Bab 16 Godaan

11.8K 1.9K 69
                                    

"Eciee pengantin baru udah masuk aja ya?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eciee pengantin baru udah masuk aja ya?"

Aku langsung menutup mulut Nana dengan tangan. Dia ini kadang suka bocor kalau berbicara. Aku edarkan pandangan ke seluruh ruangan kelas. Pagi ini aku memang sudah masuk kuliah lagi. Dianterin sama Mas Rasyid.

"Abisnya kamu tuh nikah terus ambil cuti dan sekarang wow gitu loh kelihatan glowing gimana gitu. Apa emang ya aura pengantin baru itu lebih cantik? Kalau gitu aku mau ah nikah."

Aku terkekeh mendengar celetukan Nana.
"Makanya jangan kebanyakan ngecengin cowok. Mending cari yang pas terus langsung nikah."
Ucapanku itu membuat Nana mencubit lenganku.

"Alah kamu dulu ya gimana? Gak mau dinikahin sama yang tua? Sekarang gimana tuh?"
Aku tersipu malu mendengar celetukan Nana. Tapi kini aku bersedekap dan bersandar di kursi.

"Iya sih. Tapi Mas Rasyid itu beda, bijaksana banget. Aku tuh dibuat gak bisa berkutik sama perhatiannya. Kalau sama yang lebih muda belum tentu kan ya?"

Nana menganggukkan kepala tapi kemudian mendekat ke arahku.

"Si Satya kemarin-kemarin nanyain kamu terus loh. Katanya dia kangen gitu."

Deg

Aku langsung membelalak mendengar ucapan Nana. Kenapa Satya masih saja menggangguku?
****

Menguap lagi. Aku kok ngantuk ya setelah kelas berakhir. Menunggu Nana yang sedang ada di toilet kini aku duduk di bangku.

"Hai cantik."
Mendengar sapaan itu tentu saja aku langsung waspada. Saat menoleh ke arah kananku Satya sudah duduk di sampingku.

Dia masih tetap seperti biasa tampak manis.

Astaghfirullah.

Aku beristighfar dalam hati dan menggeser dudukku.

"Kenapa? Takut sama aku?"

Satya menunjuk dirinya dan membuat aku menggelengkan kepala.

"Apa kamu dilarang suami kamu?"

Mendengar pertanyaan yang itu tentu aku hanya menggelengkan kepala.

"Ngapain juga dilarang?"

Satya kini tersenyum dengan angkuh. Kenapa aku dulu sempat terpesona dengannya? Padahal dilihat sekarang juga jauh banget sama Mas Rasyid.
Aku kok labil ya? Tadi bilang cakep sekarang wajah Mas Rasyid terlihat jelas dan aku tahu Mas Rasyid lebih segalanya.

"Ya kali. Aku cuma ingin berteman sama kamu kok Zahra."
Ucapan Satya itu membuat aku mengernyit. Tapi senyum Satya kali ini terlihat tulus. Dia membenarkan tas ranselnya lalu beranjak berdiri.

"Ya udah ya. Aku mau ke perpustakaan dulu."

Saat itulah aku tak menyadari kalau Satya beranjak mendekat dan mengusap kepalaku lalu pergi begitu saja.

Astaghfirullah.

Nana baru saja keluar dari toilet saat aku masih menatap punggung Satya. Lalu aku segera membuka sepatu yang aku pakai dan...

"Eh mau ngapain?"
Nana langsung memegang tanganku saat melihat aku akan melempar sepatu itu ke Satya yang sayangnya sudah menghilang di belokan.

"Naaaa..."

Aku menurunkan sepatuku dan kini menatap Nana.

"Satya usap-usap kepalaku. Kurang ajar dia."

Mendengar ucapanku Nana langsung membelalak.

"Wah kurang ajar tuh anak."

Aku memberengut dan teringat Mas Rasyid. Kok aku merasa berdosa ya?

*****
"Dek.."

Aku terkejut dengan panggilan itu. Sore ini aku duduk bergelung di sofa di depan televisi. Mas Rasyid tadi menjemputku di kampus dan kita langsung pulang.

Tapi aku masih merasa gelisah dengan kejadian tadi.

"Ya mas.."

Aku menegakkan diri dan kini duduk bersila di atas sofa. Menatap Mas Rasyid yang sedang menyesap teh hangat hasil buatanku.

"Kamu kenapa? Dari tadi diam terus. Sakit?"

Aku menghela nafas dan kini menatap Mas Rasyid yang tampak cakep dengan kaos oblong putih dan celana selutut itu.

"Zahra buat dosa mas."

Kening Mas Rasyid berkerut. Dia meletakkan cangkir tehnya lalu beranjak dari sampingku. Lalu dia sekarang duduk di atas karpet.

"Ada apa?"

Dia mengulurkan tangan dan menggenggam jemariku.

"Tadi Zahra..."

Aku ragu dan takut untuk mengatakan yang sebenarnya.

"Ada apa? Zahra kenapa?"

Mas Rasyid malah menatapku dengan lembut. Duh aku tuh jadi merasa sangat bersalah.

"Ehm Zahra pindah kuliah aja ya mas."

Mas Rasyid kini menatapku dengan bingung. Dia ada di depanku, duduk di atas karpet dengan tangan menggenggam jemariku. Tampak sangat romantis kalau orang melihat.

"Memangnya ada apa?'

Aku kembali menghela nafas. Menguatkan hati ini untuk bicara jujur.

"Digangguin Satya mas. Tadi dia usap-usap kepala Zahra. Mau nimpuk pake sepatu tapi Zahra terlalu shock."

Dan air mata sudah mengalir di wajahku. Aku merasa bersalah.

Mas Rasyid terlihat muram mendengar ucapanku. Tapi kemudian dia beranjak dari duduknya dan langsung merengkuhku ke dalam pelukannya.

"Husstt... udah."

Mas Rasyid mengusap rambut dan mengecup pucuk kepalaku.

"Makasih ya dek udah mau jujur. Kalau adek merasa tertekan dengan kehadiran Satya. Memang lebih baik pindah. Tapi sayang kan? Udah sejauh ini melangkah?"
Mas Rasyid kini menatapku dan mengusap air mata di pipiku.

"Zahra gak mau diganggu mas. Zahra kan sudah punya suami."

Kali ini senyum itu terlihat sangat manis. Mas Rasyid mencolek hidungku.

"Ngerayu mas nih?"

Pipiku merona seketika.

"Mas ih godain Zahra lagi."

Mas Rasyid kembali tersenyum lalu mengecup keningku.

"Mas akan coba cari jalan keluarnya ya."

Kuanggukan kepala dan menatap Mas Rasyid yang masig berada di dekatku persis.

"Zahra sudah cinta berarti sama mas kan?"

Bersambung

Duh sory tadi belum selesai ketik malah udah ke publish wkwkwkwk...

Insyaallah JodohTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang