Woojin pikir menerima Hyungseob sebagai pegawai baru di tokonya bukanlah pilihan yang buruk.
Pemuda manis itu selalu terlihat ceria dan bersemangat dalam menjalani pekerjaannya.
Namun entah mengapa, ketika memasuki minggu ketiga, kinerjanya sedikit memburuk.
Sudah hampir empat kali pemuda itu terlambat masuk kerja. Hyungseob juga kerap kali keliru ketika memberikan kembalian dan mengantarkan pesanan.
Sebenarnya Woojin sudah memberikan teguran dua hari yang lalu–melalui Jihoon tentu saja, namun masih belum ada perubahan.
Baik Woojin maupun Jihoon juga mencoba untuk bersabar dalam menghadapi hal itu, menganggap bahwa Hyungseob masih mencoba untuk menyesuaikan diri.
Namun sepertinya, toleransi yang Woojin berikan tidak berlaku untuk hari ini.
Prang!
Suara lantang dari arah dapur berhasil mengusik para pegawai yang sedang bersiap-siap untuk membuka toko pagi itu.
Hampir semuanya menghentikan aktivitas mereka hanya untuk mengecek apa yang terjadi.
Tak terkecuali Park Woojin.
Pemuda yang sedang diburu waktu itu berjalan tergesa ke arah dapur, dan mendapati Hyungseob yang sedang membungkuk sambil menggumamkan kata maaf.
Di hadapannya, ada pecahan telur dan sebuah mixing bowl yang berserakan di lantai.
"Maaf, maaf, maafkan aku.."
Woojin menyeka keringatnya kasar. Belakangan ini emosi pemuda itu sedang tidak stabil akibat kurang tidur.
Dan ketika melihat kekacauan yang dibuat oleh Hyungseob, entah mengapa amarahnya mendadak naik hingga ke ubun-ubun.
"Ahn Hyungseob!"
Alih-alih merasa takut dan ingin kabur ketika melihat sosok manis itu, Woojin malah berjalan mendekat ke arah Hyungseob yang sedang memunguti cangkang telur di lantai.
"Maaf, sayaㅡ"
"Saya gak tahu apa yang sedang terjadi, saya juga gak tau apa masalah yang lagi kamu hadapi. Tapi kalau kamu terus-terusan seperti ini saya gak bisa tinggal diam."
"Maaf Pakㅡ"
"Kalau kamu melakukan pekerjaan ini setengah hati lebih baik kamu berhenti, gak usah datang lagi ke sini."
"Woojin! Kamu bicara apa, sih?"
Jihoon mencoba untuk menghentikan ucapan Woojin, namun seakan tidak mendengar apapun, sang atasan malah menatap tajam ke arah Hyungseob yang sedang menunduk dengan wajah pucat.
"Saya gak butuh pegawai yang gak bisa bertanggung jawab atas pekerjaannya."
Kalimat dingin itu keluar dari belah bibir Woojin sebelum dirinya pergi meninggalkan toko.
.
.
.
Hey Manis!
"Itu rancangan dikerjain, jangan dipelototin aja."
Woojin menoleh malas hanya untuk mendapati Jihoon yang sedang duduk pada sofa di sudut ruang sambil meminum segelas jus apel.
Sekarang hari Minggu.
Dan suara menyebalkan milik Park Jihoon menjadi hal kedua yang Woojin dengar. Benar-benar suatu pertanda bahwa hari ini akan menjadi hari yang buruk.
YOU ARE READING
Hey Manis! ; Jinseob [ON HOLD]
Fiksi PenggemarJihoon berhasil mendapatkan pegawai baru yang super manis untuk bekerja di toko pastry milik Woojin. Namun sepertinya, si bos tidak menyukai pilihan Jihoon. © epitomejin, 2018