecap.  Masih belum nyaman harus berduaan. Semalam saja Mas Rasyid sepertinya tidak tidur di atas kasur. Karena aku sudah terlalu lelah aku langsung tertidur  dan saat bangun tengah malam aku melihat Mas  Rasyid tengah menunaikan shalat tahajud. Lalu subuhnya  aku juga melihat dia sudah shalat subuh. Berarti dia sempat tidur tapi sepertinya tidak diatas kasur.

"Kita sudah sampai."

Aku tersadar saat mobil berhenti di depan sebuah rumah. Tapi aku mengernyitkan kening. Rumah yang kecil. Bukan jenis rumah yang aku tempati. Kan kata Ayah Mas  Rasyid sudah mapan. Tapi kenapa?

"Selamat datang di rumah."

Mas Rasyid sudah membuka pintu dan dia langsung turun
Lalu berputar untuk membukakan pintu untukku.
Aku dibantunya  turun dari mobil lalu digandengnya menuju pintu rumah. Rumah ini sepertinya baru selesai dibangun. Masih belum di cat dan..

"Maaf ya."

Saat pintu terbuka aku bisa melihat ruang tamu yang sudah lengkap. Tapi lantainya hanya ubin  biasa. Bukan keramik.

"Satu minggu yang lalu rumah ini baru saja selesai. Rumahku sendiri."

Mas Rasyid tersenyum kepadaku. Dan aku mencoba untuk tersenyum juga. Walaupun aku tidak nyaman. Aku bukan wanita matre. Tapi sejak lahir aku sudah berada di rumah yang nyaman.

"Aku ambil tasmu  ya? Kamu masuk ke dalam kamar kalau lelah."

Mas Rasyid menunjuk pintu kamar yang ada di balik tirai. Yang bisa terlihat dari ruang tamu.

Aku kembali menganggukkan kepala. Lalu Mas Rasyid keluar lagi. Kuhela nafasku dan aku mulai melangkah ke arah kamar. Semoga di dalamnya sudah lebih baik. Saat aku membuka pintu itu, aku terkejut kamarnya juga belum di cat. Masih hanya semen yang di haluskan di dindingnya. Juga warna kelabu. Kamar ini jadi terlihat suram.
Lalu aku melangkah ke arah ranjang yang berseprai warna putih itu. Bersih dan rapi. Tapi tetap saja aku tidak nyaman.

"Dek. Kamu bisa masak Kan? Itu di dapur kemarin umi  udah menuhin kebutuhan dapur. Ada sayur-sayuran di dalam kulkas. Siang ini aku ingin makan masakanmu."

Mas Rasyid sudah masuk ke dalam kamar dan meletakkan tas bajuku di dekat lemari pakaian yang berwarna putih itu.

"Masak?"

Aku tidak bisa masak. Bunda aja kalau masak kadang lupa garam atau gula apalagi aku.

"Iya. Jangan bilang adek gak bisa Masak?"

Nah. Pipiku langsung memerah. Aku kan memang selama ini belum mau belajar. Aku pikir kan usiaku masih muda dan...aduh Apa yang aku pikir kan?

Mas Rasyid melangkah ke arahku. Lalu menepuk bahuku. Membuat aku terperanjat. Mas Rasyid tersenyum. Aduh jantungku berdegup kencang lagi. Kenapa wajahnya begitu tampan?

"Adek belajar masak Ya? Mas gak suka beli makanan di luar. Selama ini ummi yang suka bawain makanan. Sekarang kan udah ada istri."

Aku hanya menganggukkan kepala. Tidak bisa mengatakan apapun. Lalu Mas Rasyid menghela untuk duduk di tepi kasur.

"Mas. Ini rumah udah jadi atau belum?"

Aku tidak tahan untuk menanyakan hal itu. Dan Mas Rasyid kini tampak tersenyum setelah duduk di sampingku. Dia mengusap-usap kepalaku lalu menatap sekeliling kamar.

"Sebenarnya udah. Ya beginilah. Buat apa rumah yang mewah dek. Lagian uang ditabung. Untuk biaya kita besok. Mas udah bertanggung jawab kepadamu penuh. Yang membiayai semua kuliah kamu sekarang kan Mas. Bukan ayah Rasya lagi. Dan juga siapa tahu kita segera diberi momongan. Jadi lebih baik uangnya mas tabung dan digunakan untuk kebutuhan yang berguna. Memangnya rumahnya kenapa? Jelek?"

Aduh. Aku kok jadi gak bisa ngomong apapun. Aku memang tidak nyaman tinggal di rumah seperti ini.

Mas Rasyid menatapku lekat. Sepertinya tahu kegundahan hatiku. Dia mendekat lagi dan kini menunduk untuk mengecup keningku. Terasa begitu damai mendapatkan kecupan darinya.

"Adek yang sabar ya. Adek pasti terbiasa. Mas di sini  bukannya pelit atau apa. Tapi hidup sederhana itu lebih baik dek. Daripada menghamburkan uang yang tidak penting. Alhamdulilah kita sudah punya rumah. Diluar sana banyak yang lebih kekurangan dari kita. Jadi adek mau kan hidup sederhana sama Mas?"

BERSAMBUNG

Nah udah up ya

Koment yuk biar rame...

Ayahnya Zahra insyaallah minggu besok udah nyampe rumah dan siap di kirim ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ayahnya Zahra insyaallah minggu besok udah nyampe rumah dan siap di kirim ya...

Insyaallah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang