Cappuccino

117 26 28
                                    

CAPPUCCINO – SEHUN

1 PM – 4 PM

SEHUN tidak mengerti kenapa saat shift-nya dimulai, akan ada banyak gadis yang datang ke kafe. Menurut Kai, ia memang menjadi lebih tampan sejak melewati masa puber. Sehun merinding ketika mendengar itu dari mulut Kai.

Ia sebenarnya tidak terlalu peduli. Ia membuat kopi sebaik mungkin, dan melayani pelanggan sesuai dengan pelatihan saat masa magang. Yang terpenting baginya adalah bekerja dengan maksimal, meskipun sudah beberapa kali digoda banyak gadis dan hanya bisa diresponnya dengan senyum malu-malu.

Ada juga dari mereka yang hanya memandangnya dari jauh, lalu ketika tanpa sengaja Sehun sadar dan melihatnya balik, mereka akan histeris. Sehun seolah tak sadar jika ia disukai banyak gadis.

Akhir-akhir ini, ada seorang gadis yang rutin datang dan memesan secangkir cappuccino. Rambutnya dipangkas pendek, hanya sedikit melebihi kerah dengan highlight warna merah. Ia juga menggunakan seragam SMA warna senada—merah dan hitam—dengan motif kotak-kotak.

Sehun tahu namanya. Park Hyegi, terbordir jelas di kemeja seragam.

Hyegi tidak seperti pelanggan lain yang menggoda atau histeris ketika bersitatap dan bicara dengannya. Ia cenderung kaku dan Sehun beberapa kali memergoki gadis itu sedang melihat ke arahnya. Sesudah itu, Hyegi akan menyembunyikan wajah yang merona dengan buku pelajaran yang selalu dibawa.

Lucu, pikir Sehun.

Hari itu, Hyegi sedikit berbeda. Ia tidak tersenyum saat memesan kopi, bahkan tidak tersipu saat Sehun memergokinya. Bibirnya sedikit ditarik ke bawah. Sehun sering memperhatikannya diam-diam hingga menyadari perubahan itu.

Ketika pekerjaannya sudah selesai dan Sehun memiliki waktu luang, tanpa berpikir panjang ia menghampiri Hyegi.

“Hei,” sapa Sehun dengan suaranya yang khas.

Hyegi tersentak, ia segera menutup separuh wajahnya dengan buku. Namun, Sehun menahan buku itu dan membiarkan dirinya melihat ekspresi kesipuan itu dengan jelas.

“Ada apa denganmu hari ini?” tanya Sehun, lalu duduk di kursi di hadapan Hyegi.

Hyegi terlihat gelisah, ia melihat ke sekelilingnya. “Semua orang melihat kita.”

“Biarkan saja,” ujar Sehun, masih fokus menatap Hyegi. “Aku hanya mau melihat ke arahmu. Hari ini kau tidak seperti biasanya.”

“Aku berulangtahun,” jawab Hyegi. Wajahnya semakin memanas. “dan aku benci merasakan cemburu di hari seperti ini.”

“Cemburu?”

“Berhentilah memaksaku untuk mengatakannya.” Hyegi memalingkan wajah, tetapi setelah dua detik kembali melihat ke arah Sehun.

Benar-benar lucu, pikir Sehun.

Sehun tersenyum. “Kalau begitu, selamat ulang tahun, Hyegi. Ehm, namamu tertulis jelas di seragammu.”

Lagi-lagi Hyegi tersipu, dan itu menular juga kepada Sehun. Lelaki itu sekarang menutup wajah dengan telapak tangannya.

“Namamu Sehun, kan?” tanya Hyegi memastikan, meskipun ia sudah tahu jawabannya. “Terima kasih sudah mengucapkannya kepadaku.”

“Bukan masalah,” sahut Sehun. Lalu, yang ia ucapkan selanjutnya mengejutkan dirinya sendiri. “Apa kau ingin hadiah dariku?”

Sehun melihat wajah Hyegi semakin merona, lalu menundukkan wajahnya. “Uuhh.”

Astaga, gadis ini benar-benar pemalu. Sama seperti dirinya. Sehun tidak bisa mengerti mengapa mereka bisa berinteraksi dengan sikap malu yang serupa.

“Aku mau kau mengusap kepalaku sebagai hadiah,” kata Hyegi. “kalau kau tidak keberatan.”

Sehun benar-benar tidak menyangka dengan ucapan Hyegi. Ia mengira gadis itu akan meminta sesuatu yang manis, seperti kue brownies di etalase atau cangkir imut warna merah muda.

“Baiklah,” kata Sehun. Ia masih tersenyum sehingga ekspresinya melunak. “Kumohon jangan pingsan atau berteriak setelah aku melakukannya.”

Sehun mengulurkan tangan, mengusap puncak kepala Hyegi berkali-kali. Helaian rambut pendeknya terasa halus. Ia bisa mendengar banyak gadis yang di dalam kafe histeris karena apa yang ia lakukan pada Hyegi.

Wajah Hyegi sudah sangat memerah sekarang, seperti buah tomat yang baru saja dipetik. Sehun tertawa melihat gadis di depannya ini. Ia menyukainya.

“Jangan cemburu lagi. Hanya kau yang pernah aku lakukan seperti ini,” kata Sehun. Lalu tangannya turun untuk mengusap pipi gadis itu. “Aku menyukaimu.”

Sedetik kemudian, apa yang tidak ia inginkan terjadi. Hyegi pingsan dan ambruk di lantai.
“Astaga.”

*

SUDAH pukul 3.30 ketika akhirnya Hyegi tersadar.

“Kau sudah bangun?” tanya Sehun, melihat Hyegi sedang mengintip dari balik ruang pegawai yang sempat menjadi tempat istirahatnya.

Sehun sudah membereskan peralatan yang kotor agar siap digunakan lagi untuk shift selanjutnya. Ia bahkan menggulung lengan seragam putih kafe hingga ke siku agar tidak ikut kotor dan basah.

“Um, iya,” jawab Hyegi. Ia melirik jam dan terkejut sendiri. “Sudah lama sekali aku … ya ampun. Aku pasti merepotkanmu.”

“Tidak apa-apa, Hyegi. Yah, meskipun sudah kuingatkan untuk tidak pingsan,” kata Sehun. Ia menata gelas dan cangkir ke dalam rak setelah mengelap tangannya. “Oh ya, tidak lama lagi jam shift-ku selesai. Nanti kuantar kau pulang ke rumah, ya?”

Hyegi tidak langsung merespon. Terlalu terkejut dengan banyak hal yang terjadi di hari ulang tahunnya ini.

“Aku tidak menerima penolakan,” ujar Sehun. Ia melangkah mendekati Hyegi. Ketika mereka berdiri berhadapan, ia baru menyadari bahwa gadis di depannya beberapa kali lebih pendek. Atau tubuhnya saja yang tinggi?

“Se-Sehun.”

“Iya, Hyegi?”

“Yang kau ucapkan sebelum aku tidak sadarkan diri … kau serius? Atau aku yang salah dengar?” Sehun melihat ada harap dan keraguan di mata Hyegi.

“Apa wajahku terlihat seperti bercanda ketika mengucapkannya?” Sehun bertanya balik.

“Ini bukan hanya karena aku berulangtahun, kan?”

Sehun menggeleng sebentar. Sekali lagi ia menyentuh rambut pendek Hyegi. “Kalau begitu aku akan mengatakannya sekali lagi, meskipun aku malu sekali harus mengulanginya.”

Wajah Sehun dan Hyegi benar-benar merona sekarang.

Di depan pintu ruang pegawai, di balik mesin pembuat kopi, Sehun berujar untuk kali kedua.

“Aku menyukaimu, Park Hyegi.”

*

24 Hours of Cafe Universe √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang