Chapter 8

2.1K 160 32
                                    

Senyum manis masih setia menghiasi bibir Wanita paruh baya bersurai pirang sebahu, doa-doanya telah di jawab oleh Kami sama putrinya telah membuka hatinya dan melangkah maju. Ia tidak bisa menahan senyum sejak menerima telepon dari Sakura pagi ini, dengan persaan meluap ia berniat menemui Kakak iparnya untuk membagikan kabar bahagia yang ia terima.

Mebuki selalu khawatir jika Putrinya akan terjebak dengan cinta masa lalunya dan tidak dapat meraih kebahagian, ia tahu putrinya sangat mencintai Sasuke meski Pemuda itu telah mencampakkannya. Ia tidak tahu apa alasan Sasuke meninggalkan Sakura dan memilih menikahi mantan kekasihnya, padahal ia dapat merasakan perasaan tulus sang pemuda pada putri semata wayangnya bahkan ia selalu melihat cinta yang begitu besar terpancar dari onyx yang selalu menatap tajam setiap orang tapi terlihat lembut dan teduh ketika menatap Sakura.

Pintu rumah keluarga Namikaze terbuka saat Mebuki sampai, ia melihat kakak iparnya sedang berbicara dengan wanita bersurai raven. Sudah cukup lama ia tidak bertemu dengan wanita itu sejak Sakura mencoba mengakhiri hidupnya.

"Nee san" Mebuki menginterupsi obrolan Kakak iparnya dan Mikoto.

"Ah, Mebuki." Kushina tersenyum pada adik iparnya. "Masuklah."

Manik segelap malam itu menatap Mebuki canggung, ia ingat pertemuan terakhir mereka yang kurang menyenangkan. Wanita itu memintanya untuk tidak pernah menemui Sakura lagi demi kebaikan gadis merah muda yang sedang terbaring lemah. Mana mungkin ia bisa melupakan betapa rapuhnya Sakura saat ia bangun setelah tidak sadarkan diri selama dua puluh empat jam karena kehilangan banyak darah nama yang di panggil adalah putranya tapi pemuda itu tidak ada di sana dan setelahnya tidak ada satu patah katapun keluar dari bibir mungil itu, hanya tatapan kosong dan wajah sendu yang ia lihat saat mengunjunginya di rumah sakit. Ibu mana yang tidak sakit hati melihat putrinya menderita, dan Mebuki meminta padanya agar ia dan keluarganya tidak lagi menemui Sakura agar gadis itu tidak lagi mengingat putra mereka yang telah mematahkan hatinya. Dengan berat hati ia menerima keputusan Mebuki dan tidak pernah menemui sang gadis meski ia sangat ingin memeluk dan menenangkannya.

"Lama tidak bertemu Mikoto san." Mebuki mencoba menghilangkan persaan canggung diantara mereka berdua.

"Ya, bagaimana kabarmu Mebuki san?" Mikoto tersenyum canggung pada Mebuki.

"Aku baik-baik saja." Mebuki tersenyum ramah.

"Kau membawa banyak bahan masakan apa kau ingin merayakan sesuatu?" Kushina menatap kantung yang penuh di kedua tangan Mebuki.

"Ah ya, Sakura sudah di terima bekerja karena itu aku ingin membuat ramen, apa nee san keberatan?" Awalnya Mebuki ingin memberitahu kakak iparnya jika Sakura baru saja menerima lamaran Gaara tapi saat ia melihat Mikoto berada di sini ia mengurungkan niatnya dan malah mengatakan jika ia merayakan Sakura di terima bekerja.

"Sakura bekerja?" Tanpa sadar Mikoto bertanya."Maafkan aku." Mikoto menundukan wajahnya saat Mebuki menatapnya ia merasa malu karena ia tak memiliki hak untuk bertanya.

"Ya, Sakura sudah bekerja sekarang. Putriku sudah tumbuh dewasa." Mebuki tersenyum penuh rasa bangga seolah menunjukan pada Mikoto jika putrinya sudah terlepas dari jerat rantai masa lalu.

"Yokata, aku senang mendengarnya jika Sakura baik-baik saja." Mikoto tersenyum dengan tulus, ia bersyukur karena gadis yang telah memberi warna di dalam hatinya telah melangkah maju.

"Nee san aku akan mulai masak, aku sudah menelepon nii san, Naruto dan Sara untuk makan siang di rumah."
"Tentu saja kau bisa menggunakan dapur sesukamu."

Mebuki meninggalkan ruang tamu, ia tersenyum pada Mikoto sebelum berlalu ke dapur.

"Sebaiknya aku pulang, Mebuki san membutuhkan bantuan mu di dapur." Mikoto meraih tasnya dan beranjak dari sofa.

FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang