Chapter One

1.5K 145 8
                                    

Cha Hakyeon menatap dua patung singa tinggi yang membingkai pintu dan melepaskan nafasnya yang tertahan. Beberapa murid berlari turun dari tangga, terburu-buru masuk kelas atau kemanapun mereka akan pergi. Keberadaanya disini adalah keinginan ayahnya, laki-laki itu meninggal dan memberikan segalanya untuk Hakyeon, termasuk hidupnya. Walaupun dia tidak ingin berada disini, Hakyeon tak bisa menolak keinginan ayahnya. Tak bisa, walaupun membayangkan bersekolah dengan banyak orang asing sudah membuatnya merinding.

Sambil melihat bertambah kurangnya orang, Hakyeon menutup matanya sejenak untuk menghalau serangan panik yang melandanya. Sampai saat ini hanya ayahnya yang ada disampingnya, hingga dia tak pernah terbiasa berhubungan dengan banyak orang. Suara banyak orang yang bergerak dibelakangnya membuat sihir yang sudah mengalir disetiap urat nadinya berdenyut, siap meledak kapanpun dia berada didalam masalah.

Kegugupan menyerang seluruh tubuhnya bagai peluru saat dia menyadari cepat atau lambat dia akan menjadi salah satu dari mereka.Diusianya yang ke dua puluh lima, tentu saja dia terlihat paling tua diantara murid baru di Mayell Wizard Academy, tapi karena dari awal dia sudah terjebak dengan banyak pelatihan dari awal. Mungkin dia bisa mengambil ujian langsung dibeberapa kelas, dan lulus lebih cepat? Dia memikirkan hal itu hingga dia sadar harus menemukan kantor untuk mengurus administrasi dahulu.

"Apa kau tersasar?"

"Hmm," terjebak dipikirannya sendiri, dia tak menyadari seorang gadis mengajaknya bicara. Dia memiliki rambut coklat yang diombre hijau, mata coklat terang, dan aura keren terpancar darinya. Hakyeon menebak jika akademi penyihir memiliki cheerleaders.

"Apa kau tersasar?" tanyanya lagi.
"Kau terlihat tidak yakin kemana kau akan pergi,"

Hakyeon tidak tahu kenapa dia peduli, mungkin dia suka membantu seoarng asing. "Aku mencari kantor kepala sekolah."

"Aku bisa membantumu, aku salah satu koordinator anak baru," dia menunjuk badge warna merah jambu didada sebelah kanannya yang Hakyeon tidak sadari, mungkin karena dia tidak mencoba menatap dadanya. "Sekolah menunjuk beberapa dari kami untuk membantu anak baru dihari pertama mereka. Namaku Hee Yeon, senang bertemu denganmu. Apa kau murid pindahan?"

Hakyeon menerima uluran tangannya, "Aku Hakyeon, tidak. Aku tidak pindah. Hanya mulai terlambat. Satu-satunya keluargaku sakit."

Hanya itu cerita yang kan diberitahukannya pada semua orang. Mereka tidak perlu tahu masa lalu tragis keluarganya.

"Oh," wajahnya tergambar rasa kasihan, tapi untungnya dia tidak berkomentar atau menanyakan hal lain. "Ikut aku. Aku akan membawamu menemui kepala sekolah Choi. Dia sangat hebat. Kau kan menyukainya. Dia adalah penyihir terkuat di generasinya."

Hakyeon tidak berkomentar pada kekuatan kepala sekolahnya. Lalu mengangguk dan berharap dia akan cocok dengannya. Dia tak ingin berdebat tentang kekuatan sihir. Cukup kekuatan tiga penyihir yang mengalir tak beraturan didarahnya.
Dia berharap kepala sekolahnya baik seperti yang dikatakan. Tutornya dulu sering mengunggulkan kepala sekolahnya, tapi ayah Hakyeon tak pernah bertmeu dengannya, jadi dia tak punya pilihan.

Mendengar celotehan Hee Yeon menenangkan kegugupannya. Dan dia berharap akan banyak orang lagi yang ditemuinya seperti dia-bersahabat, tapi tidak banyak tanya.

Hakyeon mengikuti Heeyeon disepanjang jalan batu menuju ke sebuah gedung yang sangat besar. Tiga macam patung hewan langka berjajar, berdiri diatas mutiara-mutiara besar dari keramik. Dua Gargoyle berdiri dengan lututnya menghadap satu sama lain, dua naga melingkari tiang, dan sepasang singa melindungi pintu masuk. Sebelum mendekati pintu, Hakyeon berhenti utnuk menatap sepasang singa itu lebih dekat. Bola mata mereka bersinar kebiru-biruannya, cahanyanya menangkap beberapa bayang-banyang didalamnya.
"Kenapa mereka bersinar?" tanya Hakyeon, menunjuk. Cahanya meredup sebelum Heeyeon menengok.

Hakyeon's WolfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang