Selain jago berantem, enggak peka adalah kelebihan kamu
-Aletta-
💔
Kantin.
Tempat tujuan Aldan setelah kejadian di gudang sekolahnya. Dia tidak akan memusingkan apa akibat yang telah dia lakukan barusan.
Hukuman.
Dia sudah sering di hukum.
Skors.
Apalagi itu. Dia bahkan pernah satu bulan diskors.
Bukannya merasa sedih, tapi bagi seseorang seperti Aldan itu adalah sebuah kenikmatan yang harus dia syukuri. Sebulan tidak sekolah bagaikan kenikmatan, otaknya tidak perlu diperas oleh berbagai mata pelajaran.
Aldan menghampiri dua temannya yang sudah nongkrong di salah satu meja kantin. Tanpa permisi atau izin, dia langsung meminum air mineral milik Dion.
"Beli nyet, jangan asal srobot lo," sentak Dion merasa kesal. Ucapannya sama sekali tidak ditanggapi Aldan. Dia malah beralih menatap lapangan basket yang sudah penuh dengan jeritan siswi-siswi yang menonton anak klub basket.
"Lo beneran kagak mau masuk klub itu, Al? Kemaren gue ditanyain lagi sama Pak Sigit." pertanyaan dari Vian dibalas kekehan Dion sedangkan Aldan hanya menatapnya tak minat.
"Lo mau mereka berdua adu jotos tiap hari, Yan?" kekeh Dion menanggapi pertanyaan Vian.
"Bilang aja sama Pak Sigit, gue nggak sudi masuk klub norak kayak gitu," kata Aldan kentara sekali kalau dia tidak suka pada klub basket sekolahnya.
Dion mengambil sedotan di minuman Vian lalu memukulnya di kepala Aldan, "Lo yang norak Al, bukan klub basket. Basket itu keren, lihat tuh!" Dion menunjuk ke lapangan, "cewek-cewek itu suka sama cowok basket, lo bisa punya banyak gebetan nanti Al, "
"Bener kata upil onta. Lagian lo kan suka sama jago main basket," timpal Vian menyetujui ucapan Dion.
"Tuh upil gajah juga setuju sama ucapan gue."
"Jangan panggil gue upil gajah," marah Vian.
Dion tak mau kalah, "lo yang duluan manggil upil onta ke gue, Nyet."
Baru saja mau membalas ucapan Dion, suara Aldan menghentikan Vian.
"Gue emang suka main basket. Tapi itu dulu, enggak untuk sekarang." kata Aldan membuat dua orang temannya menghela napas lelah. Mereka tak mungkin lagi memaksa Aldan masuk ke klub itu. Karena mereka tahu, masuk ke klub basket adalah suatu hal yang mustahil bagi Aldan.
Kembali pandangan Aldan melihat ke lapangan lagi. Sebuah senyuman miring dia lontarkan saat melihat Ega dihampiri tiga perempuan yang membawa minuman.
"Pantesan mirip bokapnya," ujar Aldan yang melihat Ega mengambil minuman itu.
"Siapa Al?" Tanya Dion sambil memakan bakso.
"Ega."
"Kapan sih kalian akur?" pertanyaan Dion dihadiahi seringai tipis di bibir Aldan. Ega adalah salah satu alasan kenapa Aldan tidak mau gabung klub basket.
"Nggak akan pernah," jawabnya. Pandangannya beralih menatap Aletta yang masuk ke kantin bersama Dinda, teman sebangkunya. Perasaan bersalah atas kejadian tadi membuatnya melangkahkan kakinya ke arah Aletta.
"Gue ke sana dulu," ucap Aldan kepada temannya. Mereka mengangguk paham dan membiarkan Aldan menghampiri Aletta.
Aldan memegang lengan kanan Aletta, "Gue mau ngomong," kata Aldan. Aletta hanya menatapnya sekilas tanpa minat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unfair Love
Teen Fiction"Lo pilih dia apa gue?" lirih Aldan mengulang pertanyaan itu lagi. Myesha ada dalam sebuah pilihan rumit. Pertanyaan Aldan bagaikan ujung tombak yang siap menancam di dadanya. Ini terlalu sulit dijawab. "Jawab Mey," Aldan berteriak kencang ke arahny...