bab 6

25 1 0
                                    

"Laila, jangan!" Teriak sebuah suara yang terdengat serak.
Terlambat, bukan berarti aku berniat menurutinya. Lompatanku sangat tinggi dan aku bergelung seperti bola, kemudian aku berguling segera setelah aku menyentuh permukaan tanah. Aku menggunakan lenganku untuk mekindungi kepalaku agar tidak terkena benturan, sampai sesuatu yang keras menghentikan gulingan tubuhku. Udara tersedot dari paru-paruku akibat tabrakan itu, rasa sakit menyebar keseluruh tubuhku.
   Aku ingin tetap bergelung seperti bola, tapi tidak ada waktu untuk itu. Aku bangun, menilai pilihanku. Aku menghantam bagian depan mobil saat menjatuhkan diri tadi, tapi selain itu, yang kulihat hanyalah pelataran parkir yang gelap. Aku menggeleng untuk menyingkirkan suara berdengung ditelingaku, yang mungkin menyiratkan geger otak ringan, dan langsung berlari secepat yang mampu dilakukan oleh kakiku yang sakit.
   "Hentikan dia!" Perintah sebuah suara dibelakangku. Aku menoleh kebelakang sambil menoleh ke belakang sambil mempercepat langkahku. Asap dan api masih tampak di jendela yang rusak, tapi tidak ada seorangpun yang mengejarku. Jika aku beruntung, mereka akan sibuk dengan petugas pemadam kebakaran sehingga tidak sempat mengejarku. Selamat tinggal, para  penghisap darah! Pikirku, tersenyum disela-sela sakit yang menjalar disekujur tubuhku. Sayang sekali aku tidak memakai sepatu berlariku saat diculik.
     Entah dari mana, sesuatu menarikku dari belakang, melingkari perutku yang terasa seperti gelang besi. Aku menunduk, nyaris muntah karna dihentikan dengan sangat tiba-tiba. Selama sedetik yang membingungkan, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kemudian aku melihat lengan gelap melungkari pinggangku dan merasakan sesuatu yang besar dan solid di belakangku.
  "Aku mendapatkannya," terdengar teriakan seorang pria. Kemudian mulut yang dingin menekan telingaku. "Jangan gunakan pistol listrikmu lagi. Itu tidak akan bisa menjatuhkanku."
    Tunggu sampai penyerangku yang baru ini menyadari bahwa sekujur tubuhku adalalah pistol listrik. Dia pasti vampir, karna jika dia manusia, dia pasti sudah terkapar ditanah saat menyentuhku setekah arus listrik tambahan yang kuserap dari stopkontak sekarang sekujur tubuhku mengalir listrik bertegangan tinggi. Tangan kananku menjadi senjata yang mematikan, tapi aku membutuhkan kesempatan yang lebih baik untuk bisa memanfaatkannya secara maksimal.
   "Baiklah," kataku, mencoba untuk terdengar tunduk. "Kau menyakitiku," tambahku, untuk melihat apakah itu bisa membuatnya mengendurkan cengkramannya.
   Ternyata benar. Jadi penyerangku kali ini tidak sekejam Jackal dan teman-temannya. Tanpa adanya cengkraman kuat yang membuatku lumpuh, aku bisa bergeser sedikit menoleh kebelakang.
    Vampir yang memegangiku ternyata vampir Afrika-Amerika yang sebelumnya kulihat berbicara dengan Vlad. Sepertinya Vlad datang dengan membawa bala bantuan, tapi menjadikanku sebagai sandara bukanlah bagian dari kesepakatan kami. Pria itu menatapku dari kepala sampai kaki, meringis saat tatapannya mengikuti bekas luka yang memanjang dari plipis sampai tangan kananku.
  Aku sudah terbiasa melihat reaksi kasihan semacam itu, bahkan aku sudah tidak lagi merasa minder. Saat ini, aku bertekad memanfaatkan semua keuntungan yang kudapatkan dari rasa kasihan orang lain.
   "Sepertinya pergelangan kakiku terkilir," kataku, sambil mengangkat sebelah kakiku untuk lebih meyakinkan. Hei, aku semakin ahli berbohong! "Bisakah kau memeriksanya?" Vampir itu melepaskanku, dan mulai berlutut seperti yang ku harapkan. Perhatiannya terfokus ke pergelangan kakiku, saat aku mengulurkannya dan menunduk kedepan seolah sulit bagiku untuk menjaga kesimbangan. Satu sentuhan tangan kananku dikepalanya sudah cukup untuk membuatnya lumpuh selama beberapa saat, dan dwngan begitu aku memiliki kesempatan untuk melatikan diri. Aku mengulurkan tangan...
   "Sentuh dia, dan aku akan melanggar janjiku untuk tidak menyakitimu."
