Bab 08 - Keponakan

168 10 0
                                    

8.

SETELAH selesai memberikan obat kepada Penda, Alsa tidak lantas langsung pulang. Dirinya kini malah sibuk menonton drama di televisi dan berbaring di sofa yang ada didalam kamar. Alsa merasa takjub, rumah Penda begitu mewah. Kamar tamu saja serasa menjadi kamar majikan, segala apapun ada.

Penda sedari tadi hanya diam, tidak berani mengucapkan sepatah katapun. Niatnya setelah meminum obat ia akan menyuruh Alsa pulang, namun ia tidak jadi sebab gadis itu malah tiduran disofa sembari menonton drama kesukaannya. Penda tidak mau dibilang sebagai pengusir.

Penda mengerjap melupakan sesuatu, ia lupa mengabari managernya bahwa dirinya sedang sakit. Buru-buru ia mencari ponselnya yang ternyata ada di meja sebelah.
Penda tidak berniat menelepon, hanya mengirimkan pesan singkat saja. Dirinya tidak bisa bicara terlalu banyak.

Hari ini Penda ijin ya Om.
Penda sakit

Setelahnya ia menekan tombol send. Berharap semoga segera dibaca, pasalnya ini sudah hampir memasuki jam syuting. Penda tidak mau semua orang menunggunya yang jelas-jelas tidak bisa datang dilokasi.

Penda mendelik saat dua centang abu-abu berubah menjadi dua centang biru pertanda pesannya sudah dibaca.
Lalu tidak lama sebuah pesan balasan masuk.

Iya pen
Om jg lg jaga istri. lg lahiran

udh lahiran Om
selamat y
maaf penda gk bs dateng

blm
ini msh nunggu
iy gk pp
doain aj

pasti Om

Tidak ada lagi balasan dari Managernya. Mungkin masih menunggu istrinya yang sedang dalam proses melahirkan. Setidaknya Penda dapat bernapas lega sebab syuting dibatalkan hari ini.

Manik Penda kembali menatap Alsa yang kini terdengar suara cekikikan saat menonton adegan di televisi. Hati Penda berdesir begitu saja mendengarnya.
Penda pikir dirinya benar-benar telah menjadi Om paling berdosa yang dengan teramat kurang ajarnya menyukai Alsa.

Penda bangkit, membuat pergerakan di ranjang. Sontak Alsa menengok kebelakanng dan dilihatnya Penda berusaha bangkit dari tempat tidurnya.

"Om, mau kemana?"
Alsa buru-buru mendekat ikut membantu Penda berdiri dengan memegang lengan dan bahu Penda. Sontak pria itu merasakan desiran aneh dihatinya.

"Ke kamar mandi. Om bisa sendiri Al, nggakpapa."
Ucapnya yang malah dipelototi oleh keponakkannya itu.

"Nggak usah ngeyel deh. Sini biar Alsa ban-"

cklek!

Penda menoleh kearah pintu begitupula Alsa. Disana sudah berdiri seorang perempuan cantik dengan menenteng dua kresek berisi penuh.

"Elina." desisnya Pelan membuat Alsa menatap Penda dan Elina bergantian. Dan ketika wanita cantik berpenampilan modis itu mendekat, ekor mata Alsa tak henti-hentinya memperhatikannya dari pangkal hingga ujung. Cantik; itulah yang Alsa batinkan.
Namun Alsa masih bingung siapakah wanita ini. Ataukah teman Penda atau bahkan pacar Penda. Entahlah, Alsa bingung jika hanya sekedar menerka. Tak urung ia merasakan sedikit perasaan tak terima dihatinya. Bukankah itu lebih baik, daripada Penda menyukai keponakkannya sendiri.

"Kamu sakit apa?"
Elina bertanya tangannya sudah menyentuh kening Penda begitu saja, melupakan Alsa yang masih memegang bahu dan pundak Penda.

"Darimana kamu tahu rumah saya El?"

Wanita itu tersenyum, membuat Alsa semakin minder dibuatnya. Alsa tak bisa mengelak jika senyuman wanita bernama Elina itu begitu manis.

"Manager kamu yang ngasih tahu. Oh ya, kamu mau kemana biar aku bantu."
Mata Elina berhenti pada Alsa, menatapnya dengan dahi berkerut seolah bertanya siapakah dia.

Merasa diperhatikan dengan wajah kebingungan, Alsa melepaskan tangannya dari tubuh Penda dan tersenyum memperkenalkan diri.

"Ah- saya Alsa. Ponakkan Om Penda."
Ya, Alsa memang hanya keponakkan Penda bukan.

"Oh, Saya Elina teman syuting Om kamu."
Ucap Elina dengan wajah manisnya. Rasanya Alsa ingin secepatnya keluar dari rumah Penda dan menutupi wajahnya dengan selimut sangking mindernya.

"Kalok gitu Alsa pulang dulu ya Om. Lagian udah ada temen Om yang dateng. Alsa duluan." Ujarnya buru-buru mengambil ransel yang ia geletakkan di sofa. Penda hanya diam tak berani menahan gadis yang ia sukai itu.

"Pen, ayok aku bantu."

Penda mendesah membiarkan Elina membantunya menuju kamar mandi. Tapi kenapa ia merasa tidak tenang saat Alsa pergi begitu saja barusan. Ia beranggapan jika Alsa cemburu saat Elina datang kerumahnya. Astaga, Penda rasa ia sudah gila. pikiran macam apa yang beranggapan jika Alsa cemburu kepada Omnya sendiri. Bukankah yang melibatkan rasa disini hanya Penda saja, Dan Alsa tidak menahu sual itu. Kembali Penda merasa terjebak dalam kisah cinta sendiri, tidak. Bukankah sejak dulu ia selalu jatuh cinta sendirian memendam perasaan terhadap Alsa.

***

"Pen, kamu harus banyak makan buah."
Elina masih saja menyuruh Penda memakan apel yang ia potongkan. Padahal Penda sudah berkata ia tidak ingin memakannya.

"Biar cepet sembuh." Ujar Elina masih saja memaksa Penda. Tak urung pria itu hanya pasrah, membuka mulutnya menerima suapan buah dari Elina.

"Kenapa nggak hubungin saya dulu kalo kamu mau kesini?"
Penda membuka suara, membuat Elina tersenyum.

"Aku udah keburu panik makanya aku langsung beli banyak makanan terus nanya alamat ke manager kamu."
Jawabnya membuat Penda mendesah kasar. Seharusnya sejak awal Penda harus memberitahu managernya untuk tidak menyebar alamat rumahnya kepada siapa saja yang menanyakan.

"Tadi itu... ponakan kamu Pen?"
Tanya Elina membuat Penda menghentikan kunyahannya.

"Iya." Jawabnya singkat.

Elina mengangguk namun otaknya tak mengiyakan begitu saja jawaban Penda barusan. "Tapi ekspresi dia tadi waktu aku dateng kayak nggak suka gitu."

Penda tak menyahut, sampai akhirnya Elina kembali berucap.
"Aku pikir tadi itu pacar kamu."

"Tapi bagus deh. Dugaanku salah."
Lanjutnya yang masih terus saja Penda dengarkan. Kembali Penda tertampar oleh kalimat Elina yang seolah menyadarkannya jika Alsa hanyalah keponakkannya. gadis yang tak seharusnya menjadi pendampingnya meski jauh dalam lubuk hati Penda berharap Alsa yang akan menjadi miliknya.

"El, kamu nggak pulang?"
Elina terkekeh mendengar pertanyaan Penda.
"Aku kan kesini jenguk kamu Pen. Hitung-hitung belajar ngurusin kamu." Jawab Elina namun nada bicaranya sedikit memelan diakhir kalimat.

Tak mau terlalu memikirkan ucapan wanita yang ada disebelahnya, Penda justru berbaring dan menarik selimut sampai kedagu. Dirinya butuh istirahat untuk menenangkan pikiran.

______________________

Gimana? udah tertarik dan suka cerita ini?
oke lanjutkan!!!

Nikah, Om?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang