D E L A P A N

0 0 0
                                    

Zea POV

Aku Zea, Q setidaknya teman-teman memanggilku begitu. Nama asliku Azlazea Narvetta. Q, anggap saja begitu.
     Aku sangat terkejut sekali dengan seseorang yang duduk di sebelahku ini. Apakah dia, Teresa?
     Akupun memendam pertanyaan itu sampai jam khursus pun berakhir. Saat si gadis yang kuyakini Teresa itu telah bernjak dari duduknya, akupun dengan sigap menahan tangannya.
     "Ada apa?" tanyanya heran sambil menaikkan sebelah alisnya.
     "T, aku seperti mengenalmu. Teresa kah?" tanyaku tanpa penuh rasa keraguan. Tentu saja menggunakan bahasa Qualet.
     "Teresa? Siapa? Aku? Aku bukan Teresa." jawab gadis itu yang kini tangannya masih kupegang.
     "Oh, maaf. Aku kira kamu Teresa, kamu mirip sekali dengan dia. Sangat mirip. Dia cantik, imut, manis, banyak disukai para lelaki, aku iri kepadanya. Sungguh!" kataku reflek dengan jujur.
     Gadis itu hanya melongo tanda tak mengerti apa yang aku bicarakan. "Maaf, bisakah kau melepaskan tanganku?" katanya yang reflek langsung melepas genggaman tanganku. Malu sekali rasanya nekat seperti tadi, dan ternyata aku salah orang. Hahaha, lucu sekali bukan.
     "Aku permisi dulu." kata gadis itu sebelum melangkahkan kakinya pergi. Tunggu dulu, siapa tadi namanya?
     Calulla? Seperti pernah dengar nama itu, tapi di mana? Ah, sudahlah, lupakan saja!

Calulla POV

     Aku bergegas pergi ke gedung tempat Pertemuan Guru-Guru pun berlangsung. Dengan langkah cepat, aku melangkahkan kakiku dengan tergesa-gesa menuju ruangan tersebut. Pikiranku kacau kemana-mana. Sebab kak Teresa terkena mantra.
     Ceklek.
     "Permisi.." ucapku cukup berwibawa ketika aku membuka pintu kraso Pertemuan Guru-Guru. Dan tentunya, banyak sekali guru-guru yang ada di sana. Nampaknya, mereka sedang rapat.
     "Masuklah Nona Calulla." kata Ze Avlerd dengan berwibawa. Akupun hanya menurut saja, dan melangkahkan kakiku dengan mantap menuju dalam ruangan tersebut.
     Kini, aku berdiri di samping Ze Avlerd. "Silahkan anda temui Ze Ford di kraso yang memiliki pintu berwarna perak." kata Ze Avlerd kepadaku. "Baiklah Ze." jawabku singkat.
     Akupun pergi meninggalkan kraso itu, dan beralih menuju kraso lain yang memiliki pintu berwarna perak.
     Ku cari kraso itu dengan amat teliti, hingga aku menemukannya. Baru saja aku akan mengetuk pintu, namun pintu telah terbuka dengan sendirinya. Dan menampakkan sang empu yang akan kutemui, Ze Ford.
     "Permisi, dengan Ze Ford?" tanyaku ragu-ragu.
     "Nona Calullakah? Masuklah Nona." akupun masuk dengan penuh waspada. Dan dapat aku lihat, Tuan Hedre juga duduk di dekat Ze Ford. Dan juga, ada seorang wanita setengah baya yang tidak aku ketahui namanya.
     "Nona Calulla, silahkan duduk." kata wanita itu yang hanya ku balas dengan anggukan.
     Ceklek. Pintu tertutup dengan sangat perlahan, dan juga otomatis. Atau mungkin itu adalah salah satu dari efek mantra Ze.
     Akupun duduk di samping wanita itu, dan di seberang Ze Ford dan Tuan Hedre.
     "Namaku Sora. Panggil aku Nyonya Sora." kata wanita itu yang ternyata bernama, Nyonya Sora. Namun anehnya, dia tidak mengajakku jabat tangan. Yeah, mungkin tradisi di Bumi dengan di Qualet memang jauh berbeda.
     "Calulla. Calulla Patricia Pricil." jawabku mantap.
     "Oh, Nona Calulla. Tolonglah anda jangan memakai nama asli anda. Karena di sini sangat berbahaya menggunakan nama asli. Termasuk saudari anda, ia terkena mantra karena menggunakan nama asli."kata Nyonya Sora memulai menerangkan.
     "Tapi, banyak yang di Academy ini menggunakan nama asli. Contohnya, Shapire. Dia teman baruku." jawabku kembali mantap.
     Suasana dalam ruangan mulai canggung. Namun, Tuan Hedre dapat meemcahkan kesunyian itu.
     "Shapire? Aku seperti pernah mendengar nama itu. Jangan-jangan, Shapire Azallea Thavallyne?" kata Tuan Hedre yang membuatku terkejut.
     Bagaimana Tuan Hedre bisa tahu? Tanyaku dalam hati.
     Itu bukan nama aslinya. Itu nama samarannya. Nama aslinya itu bukan Shapire. Namun, Shanaya Virena Azallea Thavara Syallyne Vallet." jelas Tuan Hedre.
     "Panjang sekali namanya?" tanyaku bingung.
     "Benar sekali. Dan untuk itu, mari kita cari nama samaran untukmu, sayang.." kata Nyonya Sora yang hanya lagi-lagi ku bakas dengan anggukan.
     "Namamu Calulla Patricia Pricil kan? Bagaiman jika nama samaranmu, Vallucia Pricil? Nanti masalah nama panggilan, mungkin lebih baik Cia. Itu sangat menggemaskan, bukan?" usul Nyonya Sora.
     "Aku sangat setuju. Maka dari itu, kita harus memanipulasi pikiran orang lain yang telah mengingatmu dengan nama Calulla. Dan untuk nama kakakmu, mari kita carikan bersama." kata Ze Ford dengan usulannya yang langsung disetujui oleh kami semua.
     "Teresa Pricillya Darena, bisa menjadi Treicil Darena, bagaimana? Jika kita menggunakan Trecillya Darena, itu sangat mencolok sekali dengan nama aslinya." usul Nyonya Sora yang pandai membuat nama samaran.
     "Panggilannya?" tanyaku sedikit bingung untuk menentukan nama panggilan dari Treicil Darena.
     "Panggil saja Icil!" seru Nyonya Sora yang membuat kami tertawa terbahak-bahak.
     "Teresa sudah dewasa, Sora.." kata Tuan Hedre mengingatkan.
     "Baiklah kalau begitu. Bagaimana jika Rena? Itu bahkan jauh lebih dewasa daripada Icil kan?" usul Ze Ford yang langsung kami setujui.
     Catat dengan baik nama samaran kita ya.. Vallucia Pricil dengan Treicil Darena. Cia dan Rena. Seperti, nama bayi ya? Ah, sudahlah lupakan saja!
     "Baiklah, kita mulai diskusinya saja ya." kata Tuan Hedre mengawali perbincangan kami..

X E R Z Y OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang