Thanks?

761 138 2
                                    

Jelas sekali kenapa Seungcheol menerima tawaran itu. Dia penasaran setengah mati. Dengan pemuda yang selalu mengenakan Hoodie, mengetuk pintu rumahnya dua kali dalam seminggu bersama gadis kecil.

Pemuda tuli pemalu yang selalu menyembunyikan wajah manisnya di balik tudung Hoodie yang dia kenakan.

Jadi di Minggu pagi, saat udara sejuk membalut kota, menggiring dedaunan bersama hembusan angin, Seungcheol berada di dalam sedan Joshua. Bersama si empu dan kekasihnya di bangku depan. Jendela dia biarkan terbuka. Musik mengalun, Joshua dan Jeonghan menyanyikan setiap lagu yang diputar.

Seungcheol mendengarkan dalam diam, sibuk mengamati jejeran pohon Cherry yang mereka lewati sampai tidak sadar kalau pepohonan itu telah berhenti bergerak.

"Sampai!"

Seungcheol mendengar pintu-pintu terbuka yang membuatnya kelabakan meraih kamera DSLR nya. Di luar, Jeonghan merentangkan tangan, mengisi penuh paru-parunya dengan udara harum musim semi.

Mata Seungcheol menelisik sekitar. Bangunan tua di depan. Halaman luas penuh bunga, beberapa anak bermain di luar, suara tawa mereka adalah satu-satunya hal yang membuat bangunan itu tampak hidup.

Seungcheol merasa tangannya berkeringat seketika. Dia gugup. Entah kerena apa.

"Ini akan berhasil." Joshua bergumam di sampingnya. Lebih terdengar seperti menyemangati dirinya sendiri.

Jeonghan mendahului, menyapa anak-anak di pekarangan. Dia berbaur dengan mudah dengan anak-anak. Membagi permen di kantungnya pada setiap anak.

Seungcheol berjalan lambat menghampirinya. Memperhatikan anak-anak yang dengan sabar menunggu Jeonghan mengisi tangan mereka dengan sebungkus permen. Seungcheol mengabadikan momen itu dengan kameranya. Tersenyum melihat hasil jepretannya sendiri.

Dari dekat bangunan itu semakin kelihatan rapuh. Cat kusamnya mengelupas, lumut tumbuh di dinding bagian bawah yang lembab. Seungcheol mengambil gambar lagi. Kali ini bangunan gedung panti yang cat di papan namanya hampir hilang.

Seungcheol mengedarkan pandangannya untuk mengetahui dia tidak menemukan apa yang dia cari disini.

"Kau disini atau ikut masuk?"

Seungcheol tersentak seketika. Mengikuti Joshua ke dalam dengan terburu-buru. Pria itu mengetuk pintu yang terbuka. Tidak menunggu lama sampai seseorang pria datang. Matanya membulat, Terkejut mendapati seorang tamu sepertinya.

"Ada yang bisa saya bantu?"

"Ya. Kami ingin bertemu dengan pemilik panti, boleh?" Pemuda itu mengangguk dengan ragu. Tapi menggeser tubuhnya, mempersilahkan mereka masuk. "Terimakasih."

"Tunggu sebentar." Ujarnya sebelum pergi meninggalkan Joshua dan Seungcheol yang berdiri di tengah ruangan tanpa perabotan bersama beberapa orang yang duduk melingkar di lantai, membaluri lobak dan sawi putih dalam loyang dengan sambal kimchi.

Disanalah Seungcheol melihatnya. Dalam apron kuning, sarung tangan, duduk di lantai, tangannya menjatuhkan lobak di genggaman saat mata mereka beradu. Dia bangkit, melepas sarung tangan dan berlalu, Seungcheol sudah hampir mengejarnya jika saja Joshua tidak mencegahnya.

"Kemana? Kita harus bicara dengan pemilik panti dulu."

Entah sejak kapan seorang wanita di akhir usia 50-an sudah menunggu mereka. Berdiri dan tersenyum ramah pada Seungcheol.

"O-oh oke."

******

Seungcheol tidak perlu menunggu sampai Joshua menyelesaikan obrolannya dengan ibu panti untuk menyusuri bangunan panti. Mengambil gambar dimana pun. memotret kamar tidur dengan kasur bertingkat. Orang-orang dewasa yang membuat kimchi. Anak-anak di pekarangan yang bermain lompat tali bersama Jeonghan.

Hear me out (Jicheol)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang