Jalan - Jalan Naik Tuktuk

132 12 0
                                    

Assalamualaikum semua, maaf yah admin baru selesai hibernasi hehe perkuliahan padat dan banyak sekaki kegiatan. Alhamdulillah Eps. 7 rilis!! Selamat membaca ya, jangan lupa komen dan suaranya ❤

“…. Jaga kesehatan, Jangan pergi keluar. Besok Thailand hujan”. –tulisan dikresek hitam-
Hari ini aku punya janji. Bersama Jay mengunjungi suatu tempat yang masih dia tutupi. Aku ingat pesan kemarin. Hujan akan mengguyur Thailand hari ini. Tapi sebuah janji tak bisa begitu saja aku khianati. Akhirnya aku putuskan tetap pergi.
“Nay, are you ready?” kata Jay sambil menunggu Tuk tuk (angkot Thailand) yang berhenti.
“Insyaallah..” kataku.
Jay begitu sederhana, walau aku tahu dia orang berada. Tapi dia tidak mau menggunakan kekayaan orangtua.
“Nay, are you happy?” katanya saat setelah kita duduk dalam tuk tuk, angkot khas negeri gajah dengan supir yang sangat ramah. Tak jauh dengan angkot di Indonesia hanya design nya saja yang sedikit berbeda.
“Alhamdulillah” aku tersenyum.
Perjalanan tidak terlalu lama, kurang lebih 20 menit kita akan sampai disana. Jay banyak bercerita, tapi aku merasa biasa saja. Aku sesekali senyum dan tertawa. Tidak seperti Yudho, yang sedikit bercerita namun bahagianya terasa lama. Aku ingin pulang. Bertemu dengan orang-orang tersayang. Itu saja.
“Arrived..” katanya mengajakku turun dari tuk-tuk.
“Maasyaallah” lima detik aku terdiam, melihat masjid megah dihadapan.
Dia melangkah. Aku mengikutinya. Sungguh ini menakjubkan. Ketika melihat minoritas diakui keberadaannya. Iya. Mayoritas penduduk Thailand beragama Budha, sehingga jarang sekali menemui masjid disana.
“Ahlan wa sahlan” kata salah seorang ustadz menyapa kita.
“Ahlan wa sahlan” kata Jay dan Aku.
“Wa kayfa haluka anta?” lanjut ustad menanyakan kabar Jay.
“Bi khoir Alhamdulillah” jawab Jay sambil bersalaman seolah mereka sudah sangat akrab.
“Nay he is my uncle. Ustadz Syam” kata Jay mengenalkanku pada pamannya.
“Assalamualaikum, my name is Naya” aku memperkenakan diri.
“Waalaikumussalam…” kata paman Jay sangat ramah.
Kita dipersilahkan masuk ke masjid megah, yang telah tersedia begitu banyak makanan khas Thailand didalamnya. Beberapa menit kemudian munculah seorang perempuan  dari arah luar berbalut gamis, kerudung panjang dan bercadar. Aku terpesona dan tak bisa berkata apa-apa.
“Assalamualaikum…” salam perempuan itu.
“Waalaikumussalam, ummi” seketika Jay berlari dan memeluk perempuan itu.
“Hfft.. ibunya toh” kataku berbisik.
“Perdon me” kata ustadz yang sekaligus paman Jay seolah menaggapi perkataanku.
“No. Sorry…” kataku gugup dan malu.
Terlihat Jay dan ibunya sangat saling merindukan, seperti anak yang telah terpisah beberapa tahun dengan ibunya. Aku paham. Karena aku juga pernah merasakan.
“Who is she?” kata ibu Jay menunjukku.
“She is my friend ummi, from Indonesia” Jay mengenalkanku pada ibunya.
“Indonesia?” sumringah raut wajah ibu Jay.
“Yes, I am Indonesian” kataku sambil bersalaman.
“What a beautiful you are” Ibu Jay memuji sambil memelukku.
“Thank you” aku sedikit gugup dan malu.
Kita duduk bersama. Menikmati jamuan yang telah tersedia. Banyak yang keluarga Jay ceritakan, termasuk tentang masjid megah ini, yang merupakan peninggalan Alm. Ayah Jay yang telah meninggal karena sakit beberapa tahun lalu. Ayah Jay adalah sosok ulama yang terpandang di negeri Thailand, menyuarakan syiar-syiar islam dengan cara yang disukai banyak orang. Selain itu, beliau membangun sebuah pesantren untuk muslim Thailand yang tak mampu dalam segi finansial. Hebat bukan. Sekali lagi, mendengar kisahnya aku hanya bisa terdiam.
“Are you Naya Iriani Yanto” kata ibu Jay tiba-tiba.
“Yes, I am” jawabku.
“I like her” bisik Ibu Jay kepada anaknya.
“Ana uhibbu, mi” balas Jay berbisik pada Ibunya sambil bercanda.
Aku sedikit tertawa. Bukan apa-apa. Tapi aku merasa ada yang berbeda.
“Are you single?” seketika tanya Ibu Jay kepadaku.
“emmmmm….sorry” Tiba-tiba handphone ku berdering, panggilan dari nomor yang masuk kemarin. Iya, tidak salah lagi. Yudho. Aku keluar dan mengangkat panggilan.

“Halo, iya….”
“Nay udah ada yang punya”
“Maksudnya?”
“Udah jawab begitu aja”
“Terus?”
“Bilang. Calonnya udah mau jemput”
“Ke?”
“Pelaminan. Haha”
“Apa yang lucu?”
“Kamu.”
“Apa bukan siapa..”
“Oh. Apa. Apa yang membuatmu bahagia? Iya pasti Aku lah!” jawabnya begitu percaya diri. “Udah ya” lanjutnya.
“Udah apa?”
“Udahan aja temenannya”
“Terus?”
“Kita…. Ni….. siap komandan! Eh udah ya. Jawab aja udah ada yang punya, dahh” katanya menutup panggilan karena teguran komandan. Terdengarnya seperti itu.

Aku masuk lagi kedalam dan terlihat semakin banyak orang.
“who are they?” bisikku pada Jay.
“They are my big family”
“Oh my God!” dalam hatiku. Rasanya aku ingin cepat keluar karena gerogi yang tak tertahan.
“Nay… how about..?” kata Ibu jay seakan masih penasaran dengan jawabanku.
“Emmm.. yes Alhamdulillah”
“Single or…?
“Hmmm, sorry I cant to answer it” aku tersenyum dan menunduk.
“Oh no problem, dear.” Kata Ibu jay.
Kita semua saling mengenal satu sama lain. Dari keluarga Jay aku belajar bahwa kita harus tetap berbuat baik pada sesama. Menjadi pribadi yang bermanfaat bagi nusa, bangsa dan agama. Satu jam yang berharga, kita saling menebar canda dan tawa.
“Time is over hehe.. we must going to college” kata Jay.
Akhirnya Jay meminta izin pulang kepada keluarga, terlihat raut mata sedih dari ibunya. Tapi mau bagaimana. Syukuri saja. Didepan masjid kita mengabadiakan kenangan, bersama keluarga besar dari Jay Yusuf Abdurrahaman. Terimakasih untuk sebuah pengalaman, takkan bisa aku lupakan.
“Wait Nay, this is for you” kata Ibu Jay sebelum aku menaiki tuk tuk.
“Maasyaallah. Thank you so much. I will always remember about you”. Ibu jay memberiku sebuah Al- quran tosca, warna yang sangat aku suka. Aku memeluknya, tak disadari telah meneteskan air mata. Sebab aku begitu rindu keluarga di Indonesia. Dan juga dia.
Aku dan jay pulang, menaiki kendaraan khas Thailand. Bersama benyaknya lambaian tangan, kita mengukir sebuah kenangan. Ini bukan soal perasaan, hanya sebuah pertemanan. Karena hatiku telah jatuh ditangan orang. Terimakasih Jay Yusuf Abdurrahaman.

THAILANDKU TAHUN 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang