Dark Day (Seo Changbin)

1.4K 102 7
                                    

"Bisakah hari ini ada warna lain selain gelap? Aku rindu warna-warna lain..."

---

Suara gorden dibuka terdengar. Aku yakin setelah ini ibuku pasti membangunkankuㅡwalaupun sudah jelas aku telah membuka mataku sejak satu jam yang lalu.

"Bangunlah. Ayo kita sarapan. Ayah dan adikmu sudah menunggu." Suaranya terdengar lembut seperti biasa.

Aku tidak menjawab. Hanya mengerang sambil berusaha menarik selimut hingga menutup kepala, meski tanpa tertutup selimut pun semuanya sudah tampak gelap.

Aku merasakan tangan ibu membelai rambutku yang tidak tertutup selimut, lantas berkata, "Kau tidak bosan makan di kamar terus?"

Ibuku melanjutkan kalimat basa-basinya seperti hari-hari kemarin. Ingin sekali aku berteriak "Aku lebih bosan dengan kata-katamu, Ibu!", tapi aku masih mempertahankan egoku dengan tetap diam.

"Baiklah, jika kau tidak mau makan diluar, Ibu akan antarkan makanan kemari." Akhirnya ibu menyerah, lalu kudengar derap langkahnya meninggalkan kamarku.

Perlahan kubuka selimut yang menutupi kepalaku. Bukan untuk menatap kamarku yang mungkin sudah lenggang, melainkan untuk mengambil napas yang sempat terasa sesak karena terhalang selimut. Kenyataannya mataku sudah tidak akan bisa lagi kugunakan untuk menatap setitik saja cahaya di kamarku. Cahaya mataku sudah hilang.

"Menyebalkan!" umpatku sambil terus berbaring di atas tempat tidur.

Bahkan di keadaan mataku yang benar-benar gelap seperti ini, aku masih sempat berharap untuk mengambil kuas dan cat dari dalam lemari lalu kabur lewat jendela bersama Seo Changbin dan mulai melukis di tembok-tembok kota seperti biasanya.

Sekarang, untuk membedakan warna biru dan merah saja aku tak bisa. Lelaki yang selalu menemaniku melukis itu pun tak pernah kemari sejak dua minggu yang lalu. Dia tidak pernah menjengukku.

Suara kenop pintu dibuka membuyarkan lamunanku. Kembali kututup kepalaku dengan selimut.

"Makanlah. Ibu akan menyuapimu."

Suara sok perhatian dari ibu lagi. Aku mungkin salah telah mendiamkan ibu dan seluruh keluargaku. Tapi mereka juga salah satu penyebab dari kejadian ini, bukan? Aku muak! Yang kumau sekarang hanyalah bertemu dengan Changbin dan melakukan kebiasaan kita seperti biasanya seolah tidak ada apapun yang terjadi.

"Apa yang harus Ibu lakukan agar kau tidak diam begini?" ibu terdengar putus asa, jelas dari suaranya yang lirih dan sedikit bergetar.

Kembalikan mataku! Aku ingin berteriak begitu. Tapi aku yakin ibu tidak akan bisa melakukannya. Jadi, kata yang keluar dari bibirku adalah, "Urusi saja keluarga baru Ibu itu."

Hening. Tidak ada suara apapun yang menyahut ucapanku. Apa ibu mulai tahu letak kesalahannya?

Tak lama, suara isakan tertahan yang mulai terdengar. Tangisan itu membuatku semakin gila. Sekarang ibu malah membuatku nampak buruk karena telah membuatnya menangis. Apa ia tak cukup puas telah membuatku menahan tangisku selama hampir dua tahun? Apa ia juga belum puas sudah memupuskan seluruh warna dalam hidupku?

Aku ingin mengakhiri semuanya...

"Berhenti menangis, Bu! Apa air mata Ibu bisa mengembalikan mataku, huh?!" Aku benar-benar berteriak hari ini. Pertama kalinya semenjak aku ditinggal oleh ayah, dan ibu mulai mengabaikanku.

Detik berikutnya, Ibu memelukku erat dengan tangis yang semakin menjadi.

"Maafkan Ibu. Ibu sungguh minta maaf."

"Ibu tidak akan mengabaikanmu lagi."

"Ibu janji akan selalu memperhatikanmu."

"Tapi... Ibu mohon jangan tinggalkan Ibu, apapun yang terjadi."

Aku masih diam, membiarkan ibu menangis sambil memelukku yang masih terbaring di atas ranjang, dengan kalimat-kalimat bualannya yang sama sekali tak kudengar.

Sampai ketika ibu mengucapkan kalimat terakhir yang membuat tenggorokanku tercekat.

"Sahabatmu, Changbin, sudah meninggal saat kecelakaan bersamamu dua minggu yang lalu..."

Apa itu termasuk warna yang Tuhan kirimkan padaku?

Sekarang, aku punya banyak alasan untuk mengakhiri semuanya..!

-

An Ending SceneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang