FADEL tidak berhenti mondar-mandir di kamar pondoknya. Hal itu tentu saja menarik perhatian Arya dan Rico yang sedang duduk di sofa saling berpandangan.
"Lo kenapa, sih, Del? Gue pusing ngeliat lo mondar-mandir begitu. Mirip setrikaan lo!" Arya memberanikan diri bertanya dengan sedikit joke ala dirinya.
Fadel berhenti sejenak lalu duduk dan menyandarkan punggungnya di sofa yang berbahan busa lembut itu. Namun, kali ini ia tidak merasakan sedikit pun kelembutan dari sofa itu akibat pikirannya yang sedang kacau.
"Gue tadi nyium Nabila." Fadel berujar gamblang. Entah kenapa kali ini ia merasa harus bercerita kepada teman-temannya agar tahu sikapnya salah atau benar. Namun, saat memandang Rico dan Arya, lelaki itu langsung mendapatkan tatapan tajam. Fadel menghela napas panjang lalu kembali bicara, "Iya-iya. Gue yang salah. Gue juga enggak tau kenapa bisa ngelakuin hal itu." Fadel menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sementara tubuhnya masih disandarkan ke kursi sofa.
"Kapan nyiumnya, sih? Kok, kita enggak tau." Keingintahuan Rico itu justru langsung mendapat toyoran lembut dari Arya.
"Ya, kali Fadel mau nyium cewek perlu pengumuman dulu, sih, Rik! By the way, lo nyium di mana? Tangan atau pipi?" Arya bertanya lalu pindah duduk di sebelah Fadel sambil menunggu jawaban.
"Bibir," sahut Fadel enteng. Arya dan Rico kembali saling berpandangan tak percaya. Rico bahkan hampir tersedak ketika selesai minum.
"Gila lo, Del!" decak Rico yang sepasang matanya masih membulat.
"Terus, respons Nabila gimana? Dia gampar lo atau enggak?" Arya bertanya pelan-pelan.
"Enggak, sih, tapi tadi dia diem aja, kan, selama perjalanan pulang. Gue jadi enggak berani nyapa kalau begini." Fadel mengubah duduknya menjadi posisi bersila masih berada di atas sofa.
"Mending lo minta maaf, deh, sama Nabila. Saran gue, lo jangan samain Nabila kayak cewek yang ngejar-ngejar lo kebanyakan. Gue bisa lihat dia itu cewek baik-baik." Fadel menunduk lemah mendengar ucapan Arya yang ada benarnya.
"Del, lo suka sama Nabila, ya? Kok, bisa, sih, kepikiran pengin nyium dia?" tanya Rico ingin tahu, sementara itu Arya ikut menunggu jawaban Fadel.
Pertanyaan Rico tentu saja membuat Fadel berpikir, apa benar ia jatuh cinta kepada Nabila? Keduanya bahkan baru dua hari saling kenal. Sosok Nabila juga masih asing baginya. Fadel tidak yakin ini yang dinamakan cinta atau hanya kagum biasa. Namun, satu alasan yang menguatkan tekadnya melakukan hal tadi adalah ia merasa nyaman dan senang berada di dekat gadis itu.
Membayangkan wajah Nabila yang tersenyum membuat Fadel merasa makin bersalah. Selama perjalanan pulang ke pondok tadi, Nabila tidak bicara sedikit pun kepadanya. Sesekali Nabila memang berbicara dengan Ghea, itupun karena Ghea yang bertanya lebih dulu. Nabila benar-benar membungkam mulutnya dan itu membuatnya cemas.
"Ya udah, kita makan dulu aja, yuk. Pasti cewek-cewek juga lagi pada makan." Arya mulai bangkit dari tempat duduknya. "Nanti sekalian lo minta waktu sama Nabila buat minta maaf, Del!" Rico lalu mulai menarik lengan Fadel supaya mengikutinya.
Fadel yang masih tidak bersemangat tetap mengikuti saran kedua temannya. Mereka ada benarnya, ia harus bisa menyelesaikan masalah yang sudah dibuatnya. Saat perjalanan menuju ruang makan, Fadel melihat Ghea menghampiri mereka. Ia mengedarkan pandangannya lagi ke samping Ghea dan ke sekeliling ruangan, tetapi tidak bisa menemukan sosok yang dicarinya.
"Nabila mana, Ghe?" Rico bertanya lebih dulu seolah mewakili perasaan Fadel.
"Masih kenyang katanya. Soalnya tadi pulang dari Puncak Bromo, Nabila bikin mi instan di kamar." Ghea menjelaskan sambil menyendok nasi dengan santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Stranger
RomanceTidak menyangka tertukarnya koper berakhir dengan dicium orang asing saat melihat matahari terbit. Nabila bertemu kembali dengan sang orang asing, Fadel, saat memulai magangnya di Jakarta. Namun, ketika hubungan keduanya membaik, dunia seakan tak in...
Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi