16. Tetap Tinggal, Selamanya (END)

159 28 2
                                    

Putri menarik tangan Daniel masuk ke dalam rumah. Menggiringnya ke dapur dan menyuruh Daniel menunggunya di meja makan. Hari ini Putri mendapat giliran untuk membuat makan malam, tapi kedatangan Daniel benar-benar membuat Putri masih berpijak di antara nyata dan maya. Makannya, dari tadi, tiap 10 detik sekali Putri akan menengokan kepalanya ke arah Daniel meskipun ia tengah sibuk memotong sayuran dan menanak nasi.

Daniel masih mandangin Putri yang lagi masak di depan pantry. Rasanya, udah lama Daniel gak liat bidadari itu di depan matanya. Rasanya kemarin-kemarin Daniel masih harus buka ponselnya dan baru bisa liat foto Putri lagi senyum kecil saat makan es krim yang jadi wallpaper ponselnya. Tapi coba liat, kali ini Daniel bahkan bisa melihat Putri langsung. Live. Tanya layar pemisah sialan bernama ponsel. Bahkan gadis itu sedang melihatnya dua detik, lalu memotong sayur lagi dan melihatnya lagi.

Lucu sekali.

Tanpa sadar, Daniel berdiri. Kakinya melangkah melewati garis pemisah meja makan dan pantry dapur. Ia kini berdiri di samping Putri dan mencolek gadis itu berkali-kali. "Gue masih kira lo hologram bergerak. Lo asli kan?"

"Harusnya gue yang nanya gitu." Putri menahan air matanya, namun tetap saja bulir itu keluar. Berselancar di pipi Putri dan berakhir diseka oleh punggung tangannya. "Lo asli kan, Niel? Ini bukan mimpi doangkan?"

Daniel menangkup wajah Putri. Membuat wajah gadis itu sejajar dengan wajahnya. Air matanya masih turun saja. Daniel bahkan sudah membantu menyusutnya dengan kedua jempolnya. Tapi anehnya, Putri malah terlihat lucu sekali dengan wajh seperti ini.

"Gue asli. Gue gak akan pergi lagi."

Daniel tersenyum.

Putri lagi-lagi menyerbu Daniel dan menangis di dalam pelukan lelaki itu. Kadang, setelah kepergian Daniel, Putri baru sadar, tempat ternyamanya untuk bersandar adalah di pelukan Daniel.

"Lo, lo tuh jahat yah. Cuman ngasih surat dan gak mau minta maaf karena udah pergi tanpa bilang mau kemana." Putri berusaha keras untuk berucap dengan suara yang normal, namun ingusnya membuat semuanya kandas. Ia terdengar seperti baru saja terkena flu kemarin sore dan saat ini sedang parah-parahnya.

"Gue kan udah bilang bakal balik lagi," ucap Daniel gemas sambil mencubit pipi Putri.

"Tapi seenggaknya bilang kalo pergi tuh. Semua orang khawatir yah sama lo." Putri menepis tangan Daniel sebal.

"Nanti lagi gue bilang deh. Tapi kayanya gak usah deh."

"Kenapa gak usah?!"

"Kita kan bakal bareng seterusnya."

"Hah?"

"Yah, gue mau kita bareng seterusnya."

"Gimana caranya?"

"Yah kita nikahlah."

"Hah?"

Daniel lagi-lagi tertawa jenaka. Membuat Putri tercengang dengan ingus mengalir. Ini cowok udah pergi gak bilang, otaknya masih ketinggalan di mana sih?

"Put, nikah sama gue, yuk," ajak Daniel tanpa basa-basi. "7 tahun lagi."

"Hah?!"

Tawa Daniel makin keras.

Wajah Putri memerah tak tertahan.

"Daniel lo tuh yah!" Putri memukul Daniel keras. "Udah datang gak bilang, pergi gak bilang, ngajak nikah juga cuman gini doang?"

"Tapi lo mau kan?" goda Daniel

Wajah Putri memerah lagi. Ia mengangguk. "Iya," cicitnya kecil yang membuat tawa Daniel berderai. Namun belum lagi pukulan Putri mendarat di punggung Daniel, lelaki itu sudah memeluk Putri lagi. Membawa mereka dalam dekapan hangat dalam letupan kebahagian yang hanya bisa mereka rasakan.

"Sialan yah lo, Niel. Pergi dadakan, pulang gak bilang. Udah gak nganggep temen lo? Terus kita apa? Anak ayam?" Suara Chanwoo terdengar memekakan telinga Putri dan Daniel. Seperti biasa, lelaki itu selalu berkata degan suara luar biasa ribut. "Untung Mingyu ngasih tau yah."

Danie dan Putri saling melirik lalu tertawa kecil.

"Banyak bacot lo. Daniel gak ada aja ngerengek sepi, pas ada malah lo jelekin." Kali ini Wooseok menengahi, membuat rumah Putri terdengar bising.

"Woy, temen lo kok pada ke sini semua sih? Rumah gue bukan pasar, bego!" Kali ini, si pemilik rumah, Rowoon, terdengar marah.

"Hehe, gapapa kali-kali." Mingyu hanya tertawa dan menengahi.

"Itu couple baru. Kapan nikah yah? Kok udah peluk-pelukan? Mesra sekali yah bapak ibu ini." Jaehyun menggeleng melihat Putri dan Daniel yang masih dalam posisi berpelukan.

"7 tahun lagi."

"Ohh... Eh, apa? 7 tahun lagi lo bilang? Kalian beneran mau nikah?" Kali ini Rowoon yah menembal.

"Adek lo udah gue booking yah."

"Sialan lo, Niel. Adek gue bukan barang!"

Dan deraian tawa menjadi akhir dari kisah ini.

Daniel mungkin berandalan paling menyesakan satu sekolah, tapi hanya Daniel yang bisa membuat Putri sadar jika luka masa lalu bukan untuk dilupakan dan akhir-akhirnya malah melarikan diri. Luka masa lalu ada untuk diikhlasi. Bukan menyimpan luka itu menjadi sesuatu yang menyakitkan, tapi menjadikan sebagai pengingat jika kita pernah jatuh dan tak akan mengulanginya lagi.

Daniel mengajarkan Putri banyak hal, tapi dari banyak hal itu, Daniel menyadarkan Putri satu hal yang penting; bangkit dari luka masa lalu.



END


yang ini beneran end


heheh


a/n

makasih untung kalian yang mendukung saya dari awal kisah ini. saya terharu. sangat. hehe. udah gitu aja. selamat menunggu karya saya yang terbaru.

The PlayerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang