Sebuah mobil hitam dengan logo seekor kuda terhenti di depan sebuah gedung bertingkat, gedung yang menjadi tempat tinggal milik seorang teruna yang rupanya masih melalang buana di alam mimpi.
Mungkin karena efek obatlah yang menjadi penyebab tidak terusiknya teruna ini walau seseorang tengah menggendongnya meninggalkan mobil menuju lantai 15 dimana kamarnya berada.
Pintu lift pun terbuka dan derap langkah kembali terdengar diatas lantai berbalut karpet tebal khas sebuah apartment. Dengkuran halus dari celah bibir sang teruna masih dengan setia menemani pendengaran sosok pemilik surai hitam hingga ia tiba di depan sebuah kamar dengan nomor 130.
Dengan cekatan, ia mengambil kartu pada saku jas yang ia kenakan dan mendengar bunyi klik pada pintu dihadapannya. Tanpa mengubah posisi sang teruna dalam gendongannya, ia pun menggerakan siku untuk menggerakan ganggang pintu dan mendorong pintu coklat itu dengan punggungnya hingga terbuka lebar.
Kini langkahnya terlihat tidak selebar dan secepat sebelumnya, ia berjalan lebih pelan tanpa meninggalkan suara sedikitpun di dalam kamar yang bukan miliknya.
Langkahnya terus menuntun dirinya hingga ia tiba disamping ranjang dan membaringkan teruna tersebut, tentunya secara perlahan. Ia terdiam sesaat, mengamati sang teruna dari ujung rambut hingga kaki dan mendapati beberapa luka yang tidak dapat disembunyikan oleh piyama berbahan satin miliknya.
Tubuh sang teruna terlihat kecil, tenggelam dibalik piyama berwarna merah maroon tersebut.
Detik berikutnya, jemarinya ia gerakkan untuk menarik selimut dan menutupi tubuh mungil itu hingga sebatas leher.
Wajahnya datar, tidak menampakkan ekspresi sedikitpun.
Namun netranya masih terpaku pada paras cantik milik sang teruna.
Wajah lembut itu kini dihiasi dengan beberapa luka kecil pada bagian pipi.
Ia geram, sangat.
Walau ia sedang berhadapan dengan orang yang bahkan tidak mengenalnya, ia cukup merasa geram dengan si pelaku yang mengakibatkan ini semua.
Tubuh kecil itu tergerak, suara lembutnya pun terdengar merusak keheningan ruangan.
"H-hyung. . . Hentikan-"
Lehernya terasa tercekat kala mendengar igauan milik pemuda dihadapannya.
Secara perlahan, ia pun mendudukkan tubuhnya pada sisi tempat tidur. Salah satu tangannya terulur, mengusap surai berwarna merah muda.
"Sshー tenanglah, Jimin."
Teruna yang tadinya bergerak gelisah pun kini menghembuskan napasnya dan kembali terlihat tenang seperti sedia kala.
Si sosok asing pun merogoh saku jasnya dan mengambil sebuah kartu yang menjadi kunci kamar ini. Ia menimbang-nimbang untuk beberapa saat sebelum akhirnya kembali memasukkan kartu itu ke dalam saku miliknya.
"Selamat malam" ujarnya parau tepat pada telinga teruna penyandang marga Park sebelum ia melangkah keluar.
Meninggalkan teruna itu seorang diri di dalam kamar.
.
.
.
.
.
Suara alarm yang cukup keras berhasil mengusik tidur lelap milik seorang teruna, Park Jimin.
Ia menggeram kesal dengan tangannya yang ia gerakkan untuk mematikan suara bising yang berasal ponsel putih miliknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bittersweet tragedy
FanficBila cinta menjadi tuan, mengapa ego masih bertahta. Hati berbisik tetap bersama, logika meronta ingin berpisah saja. Apa yang terjadi jika seorang pekerja kantoran dihadapkan dengan masalah kehidupan yang rumit, ancaman-ancaman yang terus menghantu...