  Suara Vlad membelah udara malam, membekukan tanganku yang hanya berjarak beberapa senti dari kepala targetku. Vampir itu langsung berdiri, melompat mu dur dengan waspada. Sial! jeritku dalam hati. Bagai mana Vlad bisa tahu apa yang akan aku lakukan?
  "Fengan cara yang sama aku tahu kau memata-mataiku," jawab Vlad dengan geli. "Kau memiliki kemampuan yang tidak biasa, begitu pula aku, dan membaca pikiran adalah salah satunya."
   Membaca pikiran. Tidak heran dia bisa mendengarku saat aku sedang terhubung dengannya! Dengan perlahan aku berbalik ke arah suaranya. Api masih menyala dari jendela hotel, menerangi Vlad dengan cahanya yang berwarna oranye. Vlad berjalan ke arah kami sambil menyeret seseorang yang begitu dipenuhi jelaga dan luka, sehingga aku tidak bisa mengenalinya.
   "Dimana yang lain?" Tanyaku, berusaha untuk terdengar tenang.
  Wajah Vlad masih tertutup asap dan bayangan, tapi aky melihat sederet gigi putih saat dia tersenyum.
   "Sudah menjadi abu,"
Tawanan Vlad mencoba untuk melepaskan diri, tapi cengkraman tangan Vlad menguat sampai jari-jari Vlad menghilang kedalam kulit kehitaman dibawahnya. Aku memalingkan wajah, perutku bergolak. Terdengar suara sirene ditengah-tengah gumaman para tamu hotel yangkeluar dari kamar mereka untuk menonton kebakaran. Vlad tidak terpengaruh, seolah membakar kamar hotel dan menyandravampir yang babak  belur adalah kegiatan yang biasa dilakukannya pada kamis malam.
     "Kau mendapatkan apa yang kau inginkan," kataku, masih berusaha u tuk terdengar tenang. "Kesepakatan kita sudah berakhir, dan kau harus melepaskanku."
   Tatapan sehijau zambrud itu seperti menusukku. "Aku setuju untuk tidak menyakitimu dan aku tidak melakukannya. Sementara untuk melepskanmu, aku akan melakukannya... setelah kuta berbicara lebih jauh."
  Keputus asaan menyapuku. Ide Vlad tentang pembicaraan lebih jauh mungkin melibatkan penyiksaan yang diikuti oleh eksekusi. Seharusnya aku tahu bahwa seseorang yang bisa dengan santainya membakar orang hingga mati tidak akan memenuhi janjinya untuk melepaskan aku. Tapi kemudian, ajaibnya, aku mendengar suara Marty disela-sela sirene pemadam kebakaran.
   "Lari,Frengki,lari!"
Vlad berbalik pada suara itu tepat pada waktunya untuk melihat Marty menghambur kearahnya seperti orang yang ditembakkan dari meriam. Aku bertanya-tanya kenapa Marty tidak melakukan apapun selama aku diculik, tapi pasti dia mengikutiku dan bersembunyi sampai ada kesempatan terbsik untuk menyelamatkanku. Maslahnya adalah, kesempatan terbaik itu tidak pernah datang.
   Kali ini, segalanya seperti terjadi dalam gerakkan lambat dan bukannya seceoat kikat seoerti sebelumnya. Teman Vlad mengeluarkan pisau perak dan mendorongku ketanah. Vald tidak menghindari serangn Marty, justru terus memegangi vampir yang babak belur tadi sambil membuka lebar kakinya, seolah Vlad menantang Marty untuk menjatuhkannya. Saat itu gelap, tapi sepertinya aku melihat ekspredi oenub tekad di wajah Marty sesaat sebelum wajahnya menghantam tubuh Vlad. Seperti orang yang terperangkap dalam mimpi buruk, aku mengamati Vlad yang menyerap hantaman itu dengan tubuh tetap tegak berdiri, tangan Vlad yang mematikan mengeluarkan api saat terulur ke arahMarty.
     "Jangan!" Jeritku.
    Bukannya berlari seperti yang diperintahkan Marty aku justru melemparkan diriku ke Vlad. Tangan kananku mendarat dikaki Vlad, keputus asaan membuat arus listrik di dlam tubuhku menyengat Vlad dengan kekuatan yang lebih besar daripada biasanya.
   Karena panik dan arus listrik yang tadi kuserap dari stopkontak, seharusnya vmVlad terlempar keseberang pelataran parkir. Tapi Vlad tetap berdiri ditempatnya, satu-satunya efek yang terlihat hanya tubuh Vlad yang bergetar dan bau udara murni yang mengalahkan bau asap. Tangan Vlad yang terbakar sudah manarik Marty sebelum aku sempat melihatnya bergerak, kemudian kepala Vlad menoleh kearahku,mata hijaunya bertwmu oandang dengan mataku yang syok.
"Itu," desis Vlad "sangat kasar."
  Melihat Vlad memegangi dua vampir yang meronta adalah hal terakhir yang kulihat sebelum pandanganku menggelap. Pelataran parkir dan hotel yang terbakar mengihilang, digantikan oleh pepohonan yang menjulang tinggi dan sungai yang berkelok.
   Aku berlutut ditepi sungai yanh berbatu, pakaianku basah, tapi aku tidak memperhatikan rasa dingin yang menusuk tubuhku. Aku tidak bisa merasakan apapun selain rasa sakit yang terasa seperti kobaran api dipembuluh darahku, terus membesar sampai aku menyentakkan kepala ke belakang dan meraung pilu
  Wanita dalam dekapanku tidak bereaksi. Tidak ada napas yang menggerakkan bibirnya, dan matanya terus menatap kosong kedepan. Aku memeluknya lebih erat, rasa sakit semakin menyiksaku seolah tubuhkulah yang hancur dan bukannya tubuhnya. Meskipun aku memiliki kekuatan baru yang dahsyat, aku tidak pernah merasa lebih tidak berdaya dari pada sekarang. Kematian telah mencuri wanita yng kucintai, dan dia akan selamanya berada diluar jangkauan tanganku.
Kesadaran itu membuat ruangan baru terlontar dari mulutku, kepurus asaan yang bercampur dengan kedukaan mengancam akan menghancurkan aku hingga berkeping-keping. Akulah penyebab semua ini sengai mungkin akan menghapus jejak darahnya. Tapi noda darahnya di tanganku akan bertahan selamanya.
   "Pegangi mereka,"perintah sebuah suara.
Wanita, sungai, dan hutan menghilang, digantikan oleh asap yang membumbung tinggi dan pelataran parkir Red Roof Inn. Yang membuatku dangat lega, Marty masih hidup, meskioun ia terlihat seperti dipanggang setengah matang. Vlad menyerahkan Marty dan vampir yang menculikku ketemannya. Aku sendiri berada ditanah dengan posisi berlutut, air mata membasahi pipiku karena merasakan kenangan tergelap Vlad. Sejujurnya aku mengharapkan gambaran yang lebih sadis saat menyentuh si vampir pemantik api itu, tapi sepertinya yang meninggalkan luka terdalam di jiwa Vlad adalah rasa kehilangan, bukannya pembunuhan.
   Begitu Marty dan vampire yang satunya lagi berada di tangan temannya, Vlad berlutut disampingku. Tangan Vlad tidak lagi dipenuhi api, tapi itu mungkin mobil pemadam kebakaran sudah dekat dan Vlad tidak mau menarik perhatian. Suara raungan sirene seperti menusuk-nusuk kepalaku, tapi meskipun vampir memiliki oendengaran lebih tajam, sepertinya Vlad sama sekali tidak terganggu.
   "Berhentilah menangis," ujar Vlad singkat. "Aku tidak akan membunuhmu, jika itu yang membuatmu jadi histeris seperti ini."           Vlad berpikir aku jatuh berlutut dan menangus tersedu karena aku takut mati? Gema raungan kesedihan Vlad masih bergema didalam pikiranku, hingga membuat denguan ironisku terdengar seperti endusan.
   "Ini air matamu, bukan air mataku. Siapapun wanita itu. Kau benar-bemar hancur karna kematiannya."
   Alis Vlad bertautan, Vlad berada cukup dekat denganku hingga aku bia melihat bahwa meskipun Vald baru saja membakar beberapa barang dan orang dia tidak sedikit pun mengalami luka bakar.
"Omong kosong apa ini?"
"Jangan katakan apa pun padanya, Frengkie," desis Marty.
  Aku menoleh ketemanku, tapi suara dingin Vlad mengalihkan lagi perhatianku padanya.
"Bawa mereka pergi, Shrapnel. Aku akan menemuimu nanti."
  Aku menghentikan diriku sendiri sebelum menyentuh Vlad untuk memohon. Menyentrum Vlad lagi tidak akan membantuku menyakinkannnya agar melepaskan Marty.
  "Jangan bunuh dia, dia hanya berusaha melindungiku. Dia Marty, dan dia tidak tahu bahwa aku, um, memanggilmu. Dia mungkin berpikir kau bagaian dari kemplotan vampir yang mencilikku."
  Marty yang malang. Dia mengikuti Jackal dan yang lain, menunggu sampai dia mendapat kesempatan yang lebih baik. Bagaimana mungkin Marty bisa tahu bahwa Vlad lebih tangguh dari keempat vampir itu dijadikan satu? Terntu saja, jika Vlad sudab membuat keputusan untuk membunuh Marty, permohonanku agar Marty tidak dilukai tidak akan ditanggapi. Vlad sanggup membunuh, tapi kenangan yang kualami setelah menyentuh Vlad membuatku berharap ada sisi lain dari diri Vlad, selain kecendrungan untuk membakar orang.
  
Wajah Vlad mengeras. "Kenangan apa?"

Benar, Vlad memikiki kemampuan membaca pikiran. Itu membuat desakan Marty agar aku tidak mengatakan apa yang kulihat pada Vlad menjadi sia-sia.

"Kau dan wanita yang mati ditepi sungai," jawabku. "Aku sudah mengatakan padamu aku bisa menarik kenangan dari orang atau benda yang ku sentuh. Aku melihat wanita itu saat menyentuhmu, dan aku menangis karna merasakan apa yang kau rasakan hari itu."

Vkad menatapku dengan ketajaman yang membuat mataku sakit. Tapi aku tidak mengalihkan pandanganku. Vlad mungkin bisa membaca pikiranku, tapi aku sudah membuka lama yang disembunyikan di dasar jiwanya yang terdalam. Aku tidak boleh menjadi pengecut dengan menghindari tatapannya.

"Pastikan mereka berdua tetap hidup, Shrapnel," ujar Vlad kemudian. "Aku akan bergabung denganmu nanti."

Dari sudut mataku, aku melihat Sharapnel mengangguk. kemudian Shrapnel... menghilang. Entah teleportasi adalah salah satu kemampuan vampir yang lupa disebutlan Marty, atau Shrapnel memang mampu bergerak lebih cepat dari cahaya.

Vlad berdiri, matanya yang tadi berwarna sehijau zambrud sudah kembali kewarna tembaga gelap.

"Kau ikut denganku," tegas Vlad, sambil mengulurkan tangan.

Aku menatap tangan itu, tapi tidak bergerak untuk meraihnya. "Jadi kau akan mengingkari kesepakatan kita."

"Aku tidak suka disebut pembohong, dan kau harus ingat itu," jawab Vlad dengan nada suara yang membuatku merinding. Kemudian senyum tipis tersungging dibibir Vlad. "Kita harus bicara, dan kita tidak bisa melakukannya disini karena ada terlalu banyak orang. Kau tahu aku bisa mengalahkanmu dengan mudah, meskipun kau memiliki bakat yang tidak biasa, jafi tindakan cerdas yang bisa kau lakukan sekarang adalah meraih tanganku."

Iya, aku sangat menyadari bahwa Vlad bisa mengakahkanku dengan sangat mudah. Aku sudah memberinya sengatan listrik dengan dosis paling tinggi yang pernah kukeluarkan, tapi itu hanya membuatnya kehilangan keseimbangan sebentar. Saat ini, meraih tangan Vlad bukan hanya merupakan tindakan yang cerdas. Tapi hanya itu tindakan yang bisa dilakukan.

Aku meraih tangan Vlad dengan tangan kiriku. Vlad mengabaikannya, mulut Vlad berkedut saat menggenggam tangan kananku. Arus listrik menyengat Vlad, tapi dia tidak menarik tangannya.

"Maaf," gumamku.

Vlad mendengus. "Aku bisa mengatadi efek dari sentuhanmu, jika kau bisa mengatasi efek dari menyentuhku."

Akuhendak mengatakan pada Vlad bahwa aku hanya menarik kenangan orang melalui sentuhan pertama, tapi rasa tubuh Vlad saat dia menarikku mendekat membuatku kehilangan konsentrasi. Sekujur tubuh Vlad memancarkan panas. Menembus lapisan pakaianku saat pria itu melingkupiku dalam dekapannya. Biasanya tubuh vampir memiliki suhu ruangan, tapi tubuh Vld terasa seperti perapian. Sebelum aku sempat menanyakan itu, atau menanyakan kenapa Vlad memelukku, Vlad sudah membawa kami naik kelangit, dengan angin meredam teriakan kagetku.

___________________

Oh akhirnya selesai juga ....

once burnedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang