BAB 2

6.6K 334 28
                                    

Ospek berjalan selama tiga hari dan selama itu pula Putri harus siap siaga untuk mengikuti Rio ke mana pun laki-laki itu pergi. Dan di hari ketiga ini adalah hari paling membahagiakan bagi dirinya. Putri bisa terbebas dari segala bentuk perintah Rio. Dan Rio adalah ancaman terbesar baginya selama tiga hari ini. 

“Kak, aku tuh kesal ya sama kak Rio. Masa dia perintah aku ini itu. Capek tau. Dia kira aku babu dia apa,” ucap Putri bersungut-sungut, “terus itu kenapa rektor dan semua anggota BEM gak negur dia. Dasar. Kesal aku tuh.”

Ano hanya tersenyum dan memaklumi bagaimana kesalnya Putri diperlakukan seperti itu, toh ini juga salah adiknya. “Kamu yang sabar ya,” balas Ano.

“Huft, untung saja hari ini terakhir ospek.”

“Hmmm, lagian kemarin itu salah kamu juga, Put.”

“Ya, aku tau. Tapi kan nggak usah sampai segitunya, Kak. Lagian nih aku ngerasa kayak semua orang takut sama Kak Rio deh. Termasuk Kak Ano juga, kan?”

“Hush, kamu ini. Kakak bukannya takut sama dia, tapi kakak dan semua orang di kampus menghormati dia karena sifat dia sebagai pemimpin itu bertanggungjawab dan dapat menyelesaikan tugas dengan tepat. Dan juga dia sering mewakili kampus untuk lomba-lomba di tingkat internasional loh, Put. Dan satu lagi, keluarga dia juga donatur di kampus kita.”

“Ihhh, auk deh males banget bahas dia.”

“Jangan terlalu benci gitu, nanti suka bisa berabe. Cinta dan benci beda tipis."

“Ihhh Kak Ano, aku tuh setia sama Kak Vando, ya. Jangan jadi tukang kompor deh.”

“Hmmmm iya deh.”

Setelah sampai kampus, keduanya berpisah. Ano ke ruang BEM dan Putri yang berkumpul di lapangan. Ajaibnya hari terakhir ini tidak ada kegiatan dan hal ini menambah kebahagiaan bagi gadis itu dan semua mahasiswa tentunya.

“Alhamdulillah Ya Allah, engkau telah mengabulkan doa hambamu ini. Gak sia-sia semalam sholat tahajud hehe.”

“Putri.” Tiba-tiba saja ada Rio yang berada di samping gadis itu.

“Eh Kak Rio. Ada apa, Kak?”

“Bisa tolong bantu gue? Eh bukan bantuan sih karena ini kan memang tugas lo.”

Seketika senyum cerah Putri memudar. Baru saja dia bahagia, tiba-tiba saja kesenangannya direnggut oleh si biang kerok. Dan dengan tidak elitenya, Rio langsung pergi begitu saja menyisakan Putri yang mencak-mencak tampak kesal. Dengan sangat terpaksa gadis itu kembali harus mengikuti Rio. Putri harus bersabar, ya setidaknya ini adalah hari terakhir.

“Kamu angkat kardus itu," perintah Rio dengan menunjuk kardus coklat di pojok ruangan.

“Ha? Aku? Angkat ini? Gak ah. Berat tau, Kak.”

“Nggak usah mengeluh. Beratnya nggak sampai 100 kg. Nggak usah lebay.” Setelah mengatakan dengan dinginnya, Rio kembali meninggalkan Putri yang tengah bersungut-sungut. Bendera perang tengah dikibarkan secara terang-terangan oleh Rio. Dan Putri akan melawannya.  

Tak disangka ternyata Rio menuju ke area parkiran dan hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kepala Putri. Haruskah Putri bertanya? Harus. Wajib.

PUTRI ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang