Pada suatu malam di bulan Ramadan, seorang kyai yang sedang bertadarus di musala didatangi oleh pemuda yang berwajah murung. Pemuda itu mengadu kepada Kyai bahwa sepulang tarawih tadi ia baru saja bertemu dengan segerombolan pemuda yang membeli miras di supermarket.
"Saya sangat menyesal, Kyai," ucap pemuda itu lesu.
"Kenapa? Karena kamu tidak bisa mencegah mereka mabuk-mabukan?" tanya Kyai.
"Tidak, Kyai."
"Lalu? Apa kamu berkelahi dengan orang-orang itu?"
"Tidak, Kyai."
"Lalu apa yang membuat kamu semurung itu?"
Pemuda itu menarik napas dalam, lalu ia mulai bercerita, “Waktu saya datang ke supermarket tadi, saya baru pulang tarawih, jadi saya masih membawa sajadah. Lalu, saya berpapasan dengan segerombolan orang yang membeli bir di supermarket itu. Saya bertatapan dengan salah satu di antara mereka. Ia melihat sajadah saya, dan saya melihat bir di keranjang belanjaannya. Saat itulah, Kyai, ada perasaan sombong dan riya di dalam hati saya. Saya merasakan betul, rasanya saya ingin memamerkan sajadah saya pada orang-orang itu agar mereka tahu bahwa saya lebih bertakwa dan beriman daripada mereka."
Usai bercerita, sang pemuda pun menangis tersedu-sedu. Kyai terkesima dengan cerita sang pemuda dan menarik napas dalam.
"Subhanallah … saya tidak menyangka bisa bertemu pemuda sejujur kamu," ucap Kyai bangga.
"Tapi saya cuma orang sombong, Kyai. Ibadah saya hanya untuk disombongkan pada para pemabuk itu. Ibadah saya tidak tulus, Kyai."
Kyai mencoba menenangkan pemuda itu dengan cara membesarkan hatinya.
"Rasa takutmu terhadap kesombongan itu sebenarnya sudah menunjukkan ketulusan hatimu. Percayalah, air matamu ini membuktikan bahwa kamu berada pada tingkat keimanan yang lebih tinggi. Saya kagum, bahkan saya yang lebih tua dari kamu pun belum pernah sampai seperti itu," ucap Kyai.
Setelah mendengar berbagai petuah dari Kyai, pemuda itu akhirnya merasa terhibur. Ia mencium tangan Kyai dan bergegas keluar dari musala. Sepanjang perjalanan pulang ke rumah, pujian dari Kyai selalu terngiang di telinganya: bahkan saya yang lebih tua dari kamu pun belum pernah sampai seperti itu.
Oh, betapa bangganya pemuda itu. Ia sudah lebih bertakwa daripada seorang kyai. Senyum di bibirnya mengembang. Ia akan menceritakan pujian Kyai tadi pada istri dan teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Sombong dan Seperangkat Kisah-Kisah Lainnya
SpiritualSaat tabungannya habis, Pak Ade berusaha berpikiran positif: Tuhan itu Maha Adil. Ayam yang tidak bekerja saja bisa hidup dan tidak mati kelaparan, apalagi manusia. Namun benarkah begitu?