| Unfair Love | 05

1.6K 100 41
                                    

"Bagiku, kenangan masa lalu tidaklah cukup mengobati rindu."

💔

Kata orang lebih baik mencari yang lain dari pada menunggu yang tidak pasti. Begitulah yang diharapkan teman-teman dan orang orang terdekat Aldan. Semua menyarankan untuk melupakan masa lalu dan membangun masa depan.

Tapi itu tidak semudah apa yang dikatakan mereka. Bagi Aldan melupakannya saja sulit apalagi mencari yang lain. Apapun yang menyarankan untuk menerima perasaan cinta dari Aletta, sahabatnya.

Tapi, tidak!
Aldan tidak akan pernah menerima perasaan cinta Aletta. Sedikit pun, dia tidak akan bisa menerimanya.

Ada dua hal yang sangat Aldan jaga sampai saat ini, mungkin sampai dia mati, Aldan akan tetap menjaga tujuannya ini.

Yang pertama dan yang paling penting adalah menunggu dia.

Yang kedua adalah tidak akan pernah menerima perasaan cinta dari Aletta.

Itu adalah catatan yang harus dia ingat sepanjang hidupnya.

"Lo jadi diskors tiga hari sama sekolahan?" Tanya Vian di sampingnya. Mereka bertiga sedang berjalan di koridor sekolahan.

Aldan mengangguk santai. Dion berdecak, "Sialan, enak banget lo!" Irinya.

"Terus lo langsung disuruh pulang gitu?" Lagi, Aldan mengangguk.

"Lo pulang ke rumah hari ini?" Dion bertanya.

"Hem. Bokap gue nanti malem udah balik," jawabnya.

"Gue cabut dulu ya," sebelum dua orang temannya ini bertanya lagi, Aldan segera cabut menuju motor sport hitamnya.

Untuk siang ini, dia akan menikmati harinya dengan mengunjungi tempat favoritnya, sebelum pulang menuju tempat yang sangat dia benci. Rumahnya sendiri.

Setengah jam berlalu. Aldan sampai ke tempat favoritnya. Sebuah ayunan yang terletak di area danau kecil. Ayunan yang sudah dia rawat agar bisa selalu dia gunakan. Ayunannya juga dia hiasi daun dan bunga, di sekitarnya juga dia tanami berbagai macam bunga, terutama dan yang paling istimewa adalah mawar merah. Bunga favorit dia.

Aldan duduk di atas ayunan itu sambil menikmati pemandangan danau di depannya. Sekilas kenangan indah muncul kembali saat dia memejamkan matanya. Dia tersenyum mengingatnya.

"Aldan, jangan kenceng-kenceng dorongnya! Nanti aku jatuh." Teriak gadis berumur sepuluh tahun itu. Aldan tertawa lalu memelankan dorongan ayunannya.

"Kalau aku beneran jatuh gimana tadi, Al?" Gadis itu masih menggerutu setelah ayunannya berhenti. Dia menoleh ke Aldan.

"Ya kalau jatuh," Aldan tampak berpikir.
"Sakitlah." Aldan tertawa lagi, gadis itu kesal.

"Hisshhh!" Ngambeknya dengan bibir dikerucut.

"Lagian, kalau ada Al, nggak akan bakal jatuh. Al akan selalu jagain kamu."

"Janji?" Gadis itu menunjukkan jari kelingkingnya. Dengan senang, Aldan menautkan jari kelingkingnya.

"Aldan janji," katanya, lalu suara mamanya menginterupsi mereka untuk segera menuju ke arah tempat keluarganya dan keluarga gadis itu menikmati piknik minggu ini.

Aldan membuka matanya. Senyumannya hilang. Matanya menyorot kehampaan dan kerinduan.

"Kapan lo balik ke gue?"

Kalimat yang sudah berulang kali dia utarakan. Dan sampai sekarang masih belum terjawab. Setelah berjam jam sampai petang melanda, Aldan akhirnya meninggalkan tempa itu. Dia bergegas untuk pulang ke rumahnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 22, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unfair LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang