Chapter 10

1.9K 158 11
                                    

Ada yang berbeda dari jade itu  terlihat redup dan kesakitan, Sakura tidak tau apa yang membuat pemuda itu terluka semuanya terasa kabur tertutup kabut kebisuan. Gaara memang pendiam tapi pemuda itu adalah sosok yang hangat dan lembut, dan kini pemuda yang duduk dihadapannya seperti jiwa lain yang mengisi raga milik pemuda bersurai merah.

Hening menjadi musik pengiring makan malam Sakura, setiap kali gadis itu berbicara hanya ditanggapi konsonan tak bermakna oleh sang pemuda. Membuat Sakura urung mengeluarkan suaranya.

"Gaara, daijobu ka?" Tubuh pemuda itu menegang merasakan sentuhan Sakura pada tangannya.

"Aa, daijoubu." Gaara tersenyum tipis. Hati Sakura tercubit melihat senyum palsu Gaara.

Sudah seminggu Gaara seolah menghindari Sakura, pemuda itu selalu berangkat kerja lebih awal dan pulang terlambat. Ada luka yang disembunyikan dan Sakura tidak bisa menemukan sumber rasa sakit pemuda itu.

"Aku selesai." Gaara meninggalkan Sakura seorang diri di meja makan.

Sakura rersenyum miris menatap punggung Gaara yang menjauh. Biasanya ia akan membantunya merapikan meja makan dan mencuci peralatan makan yang kotor tapi malam ini ia meninggalkannya begitu saja, bukan karna tidak mampu melakukannya hanya saja Sakura terbiasa ditemani Gaara. Jika saja Temari tidak menghadiri pernikahan temannya mungkin Gaara tidak akan menjemputnya dan makan malam bersama.

Gaara bersandar pada pintu menghela nafas lelah, mungkin ini sedikit keterlaluan tapi ia tidak bisa mengabaikan denyutan sakit dihatinya sejak beberapa hari yang lalu. Dia sadar jika Sakura mulai resah dengan sikapnya selama seminggu ini hanya saja ia tidak siap jika bersikap biasa saja seolah tidak ada yang terjadi.

Haruskah ia bertanya pada Sakura tentang foto itu? Dan sudah siapkah ia mendengar jawaban Sakura tentang perasaannya pada pemuda emo yang telah menghianati ketulusan sang gadis. Maka tidak adalah kata yang selalu memenuhi pikirannya, karena sesungguhnya ia tidak sanggup mendengar jawaban kekasihnya.

Merebahkan diri dan menutup mata menjadi pilihannya, hatinya sangat lelah menghadapi kenyataan perasaannya tidak pernah berbalas. Mencoba menyerah pada cintanya tapi entah kenapa ia selalu kembali bertahan didalam lubang kesakitan.

Genggaman tangannya sudah terangkat siap mengetuk pintu dihadapannya tapi perasaan ragu menahannya, Gaara mengunci pintu kamarnya menjadi peringatan tersirat jika pemuda itu tak mengijinkannya masuk. Pintu itu seolah mengatakan jika pemilik kamar itu tak ingin diganggu dan mengusir siapapun yang berusaha melanggar batas wilayah tuannya.

"Gaara, ada apa denganmu? Aku mohon jangan membuatku hawatair." Sakura bermonolog dan memilih meninggalkan kamar Gaara.

Meninggalkan pemuda yang tengah gelisah dalam tidurnya, terlihat ketakutan dengan keringat membenjiri dahinya dan terus berguman memanggil nama sang gadis.

"Sakura."

.
.
o0o
.
.

Aroma harum yang familiar tercium oleh indera penciuman Karin, ia ingat menunggu Sasuke pulang. Sejak kepulangannya dari rumah sakit Karin merasa bila suaminya menjadi lebih perhatian padanya.

"Sasuke." Karin memanggil nama suaminya. Ia merasakan tubuhnya sedikit melayang dan bergerak.

"Hn." Sasuke mengeratkan pegangannya pada lutut Karin dan memperbaiki posisinya agar tidak terjatuh dari gendongannya.

"Aku mencintamu." Karin bersandar pada dada Sasuke dan memeluk leher suaminya.

Hening tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Sasuke bahkan konsonan tak bermakna yang sering ucapkanpun tidak. Karin menahan nafas meredam rasa sakit dihatinya. Sasuke memang lebih perhatian padanya tapi pria itu juga tak pernah menolak sentuhan Karin tapi wanita itu tak pernah mendapatkan balasan dari suaminya.

FictionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang