#3: Lynching

68 16 20
                                    

❝You're too tall that make everything becomes unseen.❞

###

Keesokan setelah hari kemarin yang tak diketahui hari apa, tersiar berita pagi terkini. Akan tetapi, karena pemirsa tidak mau acuh tentang kabar tak penting itu, pembawa acara tidak membacakan laporan dengan lengkap.

"Berita pagi, bzzzt--"

Enam orang anak yang sudah diketahui identitasnya--jangan lupa bahwa mereka korban penculikan--berada di dalam suatu bangunan perkantoran nan besar. Anak-anak itu mengumpul, terpaku di dekat barisan kursi tunggu, menonton layar TV yang terpasang di salah satu pilar. Suara yang dihasilkan terdengar seperti saluran statis meski gambarnya bagus.

Pada momen berikut yang tak diketahui apa hubungan dengan adegan sebelumnya, dijelaskan bahwa terdapat beberapa pria berseragam polisi yang lewat, berlarian keluar.

Ya, mereka tak menghiraukan keenam anak itu, yang notabene merupakan korban penculikan.

Mari berganti ke latar tempat berikutnya, pada suatu ruangan yang agak besar dan bernuansa formal. Keenam anak tahu-tahu sudah berdiri membatu di bagian paling belakang.

Para pria dan wanita paruh baya duduk di sofa tersedia, atau berdiri di dekat. Wajah mereka terlihat pilu dan bersedih. Ada satu fakta yang sangat jelas: mereka orang tua dari keenam anak.

Karena sudah diberikan petunjuk, sekarang tebaklah, mengapa para orang tua tak menyadari anak-anak mereka ada dalam satu ruangan?

Entahlah.

Yang terpenting, polisi-polisi mulai berdatangan, juga turut merasa sangat kebingungan. Salah seorang pria, yang barangkali ketua polisi, terlihat agak geram. Ia kemudian mengajak berdiskusi dengan para orang tua yang sudah taksabar menunggu.

***

Malam hari telah tiba. Di salah satu kamar suatu indekos, seorang pria gemuk meringkuk di pojok kasur, menggenggam sebuah amplop tebal. Tampaknya, ia merasa bersalah karena telah mengambil semua uang.

Masih ingat? Pria itu ialah salah satu pelaku penculik keenam anak, yang kemudian mengkhianati kawannya dengan membawa kabur korban ke tempat lain entah-di-mana.

Tiba-tiba, pria gemuk itu mendengar suara dari kamar sebelah yang kemungkinan berasal siaran TV. Samar-samar kata demi kata yang diucapkan pembawa berita masuk ke liang pendengaran si pria.

"... ancaman penculik anak-anak yang hilang itu berisi bahwa mereka meminta tebusan sebesar seratus juta rupiah ...."

Sekonyong-konyong, pria gemuk merasa pusing. Ia pun keluar dari kamar, masih mengenakan oblong dan celana pendek, melalui lorong indekos yang hanya diterangi lampu ala kadarnya. Hingga, si pria sampai di depan bilik-bilik kamar mandi yang dinding dan lantai semen telah ditumbuhi lumut.

Pria gemuk memasuki salah satu pintu, kemudian menutup daun. Dengan muka pucat serta lengan gemetar, ia melihat ke arah permukaan air pada bak semen.

Saat itulah, muncul agen pembawa sial pula pertanda nasib buruk. Seekor cecak tahu-tahu menongol dari eternit, menghasilkan bunyi "cek, cek" panjang nan menggidikkan bulu roma.

Pusing si pria mendadak kambuh lagi dan kian bertambah kuat. Sakit kepala yang kian menjadi naik level ke nausea. Kini isi lambung pria itu seakan diaduk-aduk. Butir-butir peluh bercucuran dari dahi. Rambut pendeknya lepek, punggung kaus juga ketiak jadi basah kuyup.

Minimnya ruang untuk leluasa bergerak membuat pikiran makin panik. Napas si pria tersengal-sengal, dada terasa sesak. Neuron pada otak menghasilkan visi khayal berupa halusinasi sebagai akibat kurangnya pasokan oksigen.

Children's SHELTER (2020) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang