Matcha Latte

193 39 17
                                    

MATCHA LATTE - CHANYEOL

1 AM – 4 AM

CHANYEOL tidak mengerti kenapa ia mau saja menerima jadwal shift pada pukul 1 sampai 4 pagi hari. Mungkin separuh karena merasa berutang budi pada Suho, pemilik Kafe Universe yang telah menjadi temannya selama bertahun-tahun. Atau separuh lagi karena kasihan pada Kai yang seharusnya mendapat shift sekarang karena undian, padahal ia yang paling tidak bisa terjaga sepanjang malam.

“Kau kan biasa tidur larut malam,” kata Suho waktu itu, “bahkan kau harus berjalan-jalan malam agar bisa tidur lebih nyenyak. Juga, kau ini suka ceroboh dan sebaiknya tidak ditempatkan di jam sibuk.”

Karena penuturan Suho itulah, sekarang Chanyeol berada di kafe Universe sendirian, melamun menunggui tamu kafe yang jarang ada di pagi hari.

Akan tetapi, Chanyeol tidak menyesali menuruti permintaan Suho.

Ada seorang gadis yang menjadi pelanggan reguler kafe setiap jadwalnya berlangsung. Gadis itu selalu tiba pukul 1 lewat 15, dan pulang setiap matcha latte yang dipesannya telah habis.

Klining.

Gadis itu datang, seperti biasa lonceng yang digantung di bagian atas pintu kafe berbunyi setiap ada yang masuk dan keluar.

“Aku pesan matcha latte dingin, ya,” kata gadis itu, ada lingkaran hitam di bawah matanya. Ia tampak lelah setiap kali mengunjungi kafe, tetapi gadis itu cantik bagi Chanyeol.

“Ada lagi?” tanya Chanyeol.

“Tidak. Itu saja,” jawab gadis itu sambil mengulas senyum tipis.

Chanyeol mengangguk, menekan tombol di mesin kasir, lalu tersenyum. “Ditunggu sebentar, ya.”

Chanyeol membuat pesanan gadis itu dengan gugup. Ini sudah kesekian kalinya ia melayani gadis yang sama dan membuat menu yang sama, tetapi ia baru merasakan kegelisahannya sekarang. Ia ingin berkenalan dengan gadis itu, dan bertanya-tanya dalam hati apakah sekarang adalah saat yang tepat.

Setelah segelas matcha latte sudah siap, dan gadis itu membayar pesanannya, Chanyeol menahan napas selama beberapa detik.

Lalu, “Boleh aku berkenalan denganmu?”

Chanyeol mengucapkannya dengan cepat dalam satu tarikan napas. Gadis itu memandangnya heran selama beberapa saat, sebelum tertawa ringan.

“Boleh,” jawab gadis itu. “Namaku Moon Hyewon. Kau?”

“Park Chanyeol,” ucapnya dengan nada lega. “Aku bisa menemanimu mengobrol, mungkin?”

Gadis itu—Hyewon—mengangguk. “Tentu.”

*

“APA yang membuatmu datang ke kafe pada jam tidur seperti ini?” Itu adalah pertanyaan pertama yang diutarakan Chanyeol ketika mereka duduk berdua di salah satu meja.

“Aku tidak bisa tidur. Insomnia sejak mulai kuliah.” Hyewon berkata. Ia mengetuk-ngetuk jemarinya di atas permukaan meja, kukunya yang dicat warna hijau lumut membuat Chanyeol gemas.

Chanyeol mulai memperhatikan Hyewon dengan jeli. Rambut panjangnya lurus dan berwarna hitam, terlihat bercahaya meskipun hanya di bawah cahaya lampu. Ukuran matanya besar, meskipun ketika tersenyum langsung menyipit seperti bulan sabit.

“Bagaimana denganmu? Kenapa kerja shift pada jam tidak normal seperti ini?” tanya Hyewon ingin tahu.

Chanyeol menjelaskannya secara singkat, dan seulas senyum muncul lagi di wajah Hyewon.

“Kau gila tetapi baik,” komentarnya.

Chanyeol tertawa, ia tahu yang diucapkan Hyewon benar.

Hanya dirinya yang mau menggantikan jadwal Kai dan menuruti ucapan Suho tanpa mengelak apa-apa.

“Sebenarnya tidak baik seorang gadis sepertimu itu begadang seperti ini,” kata Chanyeol. “Kau bilang masih berkuliah, kan? Apa tidak mengantuk di kelas?”

“Kelasku mulai pada pukul 10. Masih banyak waktu untukku tidur sebelum kelas dimulai,” jawab Hyewon. Ia meminum matcha latte-nya sedikit. “Aku butuh pendapatmu.”

“Tentang apa?”

“Semakin tinggi ilmu yang dipelajari seseorang, semakin mudah orang mengalami insomnia. Atau hanya aku yang seperti ini?” Hyewon berujar dengan nada ragu. “Entah bagaimana semakin naik tingkatan pelajaranku, jam tidurku semakin pagi.”

Chanyeol mengangguk setuju. Saat ia masih berkuliah, ia yang biasanya tidur jam 11 malam justru harus tidur jam 3 pagi demi menyelesaikan laporan yang tiada habisnya. Ketika ia sudah dibebaskan dari tugas-tugas itu, otaknya justru sudah terbiasa tidur di pagi hari dan tak bisa tidur sebelum waktu menjelang subuh.

Kadang, jika Chanyeol ingin tidur lebih awal, ia akan berjalan-jalan sampai merasa lelah dan memudahkannya untuk tidur.

“Aku juga, kok,” jawab Chanyeol dan menjelaskan apa yang dialaminya kepada Hyewon.

“Kau lulus kuliah berapa tahun yang lalu?” tanya Hyewon penasaran.

“4 tahun yang lalu,” jawab Chanyeol, lalu ia mendelik. “Jangan katakan aku tua. Aku sadar jika aku sudah cukup berumur.”

Hyewon mulai tertawa. “Bukankah memang begitu? Usia kita terpaut delapan tahun.”

Chanyeol berdecak. “Sial, ternyata aku memang setua itu.”

“Jangan-jangan kau belum memiliki pacar juga?” tanya Hyewon dengan nada meledek. “Mana mungkin juga sih, kau memiliki pacar. Kau terjaga jam segini, mana ada gadis yang mau denganmu.”

“Kau tidak mau?” Chanyeol bertanya balik.

Tawa Hyewon memudar, dibalasnya dengan senyuman. “Selisih usia kita jauh, lho. Memang kau mau dengan seorang perempuan yang sangat muda darimu?”

“Aku tidak masalah. Apa kau ada masalah dengan itu?” kata Chanyeol.

Sejujurnya, Chanyeol juga terkejut dengan apa yang ia ucapkan. Padahal, untuk berkenalan dengan Hyewon saja ia kalang kabut. Ia terlihat seperti seorang playboy kelas rendahan sekarang.

Hyewon tertawa lagi. “Apa kau baru saja mengajakku untuk menjadi kekasihmu? Atau aku yang berpikir yang terlalu jauh?”

Chanyeol merasa rileks dengan tawa Hyewon. Ia menghela napas, menyandarkan punggungnya pada kursi.

“Lain kali saja,” katanya ringan. Chanyeol memberikan seulas senyum. “Kita baru berkenalan hari ini, dan masih perlu banyak waktu untuk lebih saling memahami.”

“Jawaban bagus,” ujar Hyewon. Tatapannya menghipnotis Chanyeol. “Sepertinya akan menarik berkencan denganmu, jadi aku akan menunggu.”

*

24 Hours of Cafe Universe √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang