Calulla POV
"Calulla sayang, kamu maukan, lanjut sekolahnya asrama saja?" tanya mom yang tidak berpikir dahulu, jika ini masih fajar. Di saat orang-orang masih terlelap, mom malah membahas masalah ini lagi, di waktu pagi buta lagi. "Mom, Calulla maunya sekolah biasa saja. Nggak usah pakai acara asrama-asramaan segala. Memang ada apa sih mom, kok kayaknya mom ngotot banget buat masukin aku ke asrama?" tanyaku yang berusaha bersikap sesopan mungkin.
"Bukan begitu Calulla, mom hanya ingin kamu mandiri saja." kata mom yang malah membuatku jengkel dengan jawabannya itu. Kemudian, dad pun datang tanpa mengetuk pintu kamarku terlebih dahulu. Tapi, tak apalah.
"Ada apa sih, masih pagi buta juga. Mom, jangan dipaksa kalau Calulla nya nggak mau." kata dad penuh pengertian. Ya dad, dad itu peka banget sama aku. Nggak kayak mom. Batinku dalam hati.
"Dad, nggak bisa gitu dong. Gimana pun juga, sudah saatnya kita kembali dengan membawa Calulla beserta Teresa ke sana. Apa dad lupa, ini sudah tahun ketiga belas?" kata mom yang malah membuatku bingung. Apa maksudnya dengan kembali? Membawaku dengan kak Teresa?
"Ya mom, dad ngerti kok. Teresa pun sudah berumur lima belas tahun. Tapi, apa tidak sebaiknya menunggu Teresa berumur tujuh belas tahun saja?" kata dad yang tambah membuatku tak mengerti atas segala perkataan mereka. Mereka pun terus berdebat dengan topik utama yang sama, dan yang malah membuatku tambah bingung. Apa sih, yang mereka maksud kan? Aku tak mengerti. Lantas, akupun mengakhiri perdebatan ini.
"Mom, dad, stop!" kataku yang langsung dibalas dengan suasana hening. Ya, mereka diam. Namun, secepat ini kah? "Mom, dad, ada apa sebenarnya?" tanyaku dengan nada pasrah kepada mereka.
"Tidak ada apa-apa, Calulla sayang.." kata mom seraya mendekatiku, dan mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang. "Mom, Calulla harus tau. Dan, masalah Teresa, biar dad saja yang urus." kata dad seraya meninggalkan kamarku.
Setelah dad pergi, akupun dengan rasa keingintahuan yang tinggi, mencoba bertanya pada mom yang kini duduk di sampingku. "Mom, ada apa?" tanyaku dengan nada yang amat sangat halus nan sopan.
"Kita harus segera pergi, namun tepatnya kembali. Kita harus segera meninggalkan tempat ini. Ini bukan tempat kita, Calulla sayang.." kata mom yang penuh pengertian. "Apa maksud mom? Iya, memang benar, Calulla sudah lulus sekolah dasar. Namun, Calulla kan bisa memilih sekolah Calulla sendiri." kataku dengan wajah yang amat sangat memelas.
"Bukan begitu Calulla. Sebenarnya, kamu harus tau ini. Kita, harus pergi dan meninggalkan Bumi, tempat kita berpijak saat ini." kata mom yang sontak membuatku melongo, kaget. "Kita tidak berasal dari Bumi, Calulla. Dan kita, sudah lama meninggalkan tempat kelahiran kita. Kamu, dan kak Teresa, akan melanjutkan sekolah di sana. Dan, kalianlah penerus keluarga kita kelak.
"Kamu dan kakakmu, sebenarnya adalah seorang putri. Sedangkan mom dan dad adalah raja dan ratu. Kita dulu tinggal dan hidup di planet bernama Qualet. Dan, kerajaan kita bernama Xerzyo.
"Kita pindah ke Bumi, karena saat itu suasana sedang genting-gentingnya. Banyak sekali pertumpahan darah yang terjadi. Dan di saat itulah, planet Qualet sedang melaksanakan perang kehancuran bernama perang Quatelvo.
"Perang Quatelvo, adalah perang yang sudah diramalkan sejak 50 abad yang lalu, oleh peramal bernama Merz. Tuan Merz adalah peramal yang sangat disegani pada masa itu. Dan diduga, ia belum tiada saat ini. Mungkin, karena ia telah mempelajari ilmu 1001 kitab itu." kata mom yang menceritakan kisah yang sebenarnya dari jati diri keluargaku..
"Apa itu ilmu 1001 kitab, mom?" tanyaku penasaran disela-sela cerita mom. "Itu adalah ilmu yang terkuat, dan saat ini baru Tuan Merz seorang yang bisa mempelajari hingga tuntas. Dan, kamu Calulla, akan sekolah di asrama bernama Magic Q. Xerzyo Academy bersama kak Teresa." kata mom mengakhiri cerita. Padahal, aku ingin mendengar kelanjutan kisahnya.
"Ya sudah, mom tinggal dulu keluar ya. Nanti kamu langsung mulai siap-siap saja. Minggu depan, hari Selasa, jam tiga sore, kita langsung pergi. Dan rumah ini, nggak akan mom dan dad jual kok. Tenang saja." kata mom yang langsung melenggang pergi. Mungkin mom khawatir aku tanya macam-macam.
Kini, aku sendirian lagi. Mom sudah keluar kamar. Dan jam, masih menunjukkan pukul setengah tiga dini hari.
Tok..tok..tok..
Bunyi suara pintu di ketuk. "Boleh kak Teresa masuk?" oh, ternyata kak Teresa. "Masuk saja kak, pintunya nggak Calulla kunci kok." kataku sambil setengah berteriak.
Ceklek. Pintupun terbuka.
"Kamu sudah tau tentang keberangkatan mendadak kita minggu depan?" tanya kak Teresa sembari berjalan mendekat ke arahku, dan duduk di sampingku. "Aku sudah tau kak." jawabku singkat namun mantap.
"Oke kalau begitu. Kita mulai saja nanti bersiapnya. Kakak mau adain acara perpisahan dulu sama temen-temen kakak." kata kak Teresa penuh antusias.
"Sepertinya kak Teresa sangat antusias sekali?" tanyaku sambil mengangkat sebelah alisku. "Bukan begitu Calulla, kan kita mau pulang kan?" kata kak Teresa menyakinkan.
"Iya kak. Tapi, memang kakak nggak sedih gitu?" tanyaku mencoba mencari tahu, mengapa kak Teresa justru sangat senang sekali saat mendengar kabar kita akan pulang ke planet Qualet.
"Nggak gitu juga kali, La. Ya sudah kalau begitu, kamu lanjut tidur aja dulu, kakak juga mau lanjut tidur. Kakak pergi dulu ya." pamit kak Teresa yang hanya aku balas dengan anggukan.
Setelah kak Teresa pergi keluar dari kamarku, akupun mencoba untuk tidur kembali dan masuk ke alam mimpi, namun tidak bisa. Aku mencoba sekali lagi, tetap saja tidak bisa. Pikiranku saat ini sedang sangat kacau balau. Mungkin karena perkataan mom tadi yang sangat mengejutkan. Namun, aku berusaha menepis ingatan beberapa menit yang lalu.
Dan kucoba memejamkan mataku, perlahan namun pasti. Hingga aku telah terlelap dan masuk ke alam mimpi..***
Teresa POV
Kringgg..kringgg..kringgg..
Bunyi alarm menggema keseluruh penjuru kamarku. Akupun sampai terbangun dibuatnya. Kulirik jam yang berada di nakas sampingku, dan ternyata ini baru jam delapan pagi. Apa?! Jam delapan pagi?! Aku lupa, hari ini aku ada janjian sama Lana. Kita akan pergi ke suatu pusat perbelanjaan ternama di Bumi tercinta kita ini. Hitung-hitung, menghabiskan waktu bersama sahabat sebelum aku kembali ke tanah kelahiranku.
Ku sibak selimut yang menutupi badan kecilku, dan akupun segera bangkit dari posisi tidurku. Satu menit berlalu. Dan, setelah kurasa nyawaku sudah mulai terkumpul, akupun segera berlari ke dalam kamar mandi.
Lima menit berlalu.
Aku sudah rapi dengan kaos berlengan sesiku berwarna hijau tosca, celana panjang tiga perempat berwarna putih, dan sepatu kets berwarna senada dengan kaos yang kukenakan. Sangat cocok, untuk kulitku yang terbilang, bersih. Ku poles wajahku dengan bedak tipis, tak lupa menyisiri rambut sebahuku yang sengaja aku biarkan tergerai. Setelah semuanya siap, kuambil topi berwarna hitamku yang akan kukenakan untuk berselfie ria bersama Lana nanti. Tak lupa aku membawa tas berwarna hitam dengan kain jeans kesukaanku yang selalu aku bawa kemana-mana.
Tiga puluh menit berlalu.
Akupun memutuskan untuk segera pergi menuju kediaman Lana dengan diantar oleh Pak Roni, sopir mom. Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk sampai ke rumah Lana. Dan kulihat dari balik kaca pintu mobilku, tampak Lana sedang menungguku di teras rumahnya. Akupun segera turun dari mobil, dan meminta Pak Roni menjemputku nanti tepat pukul dua belas siang.
"Lana!!!" sapaku setelah aku tiba di pekarangan rumahnya. "Eh, Teresa? Lama banget sih, kamu." kata Lana yang nampaknya mulai sebal.
"Maaf Lan, tadi aku telat bangun." kataku jujur. "Ya sudah kalau begitu, nggak apa-apa kok. Aku maklumin, orang kamu orangnya gitu kok." kata Lana santai, yang membuatku merasa sangat lega.
"Sa, kamu mau lanjut sekolah kemana nih? Habis dari SMP khusus putri, apa kamu mau lanjut ke SMA khusus putri juga? Kalau gitu, kamu nanti ngejomblo terus dong?" canda Lana yang selalu bisa membuatku tertawa. Aku takut, jika aku pergi nanti, tidak ada yang menghiburku saat aku sedih.
"Nggak kok Lan, kamu tenang aja. Cuma, kayaknya aku bakal nerusin ke luar kota deh." jawabku ngasal, tapi memang bener sih. Masa aku mau bilang ke luar Bumi sih, nanti diketawain sekaligus kedok aku kebongkar deh.
"Oh, gitu ya. Kalau begitu, sama dong. Aku juga mau nerusin ke luar kota. Tapi, nanti kita nggak bisa ngerayain ulang tahunmu yang keenam belas dua bulan lagi dong?" kata Lana sambil memanyunkan bibirnya. Sungguh lucu sahabatku yang satu ini.
"Iya Lan." jawabku singkat. Setelah itu, kami pun pergi ke pusat perbelanjaan yang aku ceritain tadi. Kebetulan sekali, tempatnya tidak jauh dari rumah Lana.***
Karena POV
"Ren, gimana dengan Calulla? Dia setujukan? Soalnya, tadi Teresa antusias banget pas aku ceritain soal kepindahan kita untuk pulang kembali ke Qualet." kata Giovan, suamiku, dan dad dari anak-anakku, Calulla dan Teresa.
"Calulla setuju saja Van, cuma ya dia agak setengah nggak rela juga. Tapi, mau bagaimana lagi kan? Itu adalah jalan satu-satunya untuk kita bisa kembali berkumpul dengan sanak saudara yang ada di sana. Toh, juga sudah tidak ada perang Quatelvo lagi kan? Perangnya sudah usai, tinggal kita kembali saja." kataku dengan tersenyum agar Giovan tidak banyak terbebani dan berpikir dua kali untuk segera pindah ke Qualet.
"Terus, Calulla nya mana? Kok nggak kelihatan dari tadi?" tanya Giovan mengalihkan topik.
"Masih tidur." jawabku singkat. "Terus, Teresa?" tanya Giovan lagi.
"Lagi pergi ke rumah temennya." jawabku lagi. Dan, kamipun kembali sibuk dengan urusan kami masing-masing.***
Calulla POV
Aku baru bangun pukul tiga sore. Itupun, karena mom membangunkanku. Apakah selama ini aku tidur? "Kamu tuh ya, masa tidur terus sampai sore sih? Kamu kenapa, Calulla sayang? Kamu sakit?" tanya mom yang tengah panik dan cemas.
"Calulla nggak apa-apa kok mom.." jawabku dengan suara khas bangun tidur. "Calulla sayang, kamu cepetan berkemas-kemas ya, kita akan segera berangkat." kata mom yang kali ini nampak berbeda. Iya, mom lebih tegas.
"Sekarang? Katanya minggu depan?" tanyaku tak percaya.
"Ada berita mendadak dari Qualet. Katanya, tahun ajaran baru mau dimulai, sementara itu, kakakmu juga sudah lulus dari Academynya. Dan tenru saja, membuatnya kerepotan jika mengurus kerajaan sendiri. Jadi, kita harus segera ke sana. Malam ini juga, pukul sebelas. Keberangkatan sudah disusun sedemikian rupa." kata mom yang malah membuatku tambah pusing. Dan aku, hanya pasrah dan menurut saja.
Eh, tunggu-tunggu. Kita mau pergi ke luar angkasa, bukan luar negara. Keberangkatan? Apa maksud mom? Tidak ada manusia Bumi yang sama macam kita ini. "Kita akan pergi dengan pesawat luar angkasa milik kerajaan Xerzyo. Bersiaplah segera, kita akan dijemput nanti." kata mok yang langsung bangkit dari duduknya, dan pergi keluar kamarku.
Apakah tadi nyata? Mom seperti bisa membaca pikiranku! Tanpa pikir panjang, akupun segera mengemasi barang-barangku..

KAMU SEDANG MEMBACA
X E R Z Y O
Viễn tưởngbaca aja dulu, kali aja suka.. happy reading guys.. salam manis, dari penulis.. ⭐⭐⭐⭐⭐